Liputan6.com, London - Pada 30 Januari 1649, di London, Raja Inggris, Charles I dipenggal karena pengkhianatannya.
Charles, anggota House of Stuart, naik ke takhta Inggris pada 1625 setelah kematian sang ayah, Raja James VI of Scotland atau James I of England.
Besar di Skotlandia, Charles pindah ke Inggris setelah ayahnya mewarisi takhta kerajaan pada 1603, di mana ia menghabiskan sebagian besar sisa hidupnya.
Advertisement
Charles menjadi pewaris takhta Inggris, Skotlandia dan Irlandia pada kematian kakak laki-lakinya, Henry Frederick, Prince of Wales, pada tahun 1612.
Awal nasib nahas sang raja bermula ketika kerajaan memutuskan untuk menikahkan Charles dengan putri Habsburg Spanyol Maria Anna dalam kunjungan delapan bulan ke Spanyol pada tahun 1623. Namun, kebijakan itu gagal karena tidak populer, dan negosiasi pernikahan antar-kerajaan harus kandas.
Baca Juga
Dua tahun kemudian, pada tahun yang sama ketika Charles mewarisi takhta, ia menikahi putri Bourbon Henrietta Maria dari Prancis sebagai gantinya.
Pernikahan itu menyinggung rakyat Protestan Inggris, mengingat Henrietta Maria adalah seorang putri Katolik Prancis.
Dia kemudian menanggapi oposisi politik terhadap pemerintahannya dengan membubarkan Parlemen pada beberapa kesempatan dan pada tahun 1629 memutuskan untuk memerintah prerogatif sepenuhnya tanpa Parlemen.
Charles percaya pada hak ilahi raja dan berpikir dia bisa memerintah sesuai dengan nuraninya sendiri. Banyak rakyat menentang kebijakannya, khususnya pada pemungutan pajak tanpa persetujuan parlemen, dan menganggap tindakan Charles mencerminkan raja absolut yang tiran.
Kebijakan agamanya, ditambah dengan perkawinannya dengan seorang Katolik Roma, menimbulkan antipati dan ketidakpercayaan terhadap kelompok-kelompok pro-reformasi, seperti Puritan Inggris dan Covenanters Skotlandia, yang menganggap pandangannya terlalu Katolik.
Anggapan itu tercermin pada sikap Charles yang mendukung para pemimpin gereja Anglikan, seperti Richard Montagu dan William Laud, dan gagal membantu pasukan Protestan selama Perang Tiga Puluh Tahun.
Usahanya untuk memaksa Gereja Skotlandia untuk mengadopsi praktik-praktik Anglikan menyebabkan Perang Uskup. Perang itu kemudian memperkuat posisi parlemen Inggris dan Skotlandia dalam membantu mempercepat kejatuhan Charles.
Pada 1642, perjuangan sengit antara raja dan Parlemen untuk supremasi pemerintahan Britania menyebabkan pecahnya perang saudara Inggris pertama.
Para anggota Parlemen dipimpin oleh Oliver Cromwell, yang pasukan Ironsides-nya yang tangguh memenangkan kemenangan penting melawan pasukan Royalis raja di Marston Moor pada 1644 dan di Naseby pada 1645.
Sebagai pemimpin New Model Army dalam perang sipil Inggris kedua, Cromwell membantu mengusir invasi Royalis Raja ke Skotlandia, dan pada 1646, Charles yang terdesak di Bumi Highlanders menyerah kepada pasukan Skotlandia pro-Cromwell.
Pada 1648, Charles dipaksa untuk muncul di hadapan pengadilan tinggi yang dikendalikan oleh musuh-musuhnya, di mana ia divonis karena pengkhianatan dan dijatuhi hukuman mati.
Pada 30 Januari 1649, Charles dipenggal.
Monarki pun dihapuskan, dan pemimpin parlemen Oliver Cromwell mengambil alih kendali Persemakmuran Inggris yang baru.
Pada 1658, Cromwell meninggal dan digantikan oleh putra sulungnya, Richard, yang terpaksa melarikan diri ke Prancis. Itu disebabkan karena pada tahun berikutnya, terjadi pemulihan monarki dan penobatan Charles II, putra Charles I, sebagai penerus takhta monarki Inggris.
Oliver Cromwell dihukum secara anumerta atas pengkhianatan, dan jenazahnya dibongkar dari makamnya di Westminster Abbey dan digantung di tiang gantungan di Tyburn.
Peristiwa lain yang juga disorot dunia pada tanggal 30 Januari adalah terpilihnya Adolf Hitler manjadi Kanselir Jerman. Prosesi itu terjadi pada tahun 1933.
Sementara pada 30 Januari 2000, sebuah kecelakaan udara menimpa Penerbangan Kenya Airways 431 yang jatuh di Samudera Atlantik. 169 Orang dilaporkan tewas dalam musibah tersebut, sementara 10 orang selamat.
Â
Simak video pilihan berikut: