Sukses

Mengapa Supermoon Januari 2019 Disebut Super Blood Wolf Moon? Ini 3 Faktanya

Supermoon muncul pada Januari 2019 dan disebut Super Blood Wolf Moon. Mengapa?

Liputan6.com, Melbourne - Supermoon kembali muncul di awal 2019. Kali ini, pada bulan Januari, dinamakan sebagai Super Blood Wolf Moon, yang menghiasi langit malam pada 20 hingga 21 Januari 2019.

Menurut NASA, orang-orang yang tinggal di kawasan Amerika utara dan selatan, dapat melihat keseluruhan proses gerhana bulan tersebut. Begitu juga di lokasi-lokasi seperti Greenland, Islandia, Irlandia, Britania Raya, Norwegia, Swedia, Portugal, serta pantai-pantai di Prancis dan Spanyol.

Wilayah Eropa lainnya, pun dengan Afrika, dapat memandang Gerhana Bulan Sebagian sebelum satelit alam Bumi ini hilang di balik awan. Sementara itu, sisi timur Amerika Utara adalah tempat yang memiliki pemandangan terbaik.

Akan tetapi, Supermoon dilaporkan terlihat dari Pantai Barat ke Pantai Timur, dan terjadi jauh lebih lama daripada gerhana sebelumnya. Durasinya kira-kira 1 jam dan 3 menit.

Menurut badan antariksa milik pemerintah Amerika Serikat itu, Super Blood Wolf Moon sangat jarang muncul dan tampak di angkasa. Hanya penduduk di 28 negara yang dapat menyaksikannya dengan jelas atau dengan mata kepala sendiri.

Namun, beberapa orang belum mengetahui mengapa Supermoonpada Januari tahun ini dinamakan Super Blood Wolf Moon. Inilah tiga hal yang perlu diketahui publik terkait peristiwa alam tersebut, seperti dikutip dari ABC, Senin (21/1/2019).

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

2 dari 4 halaman

1. Apa Itu Wolf Moon?

"Secara harafiah, 'bulan serigala' adalah bulan purnama pertama di Januari," kata Tracy Gregg, seorang ahli planet di University at Buffalo.

"Jadi, Super Blood Wolf Moon adalah a). Bulan purnama pertama di bulan Januari; b). Bulan purnama yang terjadi ketika jarak antara Bumi dan Bulan dalam jangka terpendeknya; c). gerhana Bulan --semua proses a dan b terjadi sekaligus!" tegas Gregg, menambahkan bahwa itu adalah fenomena langka.

Sementara itu, menurut Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, Wolf Moon hanyalah sebutan Bulan Purnama pada bulan Januari bagi orang Barat. Di Indonesia, kata dia, cukup dikatakan sebagai Supermoon saja.

"Disebut Supermoon karena ukuran purnama lebih besar dari rata-rata, yang disebabkan karena jarak terdekat dengan Bumi. Disebut Blood Moon karena Bulan berwarna merah tua, disebabkan karena Gerhana Bulan Total. Gerhana Bulan Total tidak terlihat dari Indonesia. Sedangkan Wolf moon adalah purnama pada bulan Januari, bagi orang Barat. Gabungan dari semua itu adalah Super-blood-wolf-moon. Di Indonesia cukup Supermoon," ujar Thomas, ketika dihubungi Liputan6.com pada Senin (21/1/2019).

3 dari 4 halaman

2. Mengapa Disebut Wolf Moon?

Menurut situs Timeanddate.com, Bulan Purnama pertama tahun ini dinamai bak serigala yang melolong. Dalam beberapa budaya kuno, Bulan purnama itu dikenal sebagai Old Moon, Ice Moon, Snow Moon, dan Moon after Yule.

Pada zaman kuno, Wolf Moon biasa dijadikan pedoman oleh penduduk zaman dahulu untuk melacak perubahan musim dengan mengikuti pergerakan Bulan ketimbang Matahari--yang kini menjadi dasar 12 bulan dalam kalender modern sekarang.

Selama ribuan tahun, orang-orang di seluruh Eropa, serta suku-suku asli Amerika, menamai bulan-bulan tersebut dengan musim di Belahan Bumi Utara, dan banyak nama-nama ini yang sangat mirip atau identik.

Di abad canggih sekarang, kita menggunakan nama-nama bulan kuno itu sebagai nama Bulan Purnama. Dengan kata lain, orang Amerika Kolonial mengadopsi banyak nama penduduk asli Amerika dan memasukkannya ke dalam kalender modern.

Namun, tampaknya nama itu adalah kombinasi dari nama bulan orang Amerika Asli, Anglo-Saxon, dan Jerman yang melahirkan nama-nama yang biasa digunakan untuk Bulan Purnama saat ini.

Sejumlah tahun bahkan memiliki 13 Bulan Purnama, yang menjadikan salah satunya Blue Moon, karena tidak cocok dengan sistem penamaan Full Moon tradisional. Namun, ini bukan satu-satunya definisi Blue Moon.

Bulan Purnama pertama di Januari sering disebut sebagai Wolf Moon. Nama lainnya yakni Old Moon, Ice Moon, dan Snow Moon, meskipun nama alias ini biasanya dikaitkan dengan Bulan Purnama di Februari.

Sementara almanak menyatakan bahwa Wolf Moon adalah nama penduduk asli Amerika. Sedangkan sumber lain mengklaim bahwa istilah ini berakar dari Anglo-Saxon.

Dalam budaya Anglo-Saxon, Bulan Purnama pertama pada Januari juga disebut "Moon after Yule", yang merupakan waktu perayaan festival kuno Winter Solstice, sekitar 22 Desember.

Lolongan Serigala untuk Berkomunikasi

Terlepas dari mana nama Wolf Moon berasal, konon pada tanggal munculnya Bulan ini, kawanan serigala akan melolong untuk berkomunikasi dengan serigala lainnya dalam jarak jauh, baik di Amerika Utara maupun di Eropa.

Ini adalah cara yang disampaiakan hewan pemangsa tersebut untuk mengatakan, "Aku ada di sini" kepada anggota serigala lain yang berbeda lokasi.

Selama musim denning (proses ketika induk serigala menggali lubang besar untuk membuat sarang yang dijadikan tempat dia melahirkan dan kemudian keluar setelah 3 bulan berdiam di lubang tersebut) di musim semi dan awal musim panas, serigala hanya melolong untuk mengumpulkan gerombolannya.

Saat akhir musim panas bergerak menuju musim gugur, serigala semakin sering melolong, sehingga memanggil binatang lain dan musuh.

Lolongan rata-rata dari seekor serigala jantan bertahan dari 3 hingga 7 detik. Sedangkan bila bersautan, lolongan dapat bertahan lebih dari 30 hingga 120 detik dan akan berlangsung lebih lama selama musim kawin pada Februari.

Jadi, serigala amat menunjukkan "batabg hidungnya" di bulan-bulan pertama setelah pergantian tahun atau tahun baru. Inilah mengapa, mungkin banyak orang yang menghubungkan bulan Januari dengan serigala yang melolong.

Kendati demikian, komunitas ilmiah tidak memiliki indikasi terkait fase Bulan dengan lolongan serigala. Hal yang mereka ketahui adalah satwa nokturnal ini selalu melolong ke arah Bulan. Mereka mengarahkan wajah ke langit, karena memproyeksikan lolongan ke atas dapat membawa suara mereka lebih jauh.

4 dari 4 halaman

3. Mengapa Bulan Terlihat Merah?

"Kita terbiasa melihat Bulan Purnama ketika sinar rembulan terang. Sebenarnya sinar ini adalah sinar Matahari murni yang dipantulkan dari permukaan Bulan," kata Gregg.

"Selama Gerhana Bulan, satu-satunya cahaya yang didapatkan oleh Bulan dipantulkan dari atmosfer Bumi. Atmosfer Bumi menghamburkan cahaya biru, itulah sebabnya langit tampak biru. Tetapi cahaya merah dipantulkan ke permukaan Bulan, jadi itulah yang kita lihat selama Gerhana Bulan," ucapnya.

Sebagaimana dipelajari oleh kita semasa SMA, Bulan tidak mampu mengeluarkan cahaya sendiri. Satelit Bumi ini bersinar karena permukaannya memantulkan sinar Matahari. Selama Gerhana Bulan Total, Bumi bergerak antara Matahari dan Bulan, lalu memotong pasokan cahaya Bulan. Ketika ini terjadi, permukaan Bulan mengambil cahaya kemerahan, sehingga tidak benar-benar menjadi gelap.

Warna merah dari Bulan saat gerhana total, telah mendorong banyak orang dalam beberapa tahun terakhir untuk menyebutnya Bulan Darah atau Blood Moon.

Alasan mengapa Bulan menjadi kemerahan selama Gerbaha Bulan Total adalah fenomena yang disebut penghamburan Rayleigh (Rayleigh scattering). Ini adalah mekanisme yang menyebabkan cahaya Matahari ketika terbit dan terbenam, menjadi berwarna-warni--dan agar langit terlihat biru.

Meskipun sinar matahari terlihat putih di mata manusia, sinar matahari sebenarnya terdiri dari berbagai macam warna. Warna-warna ini terlihat melalui prisma atau tampilan pelangi.

Warna yang menuju ke bagian spektrum merah memiliki panjang gelombang lebih panjang dan frekuensi lebih rendah dibandingkan dengan warna yang menuju ke bagian spektrum ungu. Ini memiliki panjang gelombang lebih pendek dan frekuensi lebih tinggi.

Penyebab Bulan Berwarna Merah

Lantas, mengapa Bulan menjadi merah darah? Jawabannya adalah karena atmosfer Bumi.

Lapisan udara di sekitar planet kita terdiri dari berbagai jenis gas, air, dan partikel debu. Ketika sinar Matahari memasuki atmosfer Bumi, ini akan menyerang partikel yang lebih kecil dari panjang gelombang cahaya, kemudian tersebar ke berbagai arah.

Namun, tidak semua warna dalam spektrum cahaya tersebar merata.

Warna dengan panjang gelombang lebih pendek, terutama ungu dan biru, tersebar lebih kuat, sehingga mereka dihapus dari sinar matahari sebelum menyentuh permukaan Bulan selama Gerhana Bulan.

Sedangkan warna yang memiliki panjang gelombang lebih panjang, seperti merah dan oranye, dibiarkan masuk melewati atmosfer Bumi. Cahaya merah dan oranye ini kemudian dibengkokkan atau dibiaskan di sekitar Bumi, menghantam permukaan Bulan dan memberinya sinar oranye kemerahan ketika Gerhana Bulan Total.

Namun sesungguhnya, Bulan dapat mengambil berbagai macam warna, tidak harus merah, oranye, atau emas selama Gerhana Bulan Total. Ini tergantung pada kondisi atmosfer Bumi pada saat gerhana.

Jumlah partikel debu, air, awan, dan kabut, semuanya dapat berkontribusi pada pembentukan efek warna merah darah. Abu dan debu vulkanik di atmosfer juga dapat menyebabkan Bulan menjadi gelap selama gerhana.

Fakta unik lainnya adalah, jika Anda cukup beruntung dapat menyaksikan proses Gerhana Bulan Total dari Bulan langsung, Anda akan melihat cincin merah di sekitar Bumi. Akibatnya, Anda akan melihat matahari terbit dan terbenam di saat tertentu di Bumi.