Liputan6.com, Bangkok - Hasil tes DNA yang dilakukan terhadap dua jenazah yang ditemukan terdampar di Sungai Mekong di Thailand utara pada Desember 2018 lalu, menunjukkan bahwa keduanya adalah pegiat pemerintah dan menurut polisi mereka dibunuh karena motif politik.
Kedua orang tersebut yang dikenal dengan nama samaran Puchana dan Kasalong, adalah dua dari tiga pegiat yang dilaporkan hilang sejak bulan Desember dari rumah mereka di Laos.
Advertisement
Baca Juga
Mereka tinggal di Laos karena melarikan diri dari Thailand.
Keduanya adalah bagian dari sekelompok warga Thailand yang tinggal di Laos yang memiliki pertalian dengan gerakan Baju Merah anti pemerintah yang melakukan protes jalanan di Bangkok di tahun 2010 yang kemudian diberangus oleh militer, demikian seperti dikutip dari ABC Indonesia, Kamis (24/1/2019).
Beberapa di antara mereka juga adalah bagian dari kelompok garis keras yang menghendaki Kerajaan Thailand berubah menjadi republik, dan dicari pemerintah karena menghina kerajaan dan anggota keluarga kerajaan.
Tindak penghinaan terhadap kerajaan adalah tindak kejahatan yang dianggap serius dan pelakunya bisa dihukum maksimal 15 tahun penjara bila dinyatakan bersalah.
Hilangnya pegiat tersebut menimbulkan kekhawatiran di kalangan pegiat lainnya bahwa mereka diculik oleh kelompok pembunuh, yang mungkin bergerak sendiri atau mendapat persetujuan dari pihak berwenang.
Militer Thailand ketika mengumumkan pengambilalihan kekuasaan dalam kudeta di tahun 2014 mengatakan mempertahankan kerajaan akan menjadi prioritas utama.
Kepala polisi provinsi Nakhon Phanom Mayor Jenderal Thanachart Rodklongton mengatakan hasil tes di lab forensik menunjukkan hasil tes DNA dari jasad yang ditemukan sama dengan DNA dari anggota keluarga.
Jenazah itu ditemukan pada 27 dan 28 Desember, dibungkus karung yang diisi dengan semen agar jenazah tersebut tenggelam di sungai.
Nama kedua orang tersebut belum diumumkan, tapi pegiat ketiga yang dilaporkan masih hilang adalah pemimpin kelompok Baju Merah yang sudah lama dikenal sebagai pegiat anti pemerintah bernama Surachai Danwattananusorn, atau lebih dikenal dengan nama Surachai sae Dan.
Nasibnya belum diketahui.
Surachai sekarang berusia 70 tahunan dan sudah menghabiskan waktu di penjara karena kasus penghinaan terhadap kerjaaan sejak tahun 1970-an keitka dia menjadi gerilyawan komunis di Thailand selatan.
Ketiganya sudah tidak terlihat oleh teman-teman mereka di Laos sejak pertengahan bulan Desember.
Simak video pilihan berikut:
Para Pejabat Thailand Membantah Terlibat
Sejak tahun 2016, paling sedikit dua pembangkang asal Thailand di Laos telah hilang dengan alasan yang mencurigakan.
Pejabat Thailand membantah keterlibatan mereka atas hilangnya para aktivis dan mengatakan mereka sudah berusaha menggunakan jalur hukum agar mereka bisa diekstradisi ke Thailand.
Sementara beberapa pembangkang Thailand bisa mendapatkan status suaka politik di negara-negara Barat, tapi mereka yang tidak memiliki koneksi, atau dokumen maupun dana biasanya melarikan diri ke negeri tetangga seperti Laos dan Kamboja.
Beberapa di antaranya terus melakukan kegiatan politk lewat internet, sementara yang lainnya berusaha bersikap low profile.
Semuanya hidup dalam ketakutan, karena hubungan transaksional yang dimiliki Thailand dengan negeri tetangga, di mana beberapa negara kadang menyerahkan pegiat itu karena bisa mendapat keuntungan.
Advertisement