Sukses

Bangga, Komikus Remaja Indonesia Menang Penghargaan dari UNICEF

UNICEF ​​meluncurkan kompetisi tahun lalu untuk menemukan "pahlawan" yang mampu membantu kaum muda berbicara menentang kekerasan di sekolah.

Liputan6.com, Jakarta - Seperti banyak negara di dunia, Indonesia memiliki masalah yang cukup serius dengan intimidasi dan kekerasan di sekolah.

Untuk memerangi ancaman global yang memengaruhi kesejahteraan fisik dan emosi dari begitu banyak siswa, UNICEF ​​meluncurkan kompetisi tahun lalu untuk menemukan "pahlawan" yang mampu membantu kaum muda berbicara menentang kekerasan di sekolah.

Badan PBB itu baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka telah menemukan pahlawan super mereka di "Cipta", karakter yang diciptakan oleh Rizka, seorang siswa sekolah menengah berusia 17 tahun dari Sulawesi Selatan di Indonesia, demikian seperti dikutip dari Coconuts.co, Rabu (16/1/2019).

Rizka adalah pemenang Kontes Komik Superhero UNICEF ​​School, yang diluncurkan pada Oktober 2018 di New York Comic-Con.

Kontes ini bertujuan untuk "merancang pahlawan super komik mereka sendiri yang akan mengalahkan The Silence dan membantu menjaga anak-anak tetap aman di sekolah."

The Silence adalah penjahat super yang mewakili kekuatan yang membuat anak-anak tidak berbicara tentang perundung dan kekerasan di sekolah.

Seperti yang diumumkan di halaman Instagram resmi UNICEF ​​kemarin, entri Rizka mengalahkan 3.615 kiriman dari lebih dari 130 negara. Pahlawan supernya, Cipta, akan membintangi buku komiknya sendiri yang akan tersedia di lebih dari 100.000 sekolah di seluruh dunia.

Seperti yang dijelaskan dalam siaran pers dari UNICEF:

"Rajwa, juga dikenal sebagai Cipta, adalah seorang anak berusia 15 tahun yang dapat mengubah gambarnya menjadi objek kehidupan nyata dan mengendalikannya untuk menghentikan kekerasan di sekolah. Dia memberikan buku sketsanya kepada anak-anak yang takut berbicara. Di dalamnya, mereka dapat menggambar atau menulis objek yang ingin dia buat dan kontrol. Dia menggambar dan kemudian menyebar 'sketsa-burung' di masyarakat untuk anak-anak untuk menuliskan masalah mereka dan mengirim pesan kepadanya dan siapa pun yang mereka inginkan."

Penggagas Cipta, Rizka, mengatakan dia terinspirasi untuk terus menggambar oleh seseorang dalam hidupnya dan karenanya dia berharap gambarnya dapat menginspirasi orang lain juga.

"Saya berencana untuk menciptakan Cipta dengan konsep melawan keheningan dengan keheningan."

Untuk membuat buku komik yang nantinya akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di seluruh dunia, Rizka akan bekerja dengan tim profesional dan menerima sesi bimbingan dari seniman komik Gabriel Picolo.

UNICEF ​​mengatakan buku komik full-length Rizka yang lengkap harus dirilis pada Juli 2019.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Perundungan Jadi Penyebab Anak Mogok Sekolah?

Drama anak mogok sekolah kerap dialami banyak orangtua. Aneka bujuk rayu bahkan memarahi anak sudah dilakukan, tapi hasilnya si kecil memilih di rumah.

Menurut Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi atau akrab disapa Kak Seto, jangan memaksa atau memarahi kala anak mogok sekolah. Bisa jadi anak sedang mengalami school phobia atau takut ke sekolah.

Harus dilihat dua sisi, baik dari pengalaman anak dan kondisi sekolah. Orangtua tidak disarankan mengambil kesimpulan sendiri.

"Kalau anak enggak mau sekolah, jangan salahin anaknya, salahin sekolahnya. Pada dasarnya, anak itu suka belajar. Dari awal kan dia belajar jalan dan lain-lain," ungkap Seto Mulyadi saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat beberapa saat lalu.

Jangan lantas memarahi saat anak tak mau sekolah. Justru orangtua harus lebih aktif mencari tahu penyebabnya. Bisa berkonsultasi dengan pihak sekolah atau mendengar pendapat anak secara lebih terbuka.

"Anak TK di Semarang bunuh diri, karena dipaksa ibunya sekolah. Padahal tidak disadari, anaknya di-bully oleh teman-temannya. Seperti diledek dan dilecehkan," kata Kak Seto.

Menurutnya ketika anak tidak mau sekolah, bukan berarti ia tak mau mencari ilmu. Kondisi tersebut tak bisa dipaksakan dan harus segara dicaria akar permasalahan serta solusinya.

" Jadi, jangan ada pemaksaan sekolah. Karena anak hanya tidak mau sekolah, bukan tidak mau belajar. Sumber belajarnya yang ingin dihindari. Dan itu enggak bisa dipaksa," ujar Kak Seto.