Liputan6.com, Canberra - Ratusan ribu ikan di Sungai Darling, Australia, mati baru-baru ini. Warga di dekat perairan kota tenggara Menbacke Outback tersebut, harus dihadapkan pada lautan hewan air mati, berwarna putih.
Otoritas setempat mengingatkan pada Selasa, 29 Januari 2019, bahwa kemungkinan akan ditemukan lebih banyak ikan mati dalam waktu dekat. Hal ini berkaitan dengan kenaikan suhu udara, serta prediksi tidak akan adanya curah hujan selama beberapa hari hingga minggu ke depan, di bagian timur Australia. Demikian, dikutip dari The Straits Times pada Selasa (29/1/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut ilmuwan, tragedi itu disebabkan oleh tingkat air dan oksigen yang rendah serta kemungkinan adanya ganggang beracun. Hal ini diafirmasi oleh pengawas dari Kementerian Industri Primer New South Wales. Pengawas kementerian mengatakan kematian ikan massal terjadi, karena tingkat oksigen terlarut sangat rendah pada cuaca panas.
Pengawas kementerian juga mengonfirmasi jumlah ikan. Mereka menemukan ratusan ribu ikan yang telah mati, saat mengunjungi situs yang dimaksud.
Berbeda dari ilmuwan dan pengawas, warga sekitar menganggap musibah terjadi karena pencemaran dan penurunan kualitas air sungai, di bagian timur Australia tersebut.
Saksikan video pilihan berikut:
Tindakan Pemerintah
Menteri Urusan Air Wilayah New South Wales, Niall Blair, menyampaikan bahwa pemerintahnya tidak memiliki pilihan. Pihaknya hanya bisa memasang aerator di sungai tempat terjadinya tragedi nahas. Ia berharap tindakan itu dapat sedikit membantu.
"Ini bukan karena (kami) tidak ingin mengeluarkan uang, namun memang tidak ada alternatif lain yang dapat dilakukan," ungkap Blair, prihatin.
"Satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah memasukkan air segar melalui sistem," lanjutnya.
Wilayah pedalaman timur Australia telah dilanda kekeringan yang berkepangjangan selama beberapa waktu terakhir, dengan gelombang panas ekstrem memperburuk kondisi.
Memang baru-baru ini Australia tengah menghadapi bencana kekeringan di sebagian wilayah, Queensland adalah daerah yang paling parah. Beberapa daerah di negeri kanguru tersebut bahkan telah memasuki tahun ketujuh kekeringan.
Selain berdampak pada kematian ikan, kekeringan ini juga berdampak pada pertanian. Keuntungan dari sektor agraris diprediksikan akan jatuh lebih dari US$ 13.000 (sekira Rp 130 miliar). Tak heran, fenomena ini disebut sebagai "Big Dry" yang merujuk pada kasus kurangnya curah hujan yang berpengaruh pada merosotnya perekonomian.
Advertisement