Liputan6.com, Washington DC - Legislator Senat AS (majelis tinggi Kongres), Kamala Harris (54), mengajukan diri dalam bursa bakal calon Presiden Amerika Serikat pada Pilpres 2020 mendatang.
Senator dari Negara Bagian California dan politikus Partai Demokrat itu meluncurkan kampanyenya pada Senin, 21 Januari 2019 waktu lokal--yang merupakan hari libur nasional 'Martin Luther King Jr'-- dalam sebuah penampilan di Good Morning America ABC.
"Mari kita lakukan ini bersama. Mari klaim masa depan kita. Untuk diri kita sendiri, untuk anak-anak kita, dan untuk negara kita," ujar perempuan berdarah India-Jamaika itu dalam sebuah video kampanye yang dirilis bertepatan dengan penampilannya di televisi, demikian seperti dilansir The Guardian, Selasa (22/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Harris telah secara resmi meluncurkan kampanyenya pada Minggu, 20 Januari 2019 di sebuah rapat umum di Oakland, California, kota kelahirannya dan di mana dia mengawali karier sebagai jaksa di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.
Pengumuman Harris menyusul langkah serupa yang telah diumumkan oleh rekan legislator Amerika Serikat lainnya: Elizabeth Warren dari Massachusett, Kirsten Gillibrand dari New York, anggota Kongres Hawaii Tulsi Gabbard dan mantan menteri perumahan Juilán Castro.
Beberapa senator lain juga tengah mempertimbangkan untuk maju dalam bursa calon Presiden Amerika Serikat pada Pilpres 2020, antara lain: Cory Booker dari New Jersey, Sherrod Brown dari Ohio, Amy Klobuchar dari Minnesota dan Bernie Sanders dari Vermont.
I'm running for president. Let's do this together. Join us: https://t.co/9KwgFlgZHA pic.twitter.com/otf2ez7t1p
— Kamala Harris (@KamalaHarris) January 21, 2019
Selain itu, mantan wakil presiden Joe Biden, mantan anggota Kongres Texas Beto O'Rourke dan mantan Wali Kota New York City Michael Bloomberg juga mempertimbangkan untuk ikut serta. Demikian juga para politikus negara bagian termasuk Wali Kota Los Angeles, Eric Garcetti, dan anggota Kongres California Eric Swalwell.
Para bakal calon itu, termasuk Harris, akan melalui proses seleksi di internal partai, yang berujung pada diajukannya primary contender atau calon primer yang didapuk penuh oleh partai.
Di internal Demokrat, dengan perbedaan kebijakan yang relatif kecil di antara calon potensial, proses seleksi primary contender akan berlangsung selama beberapa bulan dan berkutat di sekitar isu identitas politik, strategi pemilihan dan ideologi.
Para pemilih akan memilih siapa yang mereka yakini paling cocok untuk menghadapi Donald Trump --jika ia hendak maju lagi-- atau politisi Republik setipe, serta siapa yang dapat paling menarik hati banyak konstituensi partai, yang meliputi pemilih kulit putih dari pedesaan, kaum muda, wanita berpendidikan perguruan tinggi dan orang kulit berwarna.
Â
Simak video pilihan berikut:
Cenderung Tak Dikenal, Namun Punya Rekam Jejak
Sebuah jajak pendapat kolaborasi NPR-PBS NewsHour-Marist baru-baru ini menemukan bahwa 54 persen pemilih utama Partai Demokrat tidak yakin, atau belum pernah mendengar, tentang Kamala Harris.
Terlepas hal itu, Harris cenderung memiliki rasa percaya diri yang besar.
Harris memulai kariernya sebagai wakil jaksa di Distrik Alameda, California, sebelum menjadi jaksa distrik San Francisco, di mana ia berfokus pada pencegahan kejahatan. Pada 2010, ia mengalahkan lawannya dari Partai Republik untuk menjadi Jaksa Agung California. Enam tahun kemudian dia dengan mudah terpilih menjadi senator, di mana dia menjadi perempuan kulit hitam kedua yang pernah bertugas di Senat AS.
Sejak tiba di Senat pada 2016, Harris telah membangun reputasi karena membawa gaya penuntutan dalam rapat dengar pendapat untuk pengangkatan beberapa pejabat untuk pemerintahan Presiden Donald Trump. Dalam pertukaran agresif dengan mantan jaksa agung Jeff Sessions, pria itu mengatakan pertanyaan Harris yang terburu-buru membuatnya "gugup".
Sementara keterampilan yang dia asah di ruang sidang telah memberikan mnfaat tersendiri di Senat dan membantu mengangkatnya ke garis depan gerakan perlawanan anti-Trump. Tapi, orang-orang progresif masih memiliki pertanyaan serius tentang kariernya sebagai "polisi top" di California.
Partai Republik menyindir majunya Harris ke bursa calon presiden pada Senin 21 Januari 2019, dengan memanggilnya "tidak memenuhi syarat dan tidak relevan".
"Kamala Harris bisa dibilang kandidat Demokrat yang paling kurang layak," juru bicara Komite Nasional Partai Republik, Michael Ahrens mengatakan dalam sebuah pernyataan, menambahkan: "Yang dia tunjukkan untuk waktu singkatnya di Senat adalah catatan suara yang sangat radikal-liberal."
Sementara itu, dalam kolom opini di The New York Times, profesor hukum San Francisco University, Lara Bazelon, menuduh Harris "sering berada di sisi sejarah yang salah" ketika ia menjabat sebagai Jaksa Agung California.
Harris, kata Bazelon, mendukung inisiatif yang mengancam orang tua yang membiarkan anak-anaknya membolos sekolah dengan hukuman penjara. Dia juga membela seorang jaksa yang memalsukan kesaksian, hanya mengalah setelah kasus tersebut menarik perhatian nasional.
Advertisement