Liputan6.com, Paris - Perdana Menteri Prancis Edouard Philippe telah mengumumkan rencana menghukum para perusuh yang terlibat dalam aksi unjuk rasa Rompi Kuning selama hampir tujuh perkan terakhir.
Pemerintahnya berencana membuat rancangan undang-undang baru yang akan mempersempit ruang gerak perusuh, dan menekan pemakaian topeng dalam setiap agenda unjuk rasa.
Dikutip dari BBC pada Selasa (8/1/2019), sebanyak 80.000 anggota pasukan keamanan akan dikerahkan untuk menangani kemungkinan gelombang protes berikutnya.
Advertisement
Baca Juga
Berbicara di saluran televisi Prancis TF1, Philippe mengatakan pemerintah akan mendukung "undang-undang baru yang menghukum mereka yang tidak menghormati persyaratan untuk menyatakan (protes), mereka yang mengambil bagian dalam demonstrasi yang tidak sah dan mereka yang tiba di demonstrasi mengenakan masker wajah".
Para pembuat onar yang dikenal akan dilarang ikut serta dalam demonstrasi, dengan cara yang serupa dilakukan terhadap para hooligan (suporter sepak bola) yang dilarang masuk stadio jika berbuat rusuh.
"Ini sebagai bentuk tanggung jawab yang dibebankan kepada para pembuat onar, bukan pembayar pajak untuk membayar kerusakan yang disebabkan oleh kerusuhan," tegas Philippe.
Protes yang dimulai sebagai kemarahan atas kenaikan pajak bahan bakar kendaraan telah tumbuh menjadi ketidakpuasan yang lebih umum terhadap kepemimpinan Presiden Emmanuel Macron, yang dituduh oleh pengunjuk rasa, mendukung elit perkotaan.
Dalam sinyal tindakan yang lebih kersal oleh pemerintah Prancis, pihak kepolisian disebut telah menangkap salah seorang pemimpin protes, seorang supir truk bernama Eric Drouet, pada pekan lalu dengan tuduhan mengorganisir demonstrasi ilegal di Paris.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Kerusuhan Terjadi Hampir Setiap Pekan
Laporan tentang aksi unjuk rasa terkini menyebut bahwa demonstran nekat menghancurkan gerbang kantor pemerintah pada akhir pekan.
Dalam situasi rusuh lainnya di Paris, para demonstran terlibat bentrok dengan polisi anti huru hara, di mana kemudian memicu aksi bakar kendaraan di beberapa sudut ibu kota.
Protes terhadap kenaikan pajak bahan bakar meletus pada 17 November, ketika banyak orang di seluruh Prancis mengenakan seragam keselamatan dengan garis fluoresens, yang kemudian memicu julukan "Rompi Kuning" pada mereka.
Demonstrasi terus terjadi hampir di setiap akhir pekan selama dua bulan terakhir. Meskipun jumlah pendukungnya semakin menyusut, namun aksi unjuk rasa itu kerap disertai dengan kekerasan dan tindakan melanggar hukum.
Sejauh ini dilaporkan bahwa enam orang tewas dan setidaknya 1.400 lainnya cedera akibat kerusuhan tersebut.
Sementara itu, Macron membuat beberapa konsesi ekonomi pada Desember lalu dalam upaya untuk menenangkan para demonstran.
Namun, setelahnya, sang presiden justru memberikan nada menantang dalam pidato tahun barunya, mengatakan pemerintah akan melanjutkan program reformasinya, dan "tidak akan memberi kelonggaran dalam menjamin ketertiban umum".
Advertisement