Liputan6.com, Jakarta - Drew W. Gottshall sedang menancapkan sebuah rambu di pinggir jalanan berkerikil di Pulau Anacapa, saat telinganya menangkap deru pesawat yang jatuh dari langit.
"Aku sedang memasang penunjuk jalan ke mercusuar saat mendengar suara deru pesawat. Aku mendongak, pandanganku mengikuti gerakannya hingga kapal terbang itu jatuh ke air," kata Gottshall, dalam pernyataan yang dirilis National Park Service, yang dikutip dari Los Angeles Times, Rabu (30/1/2019).
Baca Juga
Gottshall kemudian melihat, sebuah kapal penangkap cumi-cumi, Calegara A, yang berada di perairan segera mendekati lokasi kecelakaan. Gottshall segera berlari ke rumahnya, mengontak staf di markas Channel Islands National Park, yang kemudian menghubungi Coast Guard atau pasukan penjaga pantai.
Advertisement
Meraih teropong, Gottshall lalu menapaki jalan curam menuju mercusuar, titik tertinggi di pulau terpencil itu, dan mengarahkan instrumen pengamatan itu ke Terusan Santa Barbara di bawahnya.
Pesawat nahas itu jatuh di bentangan samudera yang dilalui oleh kapal-kapal ekspedisi armada penangkapan ikan sekitar 10 mil barat daya Oxnard.
"Lewat teropong aku menyaksikan sebuah puing mengambang di atas air dan tumpahan bahan bakar yang berwarna krem," kata Gottshall. Dia menambahkan, pesawat jatuh dengan cepat menghujam air.
Belakangan diketahui, burung besi nahas itu adalah Alaska Airlines Penerbangan 261.
Badan National Transportation Safety Board (NTSB) mewawancarai tiga pilot yang berada di area jatuhnya pesawat Alaska Airlines. Para penerbang mendeskripsikan detik-detik ekstrem jatuhnya pesawat seperti, "hidungnya berputar cepat, bergulung-gulung, bergerak mirip spiral, dan terbalik".
Namun, tiga pilot yang jadi saksi mata sepakat, mereka tak melihat ada asap, api, maupun kebakaran.
"Pesawat tersebut tampaknya utuh dalam hal struktur," demikian menurut juru bicara NTSB, John Hammerschmidt seperti dikutip dari UPI.
Diduga penstabil ekor yang mengalami malfungsi menyebabkan pesawat jenis MD-83 itu berputar tak terkendali dan celaka. Informasi yang didapat NTSB mengesampingkan kemungkinan penyebab lain seperti ledakan atau tabrakan dengan pesawat lain.
Data-data penting lain didapat NTSB dari perekam suara kokpit (cockpit voice recorder) yang berhasil dievakuasi. Bagian dari kotak hitam itu diangkat dari dasar laut dengan kedalaman 700 kaki atau 213 meter oleh Scorpio, robot bawah air yang diluncurkan dari kapal penyelamat komersial dari San Diego yang dioperasikan oleh Angkatan Laut.
Rekaman percakapan antara pilot pesawat nahas Ted Thompson dan kopilot Bill Tansky kemudian dikirim ke laboratorium di Washington DC untuk dianalisis.
Ketua NTSB Jim Hall mengatakan, rekaman suara tersebut bisa jadi menyimpan bukti kunci.
"Jelas, para pilot tersebut berjuang untuk mempertahankan kendali pesawat ini untuk periode waktu yang signifikan," kata Hall. "Akan sangat penting bagi penyelidikan ini untuk memahami mengapa upaya mereka tidak berhasil."
Tak ada satupun dari 88 orang di dalam Alaska Airlines Penerbangan 261 yang selamat. Empat jasad, termasuk seorang bayi, dievakuasi dari laut beberapa jam setelah kecelakaan.
Jasad yang lain terperangkap dalam badan pesawat di kedalaman lautan. Coast Guard kemudian menghentikan pencarian korban para korban kecelakaan pesawat Alaska Airlines Penerbangan 261.
Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Â
Kisah Penumpang yang Lolos dari Maut
Ken Molinaro dijadwalkan naik Alaska Airlines Penerbangan 261. Namun, warga AS yang tinggal di Puerto Vallarta itu mengubah rencananya pada menit-menit terakhir.
"Aku tidak bisa berkata apa-apa," kata Ken Molinaro, seperti dikutip dari New York Post. Sepupunya menggantikannya naik pesawat yang akhirnya nahas itu.
"Aku diberi tahu, 'berterima kasih lah pada sepupumu yang telah meninggal, dia menyelamatkan hidupmu'," kata dia.
Sementara itu pada 31 Januari 1961, seekor simpanse bernama Ham menjadi hominid pertama yang diluncurkan ke luar angkasa. Lalu sebelumnya pada 1958, Explorer 1, satelit pertama milik Amerika Serikat diluncurkan.
Advertisement