Liputan6.com, Shaanxi - Kecelakaan tambang terjadi di utara China. Sejumlah pekerja pun dilaporkan tewas.
"Setidaknya 21 penambang tewas ketika atap runtuh di tambang batu bara di China utara," kata para pejabat seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/1//2018).
Baca Juga
Sebanyak 66 penambang berhasil diselamatkan setelah kecelakaan tambang akibat langit-langitnya runtuh pada Sabtu 12 Januari waktu setempat. Mereka dievakuasi dari tambang Lijiagou dekat Kota Shenmu di Provinsi Shaanxi.
Advertisement
Kantor berita resmi Xinhua melaporkan bahwa penyebab keruntuhan sedang diselidiki.
Kecelakaan pertambangan di Chinacukup umum meskipun ada upaya untuk meningkatkan keselamatan.
Menurut laporan Xinhua, tambang Lijiagou yang terdampak dioperasikan oleh Perusahaan Pertambangan Baiji. Sejauh ini belum ada rincian lebih lanjut dari insiden kecelakaan tambang tersebut.
Oktober 2018 lalu, 21 penambang batu bara tewas ketika sebuah batu bawah tanah jatuh memblokir sebuah lorong di tambang Provinsi Shandong timur.
Menurut angka terbaru dari Administrasi Keselamatan Tambang Batubara Nasional China, ada 375 kematian di tambang batubara pada tahun 2017. Jumlah tersebut menurun sekitar 28 persen dari tahun sebelumnya.
Dalam sebuah pernyataan Januari 2018 lalu, sebuah biro mengatakan bahwa situasi keselamatan tambang batubara di China masih membahayakan meskipun sejauh ini sudah mulai ada perbaikan.
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Tambang Emas Runtuh di Afghanistan, 30 Orang Tewas
Kecelakaan tambang juga pernah terjadi di Afghanistan. Sebanyak 30 orang dilaporkan tewas ketika sebuah tambang emas runtuh di wilayah timur laut negara itu pada Minggu 6 Januari 2019.
Runtuhnya tambang emas itu terjadi di Distrik Kohistan, Provinsi Badakhshan. Penduduk setempat dilaporkan telah menggali lubang sedalam 60 meter di dasar sebuah sungai untuk berburu emas, dan terjebak oleh reruntuhan yang kemungkinan disebabkan oleh naiknya tingkat arus air.
Penambang, yang sebagian besar tidak berlisensi, menggunakan eskavator ketika tambang runtuh. Setidaknya tujuh orang lainnya terluka, demikian sebagaimana dikutip dari BBC pada Senin 7 Januari 2019.
Kepala Distrik Kohistan, Rostam Raghi mengatakan kepada kantor berita BBC di Afghanistan, "Penduduk setempat bergegas ke tempat kejadian dan hanya berhasil menyelamatkan 13 pekerja. Puluhan lainnya, termasuk beberapa anak, tewas."
Nik Mohammad Nazari, juru bicara gubernur provinsi, mengatakan kepada kantor berita AFP, "Penduduk desa telah terlibat dalam bisnis ini selama beberapa dekade tanpa kontrol pemerintah."
"Kami telah mengirim tim penyelamat ke daerah itu, tetapi penduduk desa sudah lebih dulu mulai mengevakuasi jenazah," lanjutnya.
Seorang juru bicara Otoritas Manajemen Bencana Nasional Afghanistan mengatakan kepada AFP bahwa masing-masing keluarga korban akan menerima santunan sebesar 50.000 afghani, atau sebesar Rp 9,2 juta.
Advertisement