Sukses

Tuntut Presiden Honduras Turun, Ribuan Demonstran Bentrok dengan Polisi

Aksi unjuk rasa di Honduras yang dilakukan ribuan oposisi pemerintah Hernandez dilaporkan berujung bentrok.

Liputan6.com, Tegucigalpa - Ribuan massa melancarkan aksi demonstrasi dan terlibat bentrok dengan polisi, pada peringatan satu tahun pemerintahan Presiden Juan Orlando Hernandez. Aksi yang menuntut pengunduran diri Hernandez tersebut terjadi di jalanan ibu kota, Tegucigalpa, Honduras, dan berbagai penjuru negeri.

Para demonstran menuduh Hernandez melakukan kecurangan pemilu, dikutip dari BBC News pada Senin (28/1/2019).

 

Hernandez adalah seorang politisi sayap konservatif pro-Amerika Serikat, yang memenangkan pemilihan umum 2017 silam. Kemenangan Hernandez tersebut hanya memiliki selisih 1,53 persen dari Salvador Nasralla.

"Banyak orang yang menjadi target serangan gas dan pukulan", kata pemimpin oposisi sekaligus mantan Presiden Honduras, Manuel Zelaya.

"Kami akan melancarkan gelombang protes hingga pemogokan nasional, dan akan berakhir setelah kediktatoran ini jatuh," lanjutnya.

Pemerintahan Hernandez dimulai sejak Mahkamah Agung secara kontroversial mencabut peraturan pemungutan suara ulang. Hal ini meningkatkan tensi pihak oposisi.

Kemenangan Hernandez kemudian dilegitimasi secara yuridis, pasca pengadilan pemilihan Honduras, menyatakan sah hasil pemilu. Pernyataan tersebut diberikan pasca-penghitungan ulang parsial, hampir satu bulan sejak dilakukannya pemungutan suara nasional.

Hernandez tengah berada pada kegiatan pemuda Katholik di Panama, saat demonstrasi terjadi. Pada kegiatan yang dipimpin oleh Paus Fransiskus tersebut, Hernandez memintanya untuk mendoakan Honduras.

Pihak oposisi hingga saat ini menentang hasil pemilihan umum dan menolak kemenangan Hernandez. Selain itu, demonstrasi diprediksi akan terus terjadi.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Protes Telah Berlangsung Sejak Tahun Lalu

Sementara itu, demonstrasi di Honduras juga terjadi awal tahun lalu. Aksi yang diikuti oleh ribuan orang tersebut, menolak hasil pemilihan umum yang ditetapkan oleh pengadilan. Aksi tersebut dipimpin oleh Salvador Nasralla, pemimpin oposisi kala itu.

"Kami tidak akan berhenti hingga Hernandez mengatakan dia meninggalkan (pemerintahan)," kata Nasralla dikutip dari The Globe and Mail News.

Demonstrasi yang dilakukan di San Pedro hari itu adalah kali pertamanya sejak pemilihan umum 26 NOvember 2017. Massa aksi juga mengecam Amerika Serikat serta negara lain yang mengakui kemenangan Hernandez.

Hernandez memenangkan pemilu setelah meraup 42,95 persen suara. Untuk pihak oposisi, Nasralla, suara hanya mencapai 41,42 persen.

Di lain sisi, Hernandez mengatakan bahwa pemilu telah dilakukan tanpa kecurangan, dan menentang adanya pemilihan ulang. Demonstrasi yang berlangsung sejak dinyatakan terpilihnya Hernandez tersebut, telah menewaskan 17 orang.