Liputan6.com, Ankara - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memuji keputusan Donald Trump untuk menarik pasukan Amerika Serikat (AS) dari Suriah, namun mengatakan bahwa hal itu harus dilakukan secara hati-hati dan dengan "mitra yang tepat".
Dalam sebuah artikel yang ditulis Erdogan untuk surat kabar The New York Times pada Senin 7 Januari, dia menyatakan komitmen Turki untuk mengalahkan ISIS dan kelompok teroris lainnya di Suriah.
"Presiden Trump membuat keputusan tepat untuk menarik diri dari Suriah. Penarikan Amerika Serikat, bagaimanapun, harus direncanakan dengan hati-hati dan dilakukan dalam kerjasama dengan mitra yang tepat, guna melindungi kepentingan Amerika Serikat, komunitas internasional dan masyarakat Suriah," tulis Erdogan, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (8/1/2019).
Advertisement
"Turki, yang memiliki pasukan kedua terbesar di antara para anggota NATO, adalah satu-satunya negara dengan kekuatan dan komitmen untuk melakukan tugas itu," lanjutnya.
Baca Juga
Dalam editorialnya tersebut, Erdogan juga memperingatkan bahwa masyarakat internasional harus menghindari membuat kesalahan yang sama seperti di Irak, pada Suriah.
"Pelajaran dari Irak, di mana kelompok teroris ini (ISIS) lahir, adalah bahwa deklarasi kemenangan prematur dan tindakan sembrono cenderung menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi," tulisnya.
Menurutnya, langkah pertama adalah menciptakan kekuatan stabilisasi oleh seluruh komponen masyarakat Suriah. Selain itu, juga mempertimbangkan pendirian sebuah badan terintegrasi yang dapat melayani semua warga Suriah, serta membawa hukum dan ketertiban secara tegas ke berbagai bagian negara.
Menurut Hillary Mann Leverett, seorang mantan diplomat AS, Erdogan berusaha menghadirkan Turki "sebagai mitra yang kredibel bagi AS di Suriah" dan wilayah yang lebih luas.
"AS mungkin ingin bekerja lebih dekat dengan Rusia ketika Trump pertama kali terpilih, tetapi kebijakan AS terhadap Rusia telah runtuh karena penyelidikan internasional (yang diduga mencampuri pemilu presiden) di sini, dan Trump tidak dapat bekerja sama dengan Iran karena keenggannnya mencabut sanksi, "katanya, merujuk pada dua negara pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad.
"Jadi, benar bahwa Turki di bawah Erdogan sedang berusaha menampilkan dirinya sebagai pemain yang dapat bekerja sama dengan AS, sebagai sekutu utama NATO dan negara berpengaruh lainnya," lanjut Mann Leverett.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Memicu Kecaman dan Kekhawatiran
Dalam sebuah pernyataan mengejutkan pada 19 Desember lalu, Donald Trump mengatakan bahwa ISIS telah dikalahkan di Suriah, sehingga pihaknya mengumumkan segera menarik 2.000 tentara dari negara itu.
Langkah tersebut memicu kecaman sekaligus kekhawatiran, terutama bagi sekutu utamanya, seperti Prancis dan Inggris, yang memperingatkan bahwa ISIS belum terkalahkan.
Namun, dalam beberapa hari terakhir, pejabat pemerintahan Trump telah menegaskan bahwa penarikan pasukan dari timur laut Suriah tidak akan terjadi dengan cepat.
Hal itu ditegaskan oleh Trump pada Senin 7 Januari, di mana menurut pernyataannya yang kontradiktif, ISIS belum sepenuhnya ditumpas, dan penarikan militer akan dilakukan dengan cara "bijaksana".
"Kami akan pergi dengan langkah yang tepat, sementara pada saat yang sama terus memerangi ISIS dan melakukan semua hal lain yang bijaksana dan perlu!" Trump menulis di Twitter.
Pernyataannya tersebut menyusul perjalanan Penasehat keamanan AS John Bolton ke Israel, yang mengatakan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa penarikan itu tidak akan terjadi sebelum "ISIS dikalahkan dan tidak dapat bangkit".
Bolton juga mengatakan penarikan itu akan dilakukan dengan cara yang "benar-benar menjamin" keamanan Israel dan sekutu regional lainnya.
Advertisement