Sukses

Taliban Pilih Dialog Damai dengan AS Ketimbang Afghanistan, Kenapa?

Taliban menolak pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan yang menurut rencana akan digelar di Arab Saudi Januari 2019.

Liputan6.com, Kabul - Taliban telah menolak pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan yang menurut rencana akan digelar di Arab Saudi pada Januari 2019 mendatang.

Kelompok gerilyawan itu justru lebih memilih hanya bertemu dengan pejabat Amerika Serikat untuk melanjutkan dialog damai yang telah mereka mulai di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab awal Desember 2018 ini, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (31/12/2018).

Perwakilan dari Taliban, Amerika Serikat dan negara-negara kawasan bertemu bulan ini di Uni Emirat Arab untuk mengadakan pembicaraan untuk mengakhiri perang 17 tahun di Afghanistan.

Tetapi Taliban telah menolak untuk mengadakan pembicaraan resmi dengan pemerintah Afghanistan --yang juga didukung Barat.

"Kami akan bertemu pejabat AS di Arab Saudi pada Januari tahun depan dan kami akan memulai pembicaraan kami yang tetap tidak lengkap di Abu Dhabi," kata seorang anggota Dewan Kepemimpinan pengambilan keputusan Taliban.

"Namun, kami telah menjelaskan kepada semua pemangku kepentingan bahwa kami tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan."

Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid juga mengatakan para pemimpin kelompok itu tidak akan berbicara dengan pemerintah Afghanistan.

Para militan bersikeras untuk mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat, yang kelompok itu anggap sebagai kekuatan utama di Afghanistan sejak pasukan pimpinan AS menggulingkan pemerintah Taliban pada tahun 2001.

Upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik semakin intensif setelah perwakilan Taliban mulai bertemu utusan AS untuk rekonsiliasi Afghanistan, Zalmay Khalilzad tahun ini. Para pejabat dari pihak yang bertikai telah bertemu setidaknya tiga kali untuk membahas penarikan pasukan internasional dan gencatan senjata pada 2019.

Tetapi Amerika Serikat bersikeras bahwa penyelesaian akhir harus dipimpin oleh orang Afghanistan.

Menurut data dari misi Resolute Support yang dipimpin NATO yang diterbitkan pada November, pemerintahan Presiden Ashraf Ghani memiliki kendali atau pengaruh terhadap 65 persen populasi, tetapi hanya 55,5 persen dari 407 distrik di Afghanistan, lebih sedikit daripada kapan pun sejak 2001.

Di sisi lain, Taliban mengatakan mereka mengendalikan 70 persen negara.

Seorang staf dekat Ghani mengatakan pemerintah akan terus berusaha untuk membangun jalur komunikasi diplomatik langsung dengan Taliban.

"Pembicaraan harus dipimpin oleh Afghanistan dan dimiliki oleh Afghanistan," kata ajudan yang tidak bersedia disebutkan namanya itu. "Adalah penting bahwa Taliban mengakui fakta ini."

Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan penarikan pasukan Amerika dari Suriah, keputusan yang mendorong pengunduran diri Menteri Pertahanan James Mattis, dan ada laporan bahwa ia sedang mempertimbangkan penarikan separuh pasukan AS yang ada di Afghanistan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Donald Trump Akan Tarik 7.000 Pasukan AS dari Afghanistan

Presiden Amerika Serikat Donald Trump dikabarkan sedang mempertimbangkan menarik pasukan AS dalam jumlah yang signifikan dari Afghanistan, demikian dikatakan pejabat senior pemerintah.

Pejabat itu mengatakan, sekitar 7.000 tentara --kira-kira separuh dari total militer AS yang ada di Afghanistan-- bisa pulang dalam beberapa bulan mendatang, demikian seperti dikutip dari BBC, Jumat (21/12/2018).

Kloter pertama pasukan Amerika kemungkinan pulang paling cepat bulan depan, ujar pejabat-pejabat kepada kantor-kantor berita Amerika.

Saat ini terdapat 14 ribu tentara Amerika di Afghanistan. Misi mereka adalah melatih dan memberi masukan kepada pasukan Afghanistan untuk mengambil alih tanggung jawab keamanan di negara mereka sendiri. Baca selengkapnya...