Sukses

Ahli: Tsunami Susulan Masih Mengintai Pesisir Pantai Selat Sunda

Ahli lain menyebut bahwa tsunami di pesisir Pantai Selat Sunda masih mengintai ketika aktivitas vulkanik berlanjut. Berikut penjelasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Pesisir pantai Selat Sunda dihantam tsunami yang datang tanpa pertanda pada Sabtu 22 Desember 2018 malam. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan empat kabupaten terdampak yaitu Pandeglang, Serang, Lampung Selatan dan Tanggamus.

Badan SAR Nasional (Basarnas) mencatat hingga kini 334 orang meninggal dunia akibat gelombang tsunami yang menerjang perairan Selat Sunda, Provinsi Banten, Sabtu malam. Jumlah itu masih sementara dan ada kemungkinan bertambah.

Laporan dari lapangan yang diterima pada pukul 11.00 WIB menunjukkan 764 orang lainnya luka-luka, dan 61 orang hilang.

Diduga kuat tsunami dahsyat itu terjadi akibat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau. Sejumlah ahli dari luar negeri pun turut berkomentar atas musibah tersebut.

Ahli lainnya, seperti dikutip dari Channel News, Senin (24/12/2018) memperingatkan pada hari Minggu -- sehari setelah gelombang dahsyat menerjang pesisir pantai -- bahwa tsunami lain dapat menghantam Indonesia.

Ketika aktivitas vulkanik berlanjut, kemungkinan tsunami lain tidak dapat diabaikan.

"Kemungkinan tsunami lebih lanjut di Selat Sunda akan tetap tinggi ketika gunung berapi Anak Krakatau sedang melalui fase aktif saat ini karena mungkin bisa memicu longsor lebih lanjut," kata Richard Teeuw dari University of Portsmouth di Inggris.

Jacques-Marie Bardintzeff di University of Paris-South juga memperingatkan bahwa "kita harus waspada saat ini karena gunung berapi itu tidak stabil".

Teeuw mengatakan bahwa survei sonar kini diperlukan untuk memetakan dasar laut di sekitar gunung berapi Anak Krakatau, tetapi "sayangnya survei kapal selam biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diorganisir dan dilaksanakan," tambahnya.

Tsunami dahsyat yang disebabkan oleh letusan gunung berapi jarang terjadi; salah satu yang paling terkenal (dan mematikan) disebabkan oleh letusan Krakatau pada tahun 1883.

"Tsunami yang melanda pesisir selatan Sumatra dan Jawa barat pada hari Sabtu tampaknya disebabkan oleh longsor bawah air dari bagian Anak Krakatau," kata David Rothery dari Universitas Terbuka di Inggris.

Anak Krakatau adalah pulau baru yang muncul sekitar tahun 1928 di kawah yang ditinggalkan oleh induknya, Krakatau yang letusannya mahadahsyat pada 1883 dan menewaskan sedikitnya 36.000 orang.

Gunung berapi ini tercatat aktif sejak Juni, kata Jacques-Marie Bardintzeff di University of Paris-South.

Mengapa Sangat Mematikan?

Anak Krakatau, yang terletak di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra berada di dekat dengan zona padat penduduk.

Ketika terjadi tsunami yang relatif kecil, Teeuw mengatakan: "Ombak semacam itu - sarat dengan puing - dapat mematikan bagi masyarakat pesisir, terutama jika tak ada peringatan."

Simon Boxall dari Southampton University menambahkan bahwa wilayah itu juga berada dalam gelombang musim semi, "dan akan terlihat bahwa gelombang menghantam beberapa wilayah pantai pada titik tertinggi dari gelombang tinggi ini, memperburuk kerusakan yang terjadi."

Gelombang tinggi juga melanda di malam hari sehinnga membuat banyak orang tak menduga dengan terjangannya.

Tsunami yang melanda pada hari Sabtu adalah yang ketiga melanda Indonesia dalam enam bulan.

Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif dan terletak di jalur "Cincin Api" Samudra Pasifik yang sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung berapi.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

2 dari 2 halaman

Tsunami Selat Sunda Tak Lazim

Kepala Badan Meteorologi dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati memastikan tsunami yang melanda Banten dan Lampung Selatan karena erupsi Anak Gunung Krakatau (AGK).

"Kami mengkonfirmasikan yang sebelumnya kami sampaikan bahwa tsunami ini berkaitan dengan erupsi vulkanik," kata Dwikorita dalam konferensi pers di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).

Oleh sebab itu, Dwi melanjutkan, potensi tsunami tersebut tidak terdeteksi oleh sensor gempa tektonik BMKG. "BMKG khusus memantau gempa tektonik. Karena 90 persen lebih tsunami di Indonesia diakibatkan gempa tektonik," kata Dwi.

Dwi menjelaskan, peristiwa tsunami yang menghantam Banten dan Lampung Selatan merupakan fenomena tidak lazim.

"Ini fenomena tidak lazim dan kompleks atau multifenomena," ujarnya.

Tsunami terjadi di wilayah Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember malam. Sebanyak 817 rumah di Banten dan Lampung rusak tersapu air laut.

"Dari data yang dihitung Polda Banten dan Polda Lampung, kerugian materiil atas peristiwa air laut pasang di Banten dan Lampung sampai dengan 24 Desember pukul 07.00 WIB mencapai 817 rumah yang rusak," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo saat dihubungi, Jakarta, Senin 24 Januari 2018.