Liputan6.com, Kuala Lumpur - Kepala negara Malaysia, Yang di-Pertuan Agong Sultan Muhammad V, secara tidak terduga turun takhta lebih dulu dari yang seharusnya.
Sebelumnya, tidak ada raja Malaysia yang memutuskan mundur dini sejak negara itu memperolah kemerdekaan dari Inggirs, lebih dari 60 tahun lalu.
Dikutip dari BBC pada Senin (7/1/2019), Istana Nasional tidak memberikan alasan terkait pengunduran diri sang raja, namun mengatakan bahwa hal itu segera diumumkan ke publik.
Advertisement
Turunnya Sultan Muhammad V dari singgasana Kesultanan Malaysia disinyalir berkaitan dengan kehidupan pribadinya yang sempat kontroversial beberapa waktu lalu, yakni ketika muncul pemberitaan singkat bahwa dia menikahi seorang ratu kecantikan asal Rusia.
Baca Juga
Sultan Muhammad V dikabarkan pergi melakukan kontrol medis pada November lalu, dan kemudian di saat bersamaan, muncul foto-foto yang menunjukkan dia menikahi Miss Moscow Oksana Voevodina, yang diduga kuat berlangsung di ibu kota Rusia, Moskow.
Hingga sekarang, pejabat istana belum juga mengomentari rumor pernikahan tersebut, ataupun memberikan rincian lebih lanjut tentang kondisi kesehatan Sultan Muhammad V.
"Yang Mulia mengingatkan agar rakyat Malaysia terus bersatu untuk menjaga persatuan, toleransi, dan bekerja sama," kata sebuah pernyataan resmi dari istana, baru-baru ini.
Pernyataan tersebur juga mencantumkan bahwa Sultan Muhammad V, yang naik takhta pada Desember 2016, "siap untuk pulang ke negara bagian Kelantan".
Surat kabar asal Singapura, The Straits Times, menuliskan opini bahwa Sultan Muhammad V kemungkinan akan tetap bertindak sebagai raja --meski tidak penuh-- selama belum ditentukan penggantinya oleh Dewan Penguasa Malaysia.
Muhammad V, yang baru berusia 47 ketika menjadi raja Malaysia, telah mendapatkan reputasi sebagai sosok yang flamboyan dan berjiwa muda. Dia dikenal menyukai berbagai olahraga ekstrem, seperti balapan, menembak, dan lain sebagainya.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Satu-Satu Pemilik Sistem Monarki Rotasi
Malaysia adalah satu-satunya negara di dunia yang memiliki monarki rotasi, diberlakukan sejak negara itu merdeka pada 1957 silam.
Rotasi itu memberikan kesempatan bagi sembilan penguasa negara bagian untuk bergantian menjadi kepala negara Malaysia setiap lima tahun sekali.
Namun, tugas raja Malaysia hanya bersifat seremonial. Kekuasaan dalam mengatur negara sepenuhnya diserahkan pada parlemen dan perdana menteri.
Meskipun demikian, peran ini dinilai sebagai prestise yang cukup besar, terutama di antara mayoritas muslim Melayu di negara itu, yang mengganggap raja sebagai salah junjungan tertinggi dalam bermasyarakat.
Begitu dihormatinya, bahkan, kritik yang dianggap menghina raja dapat membuat seseorang dijebloskan ke penjara.
Sementara itu, Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang kembali memegang kekuasaan berkat kemenangan mengejutkan pada pemilu Mei lalu, disebut memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan Sultan Mohammad V selama pemerintahan sebelumnya.
Dr M seringkali mengkritik kebijakan raja yang dinilai membatasi kekuasaan parlementer.
Pekan lalu, Mahathir memperingatkan bahwa semua orang Malaysia harus terikat oleh hukum, apa pun status mereka.
Advertisement