Liputan6.com, Brasilia - Ini adalah saat yang menakjubkan ketika laba-laba terlihat berjatuhan dari langit di Brasil seperti hujan. Tapi ternyata arakhnida itu menempel pada jaring raksasa yang nyaris tak terlihat, yang mereka pilin untuk menangkap mangsa.
Dalam rekaman yang beredar, seperti dimuat Daily Mail, Minggu (13/1/2018), disebutkan bahwa klip berisi tayangan ratusan laba-laba hitam kecil seperti jatuh dari awan kelabu itu direkam di Minas Gerais, Brasil selatan.
Baca Juga
Laba-laba parawixia bistriata sebenarnya menetap di jaring besar yang telah mereka buat untuk berburu mangsa. Mereka menenunnya, lalu menyelinap di sepanjang jaring yang hampir tak terlihat.
Advertisement
"Fenomena luar biasa ini sejatinya cukup umum terjadi di pedesaan Brasil selatan selama cuaca panas dan lembab," kata para ahli.
Jaring yang sangat tipis memberikan ilusi bahwa arakhnida mengambang di udara, karena hampir mustahil bagi mata manusia untuk melihatnya.
"Mereka tidak berbahaya, tak menyebabkan kecelakaan atau beracun, mereka tidak berbahaya bagi manusia," ujar Cristina Anne Rheims, seorang ahli biologi di Butano Institute di UOL.
Video laba-laba menyelimuti langit di Brasil itu, yang diposting di Facebook dan salah satu situs berbagi video populer pekan lalu, telah dilihat lebih dari 32.000 kali.
"Selamat atas inisiatif untuk merekam fenomena menakutkan ini!!," komentar seorang bernama Giselle Ribeiro.
Lainnya mengomentari, "Fenomena yang aneh, menakutkan. Saya sudah pernah mendengar tentang ini."
Saksikan juga video berikut ini:
Sarang Laba-Laba Raksasa Selimuti Bibir Pantai di Yunani
Sementara itu, sebuah pantai yang tenang di Aitoliko, Yunani barat belum lama ini berubah mengerikan setelah kawanan laba-laba 'menyerang' daratan di sekitarnya. Serangga ini menciptakan sarang raksasa yang membentang seluas 304,8 meter.
Alhasil warga yang melintas dan tinggal di sekitar pantai menjadi heboh dengan munculnya fenomena asing tersebut. Dalam sebuah video yang diunggah situs pengunggah video oleh Giannis Giannakopoulus pada Selasa 18 September 2018, terlihat jaring laba-laba tebal menutupi semak belukar, daun-daun palem, kapal nelayan, dan kursi yang berada di tepi pantai.
Menurut ahli biologi molekuler dari Democritus University of Thrace, Maria Chatzaki, 'pelaku utamanya' adalah laba-laba genus Tetragnatha. Laba-laba dengan struktur tubuh panjang dan bisa berjalan di permukaan air tersebut melakukan hal tak lazim itu karena bulan ini sudah masuk musim kawin.
Suhu tinggi di Yunani telah membentuk kondisi ideal bagi Tetragnatha untuk memulai 'pesta' perkembangbiakan. Peningkatan populasi nyamuk juga dianggap berkontribusi terhadap sejumlah besar laba-laba di wilayah tersebut.
"Ketika seekor hewan menemukan sumber makanan yang berlimpah, suhu tinggi dan kelembapan yang cukup, ia memiliki kondisi yang pas untuk dapat membuat populasi besar," demikian kata Maria, seperti dikutip dari USA Today, Jumat 21 September 2018.
"Fenomena seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya di Aitoliko, sebab ini adalah fenomena musiman yang umumnya terjadi di akhir musim panas dan awal musim gugur. Dan mereka bisa menciptakan sarang raksasa hanya dalam watu semalam," lanjutnya.
Tetragnatha merupakan genus laba-laba yang memiliki ratusan spesies. Mereka dapat ditemukan di seluruh dunia, tapi paling banyak ada di daerah tropis dan subtropis.
Laba-laba genus Tetragnatha sering disebut juga sebagai laba-laba peregangan, karena bentuk tubuh mereka yang bisa memanjang dan berovulasi. Jaring yang mereka buat tidak hanya untuk menangkap mangsa seperti lalat dan nyamuk, tetapi juga untuk bersarang.
Untungnya, laba-laba ini tidak berbahaya bagi manusia. Selain itu, laba-laba yang ditemukan di barat Yunani kemungkinan akan terus kawin dalam waktu cukup lama untuk melanjutkan generasi dan kemudian mereka mati tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada lingkungan.
"Pejantan dan betina akan berpasangan di bawah jaring raksasa, menelurkan generasi baru, sebelum akhirnya mati. Laba-laba ini tidak berbahaya bagi manusia dan tidak akan menyebabkan kerusakan pada flora di kawasan itu," jelas Maria.
Advertisement