Sukses

Pakistan hingga Rusia, Ini 5 Negara dengan Kebrutalan Polisi Terburuk di Dunia?

Negara-negara berikut disebut memiliki polisi yang brutal. Mana saja?

Liputan6.com, Jakarta - Polisi adalah penjaga hukum masyarakat atau pranata umum sipil yang menjaga ketertiban, keamanan dan penegakan hukum diseluruh wilayah negara. Tugas mereka, menurut KBBI, antara lain memelihara keamanan dan ketertiban umum, menangkap orang yang melanggar undang-undang, dan sebagainya.

Akan tetapi, polisi bukanlah otoritas yang memutuskan siapa saja yang pantas dibunuh atau dihukum. Kepolisian, selaku lembaganya, bertanggung jawab di bawah hukum dan konstitusi. Mereka juga tidak bisa memutuskan sebuah perkara hukum di tangan mereka sendiri.

Namun, ada kasus di sejumlah negara di dunia di mana polisi diketahui telah melampaui peran dasar mereka. Beberapa pasukan kadang-kadang menempatkan tugas mereka seseuai "tempatnya", tetapi ada pula yang melampaui batas.

Menurut arikel yang dipublikasi dalam Top Tenz, yang dikutip oleh Liputan6.com pada Senin (21/1/2019), berikut adalah 5 negara dengan kebrutalan polisi terburuk di dunia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 6 halaman

1. Pakistan

Polisi di Pakistan menempati urutan pertama versi Top Tenz. Mereka dikenal karena dianggap kerap melakukan korupsi dan bertindak sewenang-wenang. Mereka juga memiliki reputasi buruk lantaran beberapa kali melakukan pembunuhan di luar proses hukum.

Menurut data Human Rights Commission of Pakistan (HRCP), sebanyak 6.610 pria dan 23 wanita, serta 12 korban kekerasan dilakukan oleh polisi selama periode 2014 hingga Mei 2018. Dari jumlah tersebut, 3.345 orang terbunuh.

Ada banyak kasus pembunuhan di luar hukum dan kebrutalan polisi di Pakistan. Beberapa contoh seperti insiden Model Town (14 demonstran tewas karena tembakan polisi), pembunuhan model Naqeebullah Mehsud, dan masih banyak lagi.

Tapi, insiden yang terjadi pada 19 Januari 2018, sejauh ini merupakan kasus kebrutalan polisi Pakistan yang terburuk yang pernah ada.

Polisi kontraterorisme Punjab diduga dengan sengaja menembak mati empat orang, yakni Muhammad Khalil, istrinya Nabeela, putrinya Areeba yang berusia 13 tahun dan seorang tetangganya bernama Zeeshan di hadapan tiga anak Zeeshan, di jalan raya di daerah Qadirabad di Distrik Sahiwal pada siang itu. 

Counter Terrorism Department (CTD) mengklaim dalam sebuah pernyataan bahwa para penegak hukum memberi isyarat pada sebuah mobil Suzuki Alto dan sebuah sepeda motor untuk berhenti di dekat Plaza Tol Sahiwal di GT Road, tetapi mereka tidak menepi. Polisi pun langsung menghujani kendaraan tersebut dengan peluru.

Polisi pertama-tama mengidentifikasi para korban sebagai "penculik" dan kemudian sebagai "teroris dari kelompok terlarang". Namun setelah diselidiki lebih jauh, mereka adalah rombongan keluarga dan tetangga yang hendak bepergian dari Lahore ke Burewala untuk menghadiri pesta pernikahan.

Di satu sisi, beberapa saksi mata di lokasi kejadian menyebut, CTD menembaki mobil korban tanpa memberikan peringatan apa pun. Terlebih, di mobil Khalil dan Zeeshan tidak ditemukan barang-barang mencurigakan atau benda yang berkaitan dengan terorisme.

 

3 dari 6 halaman

2. Afrika Selatan

Sebuah data menunjukkan bahwa jumlah orang yang dibunuh oleh polisi di Afrika Selatan, meningkat setiap tahunnya. Jika semua gugatan perdata terhadap polisi ditegakkan, anggaran pemerintah akan dikonsumsi di pengadilan saja.

Angka tentang penyiksaan oleh polisi dan pemerkosaan oleh oknum berseragam, terus meningkat tajam setiap tahunnya.

Pada tahun 2016, dilaporkan ada 244 kematian dan 124 perkosaan oleh oknum berseragam polisi di Afrika Selatan. Sedangkan 145 kasus penyiksaan oleh polisi juga dilaporkan pada tahun yang sama.

4 dari 6 halaman

3. Mesir

Seorang perwira CIA, pada tahun 2004, mengklaim bahwa jika seseorang ingin "menghilang dari planet ini", maka ia harus dikirim ke Mesir.

Situasi di Negeri Piramida dikatakan kian memburuk setelah 'musim semi' Arab atau dikenal sebagai Arab Spring.

Menurut Nadeem Centre, 600 penyiksaan lokal dilaporkan terjadi pada tahun 2015 bersama dengan 40.000 penangkapan, 1.265 laporan orang hilang dan 267 pembunuhan.

Banyak dari insiden tersebut dilakukan untuk mendukung kudeta militer yang menguntungkan Abdul Fattah Said Hussein Khalil as-Sisi, presiden Mesir saat ini.

5 dari 6 halaman

4. Somalia

Kepolisian Somalia bisa digambarkan seperti kondisi dalam negeri negara itu sendiri akibat perang saudara, yaitu kacau. Lebih dari 1.000 perwira polisi yang dilatih oleh militer Jerman, dilaporkan menghilang dan diduga bergabung dengan milisi Islam pada tahun 2009.

Pasukan tersebut tidak dibayar dan menggunakan tindakan ilegal untuk meningkatkan pendapatan mereka.

Perampasan properti pribadi dan paksaan pemberian uang yang dilakukan oleh polisi Somalia terhadap penduduk di sana, terutama untuk suap, adalah pemandangan yang lumrah.

Selain itu, ada pula laporan yang menyebut bahwa polisi tidak lagi menangani kasus kejahatan dan mendukung ketidakadilan, dengan imbalan uang suap.

Di satu sisi, berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki negara ini, tetapi sampai sekarang belum banyak berhasil.

6 dari 6 halaman

5. Rusia

Pembunuhan dalam tahanan dan kekerasan oleh polisi di Rusia disebut sangat umum terjadi, sehingga hampir tidak dilaporkan. Tak lagi menarik untuk dijadikan berita.

Satu kasus paling terkenal baru-baru ini adalah kasus kematian yang menimpa pemain drum dari grup musik lokal yang berjaya di tahun 1970-an, Sergei Pestov. Ia adalah drummer band Zhar-Ptitsa.

Pada 4 September 2015, Pestov, yang saat itu berusia 57 tahun, baru saja meletakkan stik drumnya usai manggung di sebuah garasi yang dikonversi di Dubna, sebuah kota kecil dekat Moskow, ketika petugas polisi menyerbu masuk. Seketika, polisi pun menangkap Pestov dengan tuduhan kepemilikan narkoba.

Pagi berikutnya, istri Pestov, Irina, menerima kabar duka. Suaminya dilaporkan meninggal setelah menjalani pemeriksaan dan ditahan semalaman oleh polisi Rusia. Anehnya, di tubuh Pestov ditemukan banyak luka memar.

Pestov dikabarkan meregang nyawa di rumah sakit setempat. Para aktivis HAM lokal menduga bahwa Pestov adalah korban penyiksaan petugas kepolisian Rusia.

"Polisi mulai memukulnya segera setelah mereka memasuki garasi," Yekaterina Shcherbina, salah satu musisi yang berada di garasi pada malam penggrebekan itu. "Salah satu petugas meninju bagian belakang kepalanya, dan darah mulai mengalir dari hidung Pestov."

Para petugas tidak menunjukkan surat perintah penggeledahan atau penangkapan, tidak memberikan penjelasan untuk kehadiran mereka dan setidaknya salah satu dari mereka "berbau alkohol."

Tangan Pestov diikat dengan ikat pinggangnya sendiri, dan dia diseret ke kantor polisi terdekat untuk diinterogasi, di mana polisi memaksa dia untuk mengakui bahwa dia telah menjual narkoba selama lebih dari satu dekade. 

Namun terlepas dari keseriusan dakwaan tersebut, petugas mengklaim bahwa mereka telah melepaskan musisi rock itu sekitar pukul 04.00 keesokan harinya, setelah "mencapai kesepakatan".

Jika dia memang sudah dibebaskan, namun tidak ada kejelasan ke mana dia pergi. Pestov bahkan tidak pulang dan dia tidak menghubungi teman atau keluarganya.

Polisi mengaku, Pestov mengeluhkan rasa sakit dan merasa tak badan. Ia kemudian disebut koma dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit.