Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi telah menyumbang US$ 50 juta (berkisar Rp 728 juta) kepada badan PBB untuk para pengungsi Palestina (UNRWA), kata pemimpin organisasi itu pada Jumat 28 Desember 2018.
Dana segar terbaru itu mengucur ketika UNRWA tengah mengalami kekurangan anggaran menyusul keputusan Amerika Serikat untuk menghentikan seluruh sumbangannya.
Pierre Krahenbuhl, komisaris jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat, atau UNRWA, menandatangani perjanjian untuk memfinalisasi transfer dana Saudi selama kunjungan ke Arab Saudi pada Jumat kemarin, demikian seperti dikutip dari The Times of Israel, Minggu (30/12/2018).
Advertisement
"Kami sangat berterima kasih atas dukungan dermawan yang secara konsisten diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir. Sumbangan (terbaru) tahun 2018 yang patut dicontoh sebesar US$ 50 juta untuk layanan inti UNRWA adalah tonggak baru dalam kerja sama penting kami," katanya dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga
Badan itu mengatakan sumbangan terbaru itu adalah "pemenuhan janji" yang dibuat oleh Raja Salman pada April 2018 dan membawa total kontribusi Arab Saudi untuk tahun ini menjadi US$ 160 juta.
"Kontribusi US$ 50 juta yang sangat murah hati dan penting ini sekarang telah ditransfer ke UNRWA, mengonfirmasikan mobilisasi dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh donor dan mitra di seluruh dunia tahun ini untuk membantu UNRWA untuk mengatasi krisis keuangan terburuk yang pernah ada," kata pernyataan itu.
Pada Agustus 2018, pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengakhiri semua dukungan untuk UNRWA, setelah menjadi donor terbesarnya untuk sekian lama.
Krahenbuhl mengatakan, pemotongan AS membat UNRWA dalam "krisis terburuk" yang pernah dihadapi, dengan defisit anggaran sebesar US$ 446 juta. Tetapi, November lalu, UNRWA mengatakan hampir mampu mengatasi kekurangan dana mereka berkat bantuan negara donor dari Eropa dan Timur Tengah/
Krahenbuhl memuji Uni Eropa dan terutama negara-negara Teluk: Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab dengan dukungan yang meningkat.
Awal bulan ini, PBB mendesak negara-negara donor untuk memberikan US$ 350 juta bantuan untuk pengungsi Palestina pada tahun 2019, mengatakan itu membutuhkan lebih banyak tetapi harus "realistis" setelah pemotongan besar-besaran AS.
PBB mengatakan, nominal itu diturunkan dari yang semula $ 539 juta pada awal tahun 2018, karena kurangnya dana donor yang tersedia di seluruh dunia.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
UNRWA dan The Rights of Return
UNRWA didirikan pada tahun 1950 untuk membantu para pengungsi Palestina yang kehilangan tempat tinggal karena Perang Israel-Arab 1948. Bantuannya termasuk sekolah, pusat kesehatan, dan distribusi makanan.
Lebih dari 750.000 orang Palestina melarikan diri atau diusir selama perang 1948 di sekitar penciptaan Israel dan selama Perang Enam Hari (atau Perang Israel-Arab III) pada tahun 1967.
Mereka dan semua keturunan mereka dianggap oleh UNRWA sebagai pengungsi yang berada di bawah kewenangannya.
Israel menuduh UNRWA membantu melanggengkan narasi Palestina tentang ilegitimasi Israel dengan, secara unik, memberikan status pengungsi kepada keturunan pengungsi, bahkan ketika mereka dilahirkan di negara lain dan memiliki kewarganegaraan di sana --kondisi yang tidak berlaku bagi para pengungsi yang dirawat oleh para pengungsi yang dikelola oleh badan pengungsi utama PBB, UNHCR, yang merawat semua pengungsi lain di seluruh dunia.
Dengan demikian, populasi pengungsi Palestina tumbuh setiap tahunnya --mencakup anak-keturunan mereka yang lahir di luar tanah Palestina.
"Hak untuk kembali (the Rights of Return)" adalah salah satu masalah utama perselisihan dalam konflik Israel-Palestina.
Palestina mengklaim bahwa lima juta orang yang diakui UNRWA sebagai pengungsi memiliki hak untuk kembali ke tanah mereka yang saat ini diduduki oleh Israel.
Di sisi lain, Israel, pada bagiannya, menolak hal itu, mengatakan bahwa itu merupakan upaya Palestina untuk menghancurkan Israel lewat dominasi populasi.
Populasi Israel hampir sembilan juta, sekitar tiga perempat di antaranya adalah Yahudi. Masuknya jutaan warga Palestina akan berarti Israel tidak akan lagi menjadi negara mayoritas Yahudi.
Advertisement