Liputan6.com, Dhaka - Kelompok oposisi, pada Selasa 25 Desember 2018, menuduh polisi Bangladesh menangkap lebih dari 10.500 aktivis oposisi dalam tindakan keras menjelang pemilihan umum yang digelar akhir pekan ini.
Angka itu dirilis setelah Amerika Serikat mendesak pemerintah Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk berbuat lebih banyak guna menjamin agar pelaksanaan pemilu pada 30 Desember nanti berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi.
Tapi, muncul tudingan dari kelompok oposisi bahwa Hasina berusaha memuluskan langkahnya guna memegang jabatan untuk keempat kalinya.
Advertisement
Partai-partai oposisi mengatakan, penangkapan para simpatisannnya dilakukan sejak 8 November --tanggal ketika pemilu diumumkan-- dan dimaksudkan untuk menciptakan "iklim ketakutan", demikian seperti dikutip dari NDTV India, Rabu (26/12/2018).
Baca Juga
Oposisi utama Bangladesh Nationalist Party (BNP), yang pemimpinnya Khaleda Zia menjalani hukuman penjara 17 tahun, mengatakan 7.021 aktivisnya telah ditahan.
Sekutunya, Jamaat-e-Islami, mengatakan lebih dari 3.500 simpatisannnya ditahan. Jamaat-e-Islami dilarang ikut dalam pemilihan tetapi memiliki kandidat yang ambil bagian sebagai kader BNP.
"Setiap hari, 80 hingga 90 aktivis kami ditangkap secara nasional. Penangkapan ini telah menciptakan iklim ketakutan," kata sekretaris jenderal Jamaat-e-Islami, Shafiqur Rahman.
Juru bicara kepolisian Sohel Rana tidak mengonfirmasi angka penangkapan. Tetapi, ia menjelaskan bahwa mereka tidak melakukan "penangkapan yang tidak perlu" tanpa surat perintah.
"Kami tidak pernah menargetkan siapa pun kecuali mereka melanggar hukum. Orang-orang ini memiliki surat perintah khusus terhadap mereka (yang ditangkap)," katanya.
Sementara itu, Rizvi Ahmed, seorang juru bicara BNP, mengatakan tuduhan terhadap aktivis partai adalah kasus "fiktif" yang bertujuan untuk melemahkan kelompok anti-Hasina.
Petahana PM Sheikh Hasina dan oposisi Khaleda Zia telah menjadi musuh politik sejak diperkenalkannya demokrasi di Bangladesh pada 1991.
Mereka secara tradisional silih berganti berkuasa di Bangladesh. Tetapi, sejak 2009, Hasina terus bercokol dan memenjarakan Zia pada tahun ini, guna mencegahnya untuk ikut serta dalam pemilu.
BNP dan sekutunya juga menuduh polisi dan aktivis partai Liga Awami yang berkuasa menyerang aktivis dan kandidat mereka.
Namun, jubir kepolisian Sohel Rana membantah polisi telah menyerang aktivis oposisi, hanya mengakui bahwa "insiden terisolasi" mungkin terjadi.
"Jika kami menerima tuduhan yang jelas terhadap anggota polisi, kami pasti akan mengambil tindakan tegas," kata Rana.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
Desakan AS untuk Pemilu Demokratis Bangladesh
Masyarakat sipil dan kelompok-kelompok hak asasi manusia menuduh pemerintahan PM Hasina membungkam perselisihan dan memberangus pers melalui hukum keamanan digital yang ketat.
Kementerian Luar Negeri AS juga telah mengangkat kekhawatiran tentang pemilu yang digelar Minggu 30 Desember mendatang, setelah membatalkan misi pengamat yang direncanakan oleh Asian Network for Free Elections, yang didanai oleh pemerintah AS karena Bangladesh menahan memberikan visa dan kredensial.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Robert Palladino mengatakan pemilihan demokratis harus memiliki "ruang untuk ekspresi dan pertemuan damai, bagi media independen untuk melakukan tugasnya yang meliputi perkembangan pemilihan umum, bagi para peserta untuk memiliki akses ke informasi dan bagi semua individu untuk dapat mengambil bagian dalam proses pemilihan tanpa pelecehan, intimidasi atau kekerasan."
"Kami mendorong pemerintah Bangladesh untuk menjunjung tinggi komitmennya pada proses demokrasi dengan memastikan semua warga Bangladesh bebas mengekspresikan diri dan berpartisipasi secara damai," tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Advertisement