Liputan6.com, Queensland - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Pemerintah Australia mempertimbangkan penghentian tambang batubara Adani di Queensland, sampai mendapatkan dukungan pemilik lahan yang kini menggugat ke pengadilan.
Komite PBB menyampaikan kekhawatiran proyek ini bisa melanggar hak-hak pribumi sesuai konvensi internasional mengenai diskriminasi rasial. PBB memberi batas waktu hingga April bagi Australia.
Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial PBB bulan lalu menyurati Dubes Australia dengan dugaan Perjanjian Penggunaan Tanah Adat Adani (ILUA) mungkin dilakukan tanpa itikad baik.
Advertisement
Baca Juga
Ketua komite Noureddine Amir dalam suratnya kepada Dubes Sally Mansfield menyatakan khawatir ILUA mengarah pada "kepunahan sertifikat tanah masyarakat adat" di Australia, demikian dikutip dari laman ABC News Indonesia, Minggu (27/1/2019).
Menanggapi hal ini Menteri Sumber Daya Matt Canavan mengatakan PBB harus menghormati sistem hukum Australia.
Amir mengatakan perubahan UU hak milik asli pada 2017 demi mengakui ILUA, tidak ditandatangani semua pemilik hak pribumi.
"Komite khawatir... realisasi Proyek Tambang dan Kereta Api Carmichael melanggar hak-hak masyarakat Wangan dan Jagalingou (W&J) yang dilindungi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial," kata Amir.
Menurut Martin Wagner, pengacara di AS yang mengadvokasi W&J ke PBB, surat komite itu ke Australia bukan hal yang enteng.
"Saya berharap dengan cara ini, dari lembaga internasional yang ahli dalam hak asasi manusia, Australia akan menganggapnya serius," kata Wagner.
Senator Canavan mengatakan pertanyaan mengenai persetujuan dari pemilik tradisional terhadap tambang Adani telah diuji di pengadilan Australia.
"PBB harus menghormati sistem hukum Australia dan prosesnya. Komite khusus ini tak boleh mengarahkan tindakan kami dalam hal yang tak mereka pahami," katanya.
Sementara itu penggalangan dana dilakukan untuk membiayai gugatan hukum warga W&J ke Adani.
Dana Grata Fund ini membiayai jaminan 50 ribu dolar bagi pengacara W&J untuk banding atas akses Adani terhadap lahan tambang.
Direktur Grata Fund Isabelle Reinecke menilai pentingnya langkah PBB mengangkat masalah ini.
Adani telah berusaha membangkrutkan satu dari lima penggugat, yaitu Adrian Burragubba, terkait biaya pengadilan 600 ribu dolar yang belum dia bayar.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Adanya Perjanjian Abal-Abal?
Juru bicara Adani mengatakan masalah yang diangkat komite PBB telah dipertimbangkan dan dinilai secara transparan menurut hukum Australia.
Dia mengatakan perusahaan ini selalu menghormati undang-undang Australia tentang hak-hak pribumi.
Dia menuduh Burragubba dikompori oleh aktivis kelompok lingkungan hidup, termasuk Proyek Sunrise yang menyumbang 495 ribu dolar untuk LSM GetUp.
Dia menambahkan jika gugatan bangkrut terhadap Burragubba berhasil, dananya akan disumbangkan untuk badan amal.
Adani menyumbangkan hampir 27 ribu dolar untuk Partai Nasional Liberal di Queensland pada November lalu.
Burragubba sendiri menuduh Adani mengandalkan "perjanjian abal-abal".
"ILUA sewaan mereka tak didukung oleh pemilik tradisional W&J yang sah dari daerah kepemilikan pribumi Carmichael Belyando," kata Burragubba.
"Adani tak bisa menghentikan kami, membungkam suara kami dengan taktik membangkrutkan, yang bertujuan mengintimidasi kami," ujarnya.
Advertisement