Sukses

Utusan PBB Kunjungi Yaman untuk Selamatkan Gencata Senjata di Hodeidah

PBB mengirimkan utusan khusus ke Yaman untuk menyelamatkan gencatan senjata di kota pelabuhan Hodeidah.

Liputan6.com, Sana'a - Utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, diperkirakan segera bertemu dengan pejabat Houthi di ibukota Sanaa, pada pekan ini. Dia ditugaskan untuk membahas langkah-langkah perbaikan gencatan senjata yang rapuh di Hodeidah, kota pelabuhan strategis yang berkecamuk konflik.

Griffiths dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Houthi mengenai gencatan senjata pada akhir pekan nanti, sebelum bertemu dengan Patrick Cammaert, seorang pensiunan jenderal Belanda, yang mengepalai tim pemantau gencatan senjata di Hodeidah

Dikutip dari Al Jazeera pada Minggu (6/1/2019), utusan PBB itu kemudian diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk bertemu dengan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi dan pejabat senior pemerintah lainnya.

Menurut kantor berita AFP, kunjungan Griffiths ke Arab Saudi akan berupaya menyatukan pihak-pihak yang bertikai untuk bertemu selambat-lambatnya pada akhir Januari.

Adapun lokasinya, kemungkinan besar dilakukan di Kuwait, guna menindaklanjuti "kemajuan" yang dibuat pada pembicaraan bulan lalu di Swedia.

Di bawah kesepakatan di Swedia, yang merupakan terobosan signifikan pertama dalam upaya perdamaian sejak perang meletus pada 2014, Houthi diharapkan menyerahkan kendali pelabuhan Hodeidah, Saleef dan Ras Isa, kepada "pemerintah setempat sesuai dengan hukum Yaman".

Namun, kedua belah pihak tidak setuju atas pasal-pasal yang tercantum dalam perjanjian tersebut.

Di satu sisi, pemerintah Yaman menafsirkan bahwa otoritas pelabuhan harus diserahkan kepada para pejabat resmi terkait, sebelum Houthi merebut kota Hodeidah pada akhir 2014.

Sementara itu, Houthi menegaskan kesepakatan itu mengacu pada para pejabat yang saat ini menjalankan pelabuhan, di mana berarti adalah sekutu mereka.

 

Simak video pilihan berikut: 

2 dari 2 halaman

Saling Tuduh Melanggar Gencatan Senjata

Di bawah kesepakatan yang tercipta pada bulan lalu, Houthi dan para pasukan pro pemerintah Yaman diimbau untuk menarik diri dari Kota Hodeidah, dengan gencatan senjata yang diharapkan berlaku di seluruh wiayah khusus setingkat provinsi itu.

Namun, kedua belah pihak saling menuduh telah melanggar gencatan senjata, dengan suara rudal dan tembakan otomatis terjadi hampir setiap hari, membuat keamanan ribuan warga sipil terancam.

Koalisi pimpinan Arab Saudi, yang mendukung pemerintah Yaman, menuduh pemberontak melakukan 268 serangan antara tanggal 18 hingga 30 Desember lalu.

Sementara itu, Houthi menuduh koalisi pimpinan Saudi menembaki beberapa daerah yang dikuasai pemberontak.

Yaman telah dilanda kekerasan sejak 2014 ketika Houthi menyerbu dari basis mereka di Kota Saada, dan berhasil menguasai sebagian besar wilayah negara itu, termasuk Hodeidah sebagai pelabuhan terpenting.

Konflik meningkat pada 2015 ketika Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yang menuduh Houthi sebagai proksi Iran.

Keduanya kemudian meluncurkan koalisi militer yang memulai serangan udara terhadap posisi Houthi, dalam upaya untuk merebut kembali sebagaian wilayah kedaulayan Yaman yang direbut.

Dengan dukungan logistik dari Amerika Serikat, koalisi tersebut telah melakukan lebih dari 18.000 serangan, di mana sekolah, rumah sakit, dan masjid sering menjadi sasaran.

Menurut perkiraan baru-baru ini, sebanyak 85.000 anak mungkin meninggal karena kelaparan sejak intervensi koalisi.