Sukses

AS Ancam Venezuela Jika Mengintimidasi Diplomat dan Pemimpin Oposisi

AS memperingatkan Venezuela bahwa segala ancaman terhadap diplomat Amerika atau pemimpin oposisi Juan Guaido akan mendapat "tanggapan yang signifikan" dari Amerika.

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat telah memperingatkan Venezuela bahwa segala ancaman terhadap diplomat Amerika atau pemimpin oposisi Juan Guaido akan ditanggapi dengan "tanggapan yang signifikan" dari Negeri Paman Sam.

Penasihat Kepresidenan AS Bidang Keamanan Nasional, John Bolton mengatakan "intimidasi" semacam itu akan menjadi "serangan besar terhadap aturan hukum", demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (28/1/2019).

Peringatannya datang beberapa hari setelah AS dan lebih dari 20 negara lain mengakui Guaido sebagai presiden interim Venezuela.

Sementara itu, John Guaido telah menyerukan protes anti-pemerintah pada hari Rabu 30 Januari dan Sabtu 3 Februari.

Krisis politik di Venezuela mencapai titik didih di tengah upaya yang sedang berkembang dari oposisi untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro.

Maduro dilantik untuk masa jabatan kedua awal bulan ini setelah memenangi pemilu yang diboikot oposisi atas tuduhan kecurangan suara, yang memicu protes besar.

Sementara itu, pada Minggu 27 Januari, Atase Militer Venezuela untuk AS, Kolonel José Luis Silva, membelot dari pemerintahan Maduro, dengan mengatakan ia mengakui Guaido sebagai presiden interim.

Belakangan, Bolton bersuara via Twitter untuk menegaskan kembali posisi Washington dan memperingatkan pihak lain terhadap segala bentuk "kekerasan dan intimidasi".

Juga di Twitter, Guaido menyerukan mogok damai selama dua jam untuk melumpuhkan negara itu pada Rabu 30 Januari dan melakukan "unjuk rasa besar nasional dan internasional" pada Sabtu 3 Februari.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Krisis Diplomatik Venezuela dengan Negara Barat

Pada hari Sabtu, beberapa negara Eropa termasuk Spanyol, Jerman, Prancis, dan Inggris mengatakan mereka akan mengakui Juan Guaido sebagai presiden jika pemilihan tidak diadakan dalam waktu delapan hari.

Tetapi Presiden Nicolas Maduro telah menolak ini, mengatakan bahwa ultimatum harus ditarik.

"Venezuela tidak terikat dengan Eropa. Ini penghinaan total," katanya kepada CNN Turk, Minggu 27 Januari 2019.

Maduro menambahkan bahwa dia siap untuk "terlibat dalam dialog yang komprehensif" dengan mereka yang menentang kepresidenannya, dan bahwa dia telah mengirim Donald Trump "banyak pesan", tetapi dia pikir presiden AS "membenci kita".

Dia kemudian muncul pada latihan militer di negara bagian tengah Venezuela, Carabobo, di mana dia menyerukan "persatuan, disiplin, dan kohesi" untuk mengatasi apa yang dia gambarkan sebagai "percobaan kudeta" oleh Guaido.

Maduro memutuskan hubungan dengan AS Kamis lalu atas dukungan Washington terhadap Guaido, dan memerintahkan utusan AS untuk meninggalkan Venezuela dalam waktu 72 jam.

Namun pada Sabtu malam, karena batas waktu akan berakhir, kementerian luar negeri Venezuela mengatakan akan menarik perintah pengusiran, dan sebagai gantinya memberikan waktu 30 hari bagi kedua belah pihak untuk mendirikan "kantor kepentingan" di masing-masing negara.

Kantor kepentingan digunakan ketika negara tidak memiliki hubungan diplomatik formal, tetapi ingin memiliki tingkat kontak dasar untuk mewakili kepentingan mereka.

Washington sebelumnya mengatakan tidak mengakui otoritas Maduro untuk mengusir para diplomatnya.

Sementara itu, Guaido mengatakan kepada Washington Post bahwa ia sedang dalam pembicaraan dengan para pejabat "militer simpatik" di Venezuela dengan tujuan membangun dukungan untuk kepresidenannya.