Sukses

Intelijen AS: Korea Utara Masih Simpan Senjata Nuklir

Menurut intelijen AS, Korea Utara masih menyimpan nuklir. Dalam laporan yang sama, disebut pula beberapa negara yang mengancam AS dan dunia internasional.

Liputan6.com, Pyongyang - Sebuah laporan intelijen Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa Korea Utara tidak mungkin menyerahkan seluruh senjata nuklirnya.

Laporan tersebut diberikan kepada Senat AS pada Selasa 29 Januari 2019, oleh Direktur Intelijen Nasional, Dan Coats dan petinggi badan intelijen lainnya. Demikian sebagaimana dikutip dari BBC News pada Rabu (30/1/2019).

Dalam laporan keamanan tingkat tinggi itu, disebutkan Korea Utara tidak akan melepaskan senjata nuklir dan kemampuan produksi senjata pemusnah massalnya.

Menanggapi negosiasi yang dilakukan oleh pemerintahan Trump dengan Kim Jong Un, laporan itu mengatakan bahwa ada kepentingan pragmatis Korea Utara di baliknya. Langkah-langkah denuklirisasi parsial dan negosiasi dilakukan untuk mendapatkan konsesi strategis dari AS dan dunia internasional.

Sebagai informasi, Presiden Donald Trump, dan Kim Jong-un yang tak lain adalah Presiden Korea Utara telah bertemu pada Juni 2018 lalu. Meskipun demikian, tidak ada perkembangan yang signifikan hingga saat ini.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Ancaman Selain Korea Utara

Selain laporan terkait Korea Utara, dalam laporan tersebut juga disampaikan kondisi Iran, China, dan Rusia. Dalam laporan ancaman dunia (The Worldwide Threat Assessment Report) disebutkan bahwa Iran saat ini tidak sedang membuat senjata nuklir.

Meskipun demikian, ancaman dunia maya yang mengkhawatirkan keamanan internasional datang dari China dan Rusia. Disebutkan dalam laporan, kedua negara berpotensi akan memengaruhi Pemilu AS 2020.

Rusia dan China dilihat sebagai negara yang memiliki kemampuan spionase yang sangat canggih. Dua negara yang sangat mesra dalam keamanan internasional baru-baru ini, akan mempergunakan kemampuan teknologi mereka untuk memengaruhi pemilihan mendatang.

Meskipun Iran tidak sedang memproduksi senjata pemusnah dari uranium, laporan itu mengingatkan bahwa kemampuan militernya mengalami penguatan seiring dengan ambisi regionalnya yang besar. Hal itu dilihat sebagai potensi ancaman terhadap kepentingan AS di masa depan.

Dalam sidang Senat itu, Direktur CIA juga mengatakan bahwa Iran secara teknis 'mematuhi' kesepakatan nuklir 2015, meskipun AS telah menarik diri.

Sebagai informasi, Presiden Trump telah menarik negaranya dari kesepakatan nuklir dengan Iran pada 2018.

Ancaman tidak hanya datang dari negara-bangsa semata, namun juga dari ISIS di Timur Tengah. Menurut Patrick Shanahan, salah seorang pejabat Kementerian Pertahanan AS, ISIS hampir kehilangan wilayah di Suriah. Meskipun demikian, menurut laporan intelijen ISIS belum dikalahkan seperti yang diklaim oleh Trump.