Liputan6.com, Tokyo - Otoritas Jepang disebut akan mengecualikan semua anggota keluarga perempuan di kekaisaran, untuk berpartisipasi dalam salah satu ritual utama, selama penyerahan takhta dari Kaisar Akihito kepada putra sulungnya, Putra Mahkota Naruhito, lapor kantor berita Kyodo.
Jepang diketahui telah lama melarang wanita mewarisi takhta, di mana hal itu sempat mengancam garis kekaisaran, hingga kelahiran satu-satunya cucu laki-laki Kaisar Akihito, Pangeran Hisahito, pada 2006.
Dikutip dari The Straits Times pada Jumat (18/1/2019), Akihito menjadi kaisar pertama yang memutuskan mundur dalam sejarah monarki itu dalam 200 tahun terakhir. Keputusan itu disebut akan melibatkan serangkaian ritual yang kompleks, di mana detailnya ditentukan oleh para pejabat istana.
Advertisement
Baca Juga
Dalam upacara Kenji to Shokei no Gi di Istana Kekaisaran pada 1 Mei mendatang, kaisar baru Jepang akan mewarisi pakaian sakral seperti pedang dan permata, lapor kantor berita Kyodo.
Ditanya mengapa wanita dan anggota keluarga kekaisaran yang lebih muda tidak diikutsertakan di ritual terkait, Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga mengatakan upacara akan didasarkan pada Konstitusi Jepang, dan menghormati tradisi keluarga kekaisaran.
Kyodo menulis bahwa tidak ada wanita yang diundang ke upacara terkait ketika Akihito naik takhta pada 1989 silam.
Sementara itu, seluruh anggota Kabinet Jepang akan diundang, termasuk kemungkinan satu-satunya menteri wanita Jepang, Satsuki Katayama, yang menjabat sebagai menteri revitalisasi regional.
Katayama bisa menjadi pengecualian karena berada dalam kelas menteri, yang didefinisikan sebagai pengamat, bukan mereka yang benar-benar mengambil bagian dalam upacara.
Sementara itu, anggota wanita dari keluarga kekaisaran akan hadir di ritual lain yang berkaitan dengan penyerahan tersebut.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Kondisi Sosial Wanita Jepang
Wanita di rumah tangga kekaisaran kehilangan status bangsawan mereka dan menjadi warga negara biasa ketika menikah dengan orang biasa.
Ini berbeda dengan Inggris, yang memungkinkan pemimpin wanita dan memperbarui hukumnya untuk memungkinkan kaum Hawa memiliki status yang sama dalam urutan suksesi pada 2015.
Di lain pihak, perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah meminta wanita untuk memainkan peran yang lebih aktif dalam ekonomi, dan mengambil porsi kepemimpinan, untuk membantu melawan populasi pekerja Jepang yang menyusut.
Namun skandal pelecehan seksual dan pengucilan wanita dari sekolah kedokteran belum lama ini, telah membayangi kebijakan negara tersebut, dan memicu kontroversi di banyak sektor.
Advertisement