Liputan6.com, Washington D.C. - Seiring dengan majunya teknologi, militer Amerika Serikat kini punya peralatan baru untuk membantu pasukannya menyiapkan diri ketika bertempur.
Para periset di University of Southern California telah mengusahakan pembuatan model-model lanskap tiga dimensi untuk melatih tentara dalam menggunakan realita virtual dan realita tertambah dalam latihan mereka.
Advertisement
Baca Juga
Tentara yang akan dikirim ke medan perang bisa berlatih dengan menggunakan perangkat virtual dan augmented reality untuk membiasakan diri dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan. Ini dimungkinkan dengan proyek yang disebut Open World Terrain.
Kepala bagian simulasi di University of Southern California, Ryan McAlinden, mengatakan, "Tujuannya adalah menciptakan gambar tiga dimensi tentang tempat manapun di dunia ini dengan menggunakan sebanyak mungkin sumber data," demikian seperti dilansir dari VOA Indonesia, Minggu (6/1/2019).
Dengan menggunakan drone untuk mengumpulkan foto-foto, komputer bisa mengolahnya menjadi gambar-gambar tiga dimensi yang menunjukkan keadaan yang sesungguhnya di lapangan.
"Dengan demikian, sebuah unit militer seperti regu atau pleton, bisa melaksanakn tugasnya dengan mudah, dengan menggunakan peralatan yang bisa dibawa dalam tas punggung. Komandan regu atau pleton itu bisa melihat kawasan operasi mereka dalam bentuk tiga dimensi sebelum memulai operasi yang sesungguhnya," imbuh McAlinden.
Pasukan Komando Marinir Amerika Serikat kini telah menggunakan teknologi ini untuk latihan, guna menentukan rute perjalanan yang akan ditempuh, tempat-tempat persembunyian dan tempat terbaik untuk memasang senjata-senjata berat.
Kata Ryan McAlinden lagi, teknologi tiga dimensi memungkinkan komandan tentara Amerika Serikat untuk melihat keadaan di lapangan dari berbagai sudut dan ketinggian, suatu hal yang tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan kamera biasa.
Para periset kini sedang mengusahakan pembuatan teknologi ini untuk digunakan oleh Angkatan Darat, supaya tentara yang dikirim ke medan tempur bisa mengetahui apa yang akan mereka hadapi.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
AS Sepakati Prospek Penjualan Rudal ke Turki, Hadang Rusia?
Di tengah ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat dan Turkipada berbagai masalah, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan pada Selasa 18 Desember 2018 bahwa mereka menyetujui kemungkinan penjualan sistem rudal Patriot senilai US$ 3,5 miliar ke Ankara.
Persetujuan tersebut merupakan upaya oleh AS untuk membuat Turki melepaskan rencananya untuk membeli sistem pertahanan rudal S-400 buatan Rusia, demikian seperti dikutip dari CNN, Kamis 20 Desember 2018.
Rencana pembelian S-400 telah menjadi penghalang utama bagi hubungan AS-Turki yang lebih dekat, di tengah kekhawatiran sistem Rusia dapat memungkinkan Moskow untuk mengumpulkan intelijen pada sistem Amerika dan NATO.
Upaya Turki untuk membeli S-400, mungkin juga telah membahayakan prospek penjualan pesawat tempur AS F-35. Karena, anggota Kongres AS telah berusaha untuk memblokir pengiriman jet Ankara atas kekhawatiran terhadap Rusia.
Kendati demikian, juru bicara pemerintahan Rusia, Dmitry Peskov mengatakan pada Rabu 19 Desember bahwa Moskow kembali mengintensifkan mengejar perjanjian dengan Turki untuk menjual sistem pertahanan rudal S-400.
Ketika ditanya apakah langkah tersebut terkait dengan kabar penjualan rudal Patriot AS, Peskov mengatakan "itu tidak terkait."
Sementara itu, pengumuman tersebut muncul tak lama setelah Presiden Donald Trump berbicara dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan pekan lalu, memicu tanda tanya apakah penjualan rudal Patriot mungkin ada hubungannya dengan prospek penarikan pasukan AS dari Suriah utara --di mana Turki tengah berkonflik dengan kelompok Kurdi di sana.
Tapi, seorang pejabat Kementerian Luar Negeri AS menyangkal ada hubungan antara pengumuman rencana penjualan rudal Patriot dengan hal tersebut.
"Pemberitahuan ini memberikan alternatif terhadap interoperabilitas NATO dari S-400 Rusia: tidak lebih, tidak kurang. Ini tidak ada hubungannya dengan masalah kebijakan lainnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri kepada CNN.
Selain keprihatinan atas pembelian sistem persenjataan Rusia oleh Turki, Washington dan Ankara telah terlibat dalam sengketa publik tentang berbagai masalah, termasuk dukungan AS untuk milisi Kurdi di Suriah dan keengganan Washington untuk mengekstradisi ulama yang mengasingkan diri ke AS, Fethullah Gulen, yang dituduh Ankara terlibat upaya kudeta Turki 2016.
Advertisement