Sukses

HEADLINE: Raja Malaysia Sultan Muhammad V Turun Takhta demi Cinta?

Dua kejutan diberikan Raja Malaysia Sultan Muhammad V. Pertama, diam-diam menikahi Miss Moskow 2015, belakangan ia memilih turun takhta.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Enam kendaraan mewah, SUV Cadillac hingga sedan Rolls-Royce dan Maybach, memasuki Istana Negara Malaysia, Senin pagi, 7 Januari 2019. Mobil-mobil yang menyandang simbol kerajaan itu membawa para anggota Majilis Raja-Raja yang terdiri atas para sultan Melayu. 

Sultan Johor datang pertama, disusul penguasa Kedah, dan Perak -- yang juga menjabat sebagai Timbalan (wakil) Yang di-Pertuan Agong. Mereka menggelar rapat khusus untuk membahas waktu pemilihan raja baru Malaysia.

Pemilihan raja akan dilakukan pada 24 Januari 2019, sementara penobatan dijadwalkan pada 31 Januari, demikian menurut Fungsi Pejabat Penyimpan Mohor Besar Raja-raja Malaysia Syed Danial Syed Ahmad. 

Meski tak gaduh, Negeri Jiran sedang menghadapi situasi yang luar biasa. Sehari sebelumnya, sang Kepala Negara, Sultan Muhammad V memutuskan turun takhta. Itu adalah kali pertama terjadi sepanjang sejarah Malaysia pasca-kemerdekaan dari Inggris pada 1957. 

"Istana Negara mengumumkan bahwa Seri Paduka Baginda Tuanku meletak jawatan sebagai Yang di-Pertuan Agong XV," demikian pernyataan pihak kerajaan pada Minggu 6 Januari 2018, seperti dikutip dari Bernama.

Dalam sistem monarki konstitusional Malaysia, pemilihan raja dilakukan setiap lima tahun, dengan sistem rotasi. Sultan Muhammad V, raja Kelantan, baru duduk di singgasana selama dua tahun. 

Dalam empat pekan, Majilis Raja-Raja akan memilih penguasa baru. Dalam masa itu, penguasa Perak, Sultan Nazrin akan menjabat sebagai pelaksana tugas Yang di-Pertuan Agong. Ia tak otomatis naik takhta. Apalagi, secara rotasi, giliran Sultan Pahang yang akan berkuasa. 

Krisis di kerajaan Malaysia bermula saat Sultan Muhammad V menjalani cuti selama dua bulan dengan alasan kesehatan pada November 2018 lalu. Namun, yang kemudian beredar justru foto sang raja duduk di pelaminan. 

Ia dikabarkan menyunting Miss Moskow 2015, Oksana Voevodina yang masih berusia 25 tahun. 

Kabar pernikahan pasangan beda usia 24 tahun itu ramai di media sosial. Sejumlah media Malaysia sempat mengabarkannya, sebelum menarik artikel soal itu. Sementara, pihak istana memilih diam, Perdana Menteri Mahathir Mohamad pun mengaku tak tahu. 

Rumor soal turun takhta juga bikin gaduh di dunia maya, sebelum akhirnya terbukti itu bukan gosip belaka. 

"Seperti halnya Anda, saya mendengar banyak rumor...Saya tidak menerima surat atau petunjuk resmi soal apapun. Jadi saya tak ingin bicara terkait rumor," kata PM Malaysia Mahathir Mohamad dalam sebuah konferensi pers sebelum pengumuman turun takhta dikeluarkan.

Belakangan, PM Mahathir mengungkapkan, pemerintah menerima pengunduran diri Sultan Muhammad V. "Hal tersebut sesuai dengan konstitusi," kata dia pada Senin 7 Januari 2019, seperti dikutip dari situs Channel News Asia.

Mahathir berharap raja baru segera dipilih. Sebab, sebagai perdana menteri, ia harus beraudiensi dengan kepala negara untuk membahas hal-hal tertentu.

Sementara, Deputi PM Malaysia Wan Azizah Wan Ismail mengaku bersedih. Namun, ia menghormati keputusan pengunduran diri Sultan Muhammad V.

Ia mengatakan, kemenangan Koalisi Pakatan Harapan dalam Pemilu Malaysia adalah salah satu peristiwa bersejarah dalam masa kepemimpinan Sultan Muhammad V.

"Baginda juga memberi pengampunan kepada suami saya (Anwar Ibrahim)," kata dia dalam sebuah acara Minggu malam.

Hingga kini belum jelas apa alasan raja berusia 49 tahun itu melengserkan diri. Apakah ia dipaksa atau sukarela?

Sebelumnya, media Malaysia The New Straits Times melaporkan, Dewan Penguasa -- sebuah badan yang terdiri dari berbagai sultan yang mewarisi jabatannya secara turun-temurun dan para pemimpin provinsi sipil lainnya -- menggelar pertemuan mendadak Rabu malam.

Dan, meski belum terkonfirmasi, keputusan Raja Malaysia Sultan Muhammad V konon dikaitkan dengan pernikahannya dengan Oksana Voevodina. Atau lebih tepatnya, masa lalu perempuan ayu tersebut.

Raja Tanpa Permaisuri

Terlahir sebagai Tengku Muhammad Faris Petra ibni Tengku Ismail Petra pada 1969, Sultan Muhammad V diangkat menjadi putra mahkota Kerajaan Kelantan pada usia 10 tahun.

Pada 2010, penyuka olahraga ekstrem tersebut menggantikan sang ayah yang mengalami disabilitas setelah menderita stroke pada bulan Mei tahun sebelumnya.

Perjalanan Sultan Muhammad V menuju singgasana diwarnai intrik di internal Kerajaan Kelantan. 

Lulusan Oxford itu memecat adik lelakinya Tengku Muhammad Fakhry Petra, mantan suami Manohara Pinot, dari Dewan Suksesi Kelantan, lembaga yang bertugas memutuskan apakah Sultan baru harus dinobatkan ketika ayah mereka harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura.

Meski konflik internal belum tamat, pada Oktober 2010, Sultan Muhammad V bergabung dalam Majilis Raja-Raja -- bukti pengakuan dari para koleganya sesama penguasa Melayu.

Seperti dikutip dari The Straits Times, saat naik takhta pada 2016 lalu, Sultan Muhammad V dinobatkan sebagai Raja Malaysia tanpa permaisuri.

Yang di-Pertuan Agong Sultan Muhammad V dari Malaysia (kiri) (Vincent Thian / AP PHOTO)

Ia telah bercerai dengan istri pertamanya Kangsadal Pipitpakdee, bangsawan dari Kerajaan Yamu di Thailand Selatan. 

Pada November 2018, ia mengambil cuti dua bulan dengan alasan "menjalani perawatan". Namun, laporan pernikahannya dengan Miss Moscow 2015 Oksana Voevodina, 25, mulai menyebar di media sosial di Malaysia.

Laporan media Inggris menyebut, acara pernikahan berlangsung mewah, tanpa alkohol dan semua makanan yang disajikan halal. 

Mempelai perempuan dilaporkan memeluk Islam sebelum menikahi Sultan Muhammad V. Ia kemudian menggunggah fotonya, mengenakan jilbab, di samping suami yang baru dinikahinya. Setelah jadi mualaf Oksana Voevodina punya nama baru: Rihana. 

Sebelum menikah dengan Raja Malaysia, ia bekerja sebagai model di China dan Thailand, serta sempat berpartisipasi dalam sebuah reality show televisi di mana ia digambarkan menjalin asmara pada sesama kontenstan, lengkap dengan adegan asmara mereka.

Konon, kisah-kisah yang dianggap 'cabul', foto-fotonya sebagai model, dan penampilannya di televisi dinggap menodai citra Sultan Muhammad V di kalangan Muslim konservatif, yang merupakan mayoritas di negara asalnya, Kelantan.

Desas-desus pun beredar. Raja-raja lain juga dilaporkan tak menyetujui penobatan Oksana Voevodina sebagai permaisuri Kerajaan Malaysia. 

Setelah turun takhta, Sultan Muhammad V akan kembali ke Kelantan, memimpin kerajaan dan rakyat di wilayah yang ada di timur laut Semenanjung Malaysia. 

Sementara itu, Oksana Voevodina yang nyaris jadi Permaisuri Kerajaan Malaysia setidaknya mungkin bisa jadi Raja Perempuan Kelantan.

2 dari 3 halaman

'Antara Raja Edward dan Sultan Muhammad V'

Meski perannya sebatas seremonial, Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong menempati posisi terhormat. Mengkritik mereka adalah perbuatan terlarang, meski Negeri Jiran tak menerapkan aturan lèse majesté.

Politisi Malaysia, Datuk Mohd Tamrin Abdul Ghafar harus berurusan dengan hukum gara-gara mengomentari Sultan Muhammad V.

Dalam artikel yang diposting di Facebook pada 3 Januari 2019, Mohd Tamrin menyoroti cuti dengan alasan kesehatan Sultan Muhammad V dengan pernikahannya dengan mantan ratu kecantikan asal Rusia.

Dalam postingan berjudul "Antara Raja Edward VIII dan Raja Muhammad V", ia mendesak Yang di-Pertuan Agong untuk mengakui pernikahannya.  

"Saya akan ditemani pengacara untuk memenuhi panggilan pihak kepolisian di Departemen Investigasi Kejahatan Komersial Bukit Aman di Kuala Lumpur hari ini," kata Mohd Tamrin kepada Malay Mail, Senin 7 Januari 2019. 

Ia mengaku tak tahu pasal apa yang mungkin dikenakan aparat terhadapnya. Namun, ia bersedia bekerja sama dengan pihak kepolisian.

Pria 71 tahun itu yakin, unggahannya tak melanggar hukum apapun, atau menghina institusi kerajaan Malaysia.

Putra mantan wakil perdana menteri, Tun Abdul Ghafar Baba itu mengatakan, rakyat Malaysia berhak mengetahui apakah Sultan Muhammad V benar-benar menikahi mantan Miss Moscow Oksana Voevodina di Rusia.

Menurut dia, itu adalah persoalan nasional. Sebab, Sultan Muhammad V adalah kepala negara Malaysia. 

Pernikahan Sultan Muhammad V dari Malaysia dan Miss Moscow 2015 Oksana Voevodina (23/11) (Islamnews.ru / Russian Islamic Media Agency)

Mohd Tamrin menyamakan situasi yang dihadapi Sultan Muhammad V dengan mantan raja Inggris Raja Edward VIII, yang mundur dari takhta demi menikahi seorang janda cerai asal Amerika Serikat, Wallis Simpson.

Mantan anggota parlemen Malaka itu menggambarkan pengunduran diri Raja Edward VIII sebagai tindakan mulia, penghormatan atas sistem monarki konstitusional, yang juga dipraktikkan di Malaysia.

Namun, apakah suksesi mendadak Raja Malaysia mirip dengan kejadian yang menimpa Raja Edward VIII, mungkin hanya Sultan Muhammad V dan Majilis Raja-Raja yang tahu.

Kisah Raja yang Turun Takhta demi Wanita

 

Edward VIII turun takhta demi nikahi janda

Sejarah mencatat, kurang dari setahun dimahkotai sebagai Raja Inggris, Edward VIII memutuskan untuk turun takhta. Demi seorang perempuan.

"Saya, Edward VIII, Raja Inggris...dengan ini menyatakan keputusan saya yang tak bisa dibatalkan, untuk meninggalkan takhta untuk diri saya sendiri dan juga untuk anak keturunan saya," tulis dia dalam surat tersebut, seperti Liputan6.com kutip dari Vancouver Sun.

Ia menandatangani surat penyerahan takhtanya, Kamis pagi 10 Desember 1936, di depan saudara-saudaranya dan para pengacara.

Kekuasaannya berakhir di hari ke-325. Ia bahkan belum sempat dinobatkan secara resmi sebagai raja.

Hari berikutnya, Parlemen Inggris dan House of Lords (Dewan Bangsawan) mengeluarkan 'Demise of the Crown' -- persetujuan akhir kekuasaan seorang raja, ratu, atau kaisar akibat meninggal dunia atau menyerahkan kekuasaan alias turun takhta.

"Langkah dramatis itu (untuk turun takhta) menjadi klimaks sepekan penuh ketegangan -- paling tegang yang pernah dialami Inggris sejak Perang Dunia I," demikian dilaporkan Canadian Press kala itu.

"Cinta sang raja pada Wallis Warfield Simpson, perempuan kelahiran Amerika Serikat yang dua kali bercerai dengan suami sebelumnya, adalah alasan mengapa ia turun takhta."

3 dari 3 halaman

Stabilitas Pemerintah Mahathir Terancam?

Drama yang terjadi di Kerajaan Malaysia sempat dikhawatirkan berdampak pada koalisi PM Mahathir Mohamad yang baru berusia delapan bulan. Atau setidaknya bikin para pejabat puyeng. 

Namun, ilmuwan politik Awang Azman Awang Pawi dari Institut Studi Melayu Universiti Malaya berpendapat, pengunduran diri mendadak Sultan Muhammad V tidak akan mengancam stabilitas pemerintahan koalisi Pakatan Harapan.

"Tidak ada krisis konstitusi, ini adalah masalah internal yang diselesaikan oleh pihak kerajaan. Majilis Raja-Raja akan segera bertemu untuk memilih Agong berikutnya," kata dia seperti dikutip dari Asia One.

Hal senada diungkap Oh Ei Sun dari Singapore Institute of International Affairs. Menurut dia, Malaysia tidak mempraktikkan monarki dinasti di tingkat federal, tetapi lebih bersifat rotasi.

"Dengan demikian, penghormatan rakyat adalah untuk institusi dan bukan raja secara individu. Jadi pengunduran diri satu raja akan diikuti oleh penobatan raja lainnya, yang akan mendapatkan rasa hormat yang sama," kata dia seperti dikutip Channel News Asia.

Sementara, Ooi Kee Beng, direktur eksekutif Penang Institute menambahkan,"Pengunduran dirinya mungkin tidak mengejutkan bagi internal kerajaan. Ketidakpastian sekarang adalah tentang siapa Agong berikutnya."

Lewat sebuah surat kepada Majilis Raja-Raja, Sultan Muhammad V memberitahukan pengunduran dirinya 

"Yang Mulia berharap bahwa semua rakyat Malaysia akan terus tetap bersatu, toleran, dan sepakat dalam memikul tanggung jawab bersama untuk menjaga kedaulatan negara sehingga Malaysia akan tetap damai dan harmonis," kata pernyataan pihak kerajaan. 

Sultan Muhammad V juga menyampaikan penghargaannya kepada Perdana Menteri Mahathir Mohamad dan pemerintah atas kerja samanya dalam memerintah negara.

Suka Rela atau Dipaksa?

James Chin, Direktur Institut Asia di Universitas Tasmania menduga, pihak kerajaan telah menggelar pertemuan luar biasa untuk merespons kabar pernikahan Sultan Muhammad V dengan mantan Miss Moskow. Untuk membujuknya turun takhta lebih awal.

Jika memang pernikahan Voevodina dan Muhammad V memicu keputusan Dewan Penguasa yang mendesak Yang di-Pertuan Agong turun takhta lebih awal, Chin menilai bahwa hal itu merupakan 'hal baru' dalam sejarah monarki Negeri Jiran.

"Ini adalah pertama kalinya Majilis Raja-Raja bergerak melawan salah satu dari mereka sendiri," kata James Chin.

"Ada banyak desas-desus tentang 'mengapa', tetapi kita tidak akan pernah mengetahuinya karena mereka cenderung diam untuk melindungi institusi," katanya kepada Asia Times.

Berdasarkan rotasi, Sultan Ahmad Shah dari Pahang, yang berusia 88 tahun giliran menjadi penguasa selanjutnya. 

Ia diperkirakan akan menjadi Yang di-Pertuan Agong berikutnya. Namun, sejumlah pihak meyakini, penguasa Pahang yang sakit-sakitan itu juga bakal turun takhta dalam waktu singkat, untuk membuka jalan bagi putranya Tengku Abdullah Sultan Ahmad Shah (59) menuju singgasana Raja Malaysia.

Namun, keputusan akhir ada di tangan Majilis Raja-Raja Malaysia, yang juga memiliki kekuatan untuk mengubah urutan suksesi.

Sultan-sultan Malaysia dilaporkan antipati pada PM Mahathir Mohamad, yang mendorong amandemen konstitusi selama masa jabatan sebelumnya, untuk membatasi kekuasaan para raja Melayu, melucuti mereka dari kekebalan hukum dari penuntutan pidana.

"Karena Sultan Muhammad V menjauhi politik dalam negeri, ia dianggap sebagai sosok yang aman," kata Mustafa Izzuddin dari ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.

Ia menduga, mundurnya raja Kelantan itu tak ada kaitannya dengan Mahathir yang kembali menjadi perdana menteri.

"Adalah masuk akal untuk menduga bahwa Sultan turun takhta karena alasan pribadi. Dia mungkin menginginkan kehidupan yang lebih tenang dengan istri barunya, tanpa menjadi sasaran pengawasan publik yang terus-menerus."

Kehidupan pribadi Sultan Muhammad V menjadi sorotan setelah dia diam-diam menikah dengan model Rusia yang jauh lebih muda.

"Jika Agong berikutnya memiliki sejarah yang lebih aktif secara politik, seperti Sultan Johor, ini bisa menimbulkan ketegangan dengan pemerintahan Mahathir."