Liputan6.com, Luxor - Makam Tutankhamun, mumi raja muda yang dikebumikan 3.000 tahun yang lalu, kembali dibuka untuk umum setelah satu abad ditemukan.
Makam itu dibuka setelah menjalani proses renovasi yang rumit, demi memperbaiki kerusakan akibat debu, kelembapan udara dan ulah tak bertanggung jawab yang dilakukan oleh pengunjung.
Advertisement
Baca Juga
Pekerjaan renovasi yang memakan waktu satu dasawarsa itu membuat makan Tutankhamun lebih berkilau dan aman.
Lukisan-lukisan rumit pada dinding-dinding dan langit-langit, juga dikembalikan ke keadaan semula, saat arkeolog Inggris, Howard Carter, pertama kali memasuki makam ini pada 1922.
Renovasi berlangsung selama sepuluh tahun dan sempat tertunda pada 2011 karena pergolakan politik di Mesir --penggulingan Hosni Mubarak dari kursi kepresidenan.
Dalam proses renovasi, lantai kayu, penerangan, dan lorong-lorong dalam makan, semuanya diganti. Itu artinya, mumi Tutakhamun juga harus dipindahkan.
"Ini adalah benda yang sangat berharga. Jadi, saat itu adalah masa yang menegangkan untuk memindahkan mumi," kata Neville Agnew, direktur komunikasi Institut Konservasi Getty yang berbasis di Los Angeles, dilansir VOA Indonesia, Sabtu (2/2/2019).
"Sangat menakutkan," aku Agnew, menggambarkan proses mengangkat mumi dan peti seberat total 250 kg serta membawanya dari makam dengan tangan. Lembaga itu sendiri adalah yang memimpin pekerjaan renovasi tersebut.
"Dua belas orang, sambil menyanyikan lagu pujian dan membopong (mumi) naik melewati jalan landai. Saya mengatakan: bila satu terpeleset, mumi itu akan jatuh dan membunuh seseorang. Mereka mengatakan: 'Jangan khawatir,'" akunya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pengap
Sebelumnya, situs kuno yang berada di Lembah Para Raja (Valley of the King) itu telah menjalani renovasi beberapa kali. Tapi belum pernah dilakukan secara besar-besaran.
Pakar konservasi, arsitek, spesialis lingkungan, dan para ilmuwan memulai dengan analis selama hampir lima tahun.
Hasil menunjukkan dampak lingkungan dan kerusakan akibat tangan usil pengunjung, termasuk coretan, goresan dan barang-barang yang hilang.
"Uap air yang berasal dari nafas para pengunjung mempengaruhi semuanya di dalam makam," ungkap Hussein Shaboury, profesor seni dari Univesitas Alexandria. Dia menambahkan, di dalam makam memang sulit untuk bernafas.
"Kami harus mengubah ini dan menciptakan metode agar udara segar masuk ke makam dan udara dialirkan dengan cara tertentu, agar udara di dalam makam berganti setiap 30 menit," pungkas Hussein.Â
Advertisement