Sukses

Xi Jinping: China Harus Dipersatukan Kembali dengan Taiwan

Presiden China, Xi Jinping, mendesak rakyat Taiwan untuk menerima keputusannya agar 'bersatu'.

Liputan6.com, Beijing - "China 'harus dan akan' dipersatukan kembali dengan Taiwan," demikian pernyataan yang diucapkan oleh Xi Jinping pada Rabu (2/1/2019) di Great Hall of People di Beijing dalam rangka memperingati 40 tahun 'Message to Compatriots in Taiwan'.

Pada kesempatan itu, Presiden China juga menyerukan agar pihaknya dan Taiwan bisa saling bekerja sama untuk mewujudkan "tugas bersejarah" terkait penyatuan kembali kedua negara.

"Ini adalah kesimpulan historis yang diambil, selama 70 tahun pengembangan hubungan lintas selat. Selain itu, ini juga merupakan suatu keharusan bagi peremajaan bangsa Tiongkok di era baru," ucap Xi seperti dikutip dari Straits Times, Rabu (2/1/2019).

Message to Compatriots in Taiwan (atau dikenal sebagai The Message) adalah dokumen kebijakan yang dikeluarkan oleh National People's Congress (Kongres Rakyat Nasional)--Parlemen China--pada 1 Januari 1979.

Kala itu adalah hari ketika Negeri Tirai Bambu dan Amerika Serikat secara resmi menjalin kerja sama bilateral, setelah Washington memutuskan hubungan dengan Taiwan.

The Message pertama kali mengusulkan untuk mengakhiri konfrontasi militer melalui dialog dan menyambut pertukaran antara kedua pihak (China dan Taiwan), yang telah diatur secara terpisah sejak Chiang Kai-shek (presiden pertama China) melarikan diri ke Taiwan pada Desember 1949, usai kalah dalam perang saudara dengan Komunis.

Waktu itu, Kai-shek, yang memerintah dari 20 Mei 1948 hingga 5 April 1975, adalah anggota dari Kuomintang (Partai Nasionalis Tiongkok).

Sampai tahun 1979, China telah melakukan pemboman artileri (senjata untuk melontarkan proyektil) secara rutin di atas pulau-pulau lepas pantai yang dikendalikan Taiwan, seperti Kinmen yang dekat dengan daratan China.

Akan tetapi, tidak ada perjanjian damai yang ditandatangani kedua belah pihak untuk mengakhiri pertikaian tersebut, terlepas dari hubungan bisnis yang mendalam, budaya dan kepentingan pribadi masing-masing negara.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Janji Xi Jinping

Sementara itu, dalam pidatonya pada hari Rabu, Xi Jinping "mengirimkan" peringatan kepada seluruh pendukung kemerdekaan Taiwan, tak terkecuali pendukung Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen.

"Berdasarkan fakta hukum, kedua sisi Selat itu dimiliki oleh China, dan tidak dapat diubah oleh siapa pun atau kekuatan apa pun," tegas Xi.

Tsai, yang menolak untuk mengakui konsensus "Satu China" yang dicapai oleh kedua negara pada 1992, justru membalikkan "ancaman" Xi tersebut.

Sikap yang ditempuh Tsai ini mengisyaratkan bahwa dia tidak mau mundur, meskipun partainya (Partai Progresif Demokrat atau disingkat DPP) kalah dalam pemilu baru-baru ini dan ia telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua.

Sedangkan Xi Jinping, kini berada di bawah tekanan karena meningkatnya kecaman di dalam partai atas penanganannya terhadap urusan luar negeri yang dinilai kacau--terutama perang dagang antara China dan AS.

Xi menegaskan dalam pidatonya bahwa China tidak akan berhenti menggunakan kekuatan militer untuk memastikan Taiwan kembali ke "genggamannya".

"Beijing punya opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan, bila melihat adanya gangguan dari pasukan lain yang dianggap merecoki reunifikasi damai kami dan kegiatan separatis kemerdekaan Taiwan," katanya.

Kendati demikian, seluruh isi pidatonya bersifat mendamaikan, lapor kantor berita Xinhua. Xi pun menyerukan upaya untuk mendorong "konsultasi demokratis" yang luas antara perwakilan dari kedua belah pihak dan memperdalam pembangunan terpadu di Selat Taiwan.

"Orang-orang China harus saling membantu. Kedua belah pihak harus meningkatkan arus perdagangan bebas, meningkatkan konektivitas dalam infrastruktur, saling bertukar energi dan sumber daya, serta standar industri bersama," tuturnya.

Xi Jinping juga berjanji untuk lebih melembagakan kerja sama ekonomi lintas selat dan membentuk pasar bersama.

Unifikasi akan dilakukan di bawah pendekatan "satu negara, dua sistem" (one country, two systems) yang akan melindungi kepentingan dan kesejahteraan Taiwan. Xi juga menjanjikan perdamaian abadi setelah penyatuan kembali.