Liputan6.com, Tokyo - Pekan lalu, tepatnya pada 28 Januari 2019, seekor oarfish berukuran hampir empat meter dari moncong ke ekor, ditemukan terbelit jaring ikan di lepas pantai Imizu, prefektur pantai utara Toyama, Jepang.
Sontak kabar tersebut membuat heboh warganet Negeri Sakura, yang secara tradisional banyak meyakini kehadirannya sebagai bagian dari pertanda bencana alam.
Anggapan tersebut, menurut situs web Live Science pada Minggu (3/2/2019), berkaitan dengan legenda lele raksasa pemicu gempa dan tsunami. Dinamakan Namazu, makhluk mitologi ini diyakini bersembunyi di suatu tempat di Jepang, dan terkadang menggoyangkan ekornya, menyebabkan gempa di dunia manusia.
Advertisement
Baca Juga
Beberapa peneliti percaya bahwa mitos namazu didasarkan pada orang-orang yang memperhatikan perilaku tidak biasa pada ikan lele sebelum gempa.
Namun, para ahli mitologi mencatat bahwa sejarah di balik mitos itu jauh lebih rumit. Namazu dianggap sebagai salah satu yo-kai, makhluk mitologi dan cerita rakyat yang menyebabkan kemalangan dan bencana.
Penggambaran namazu dikenal sejak Abad ke-15, namun, hanya pada akhir Abad ke-18 lele menjadi terkait dengan bencana alam.
Pada periode Tokugawa (1603-1868), ikan lele adalah dewa sungai yang terkait dengan banjir atau hujan deras. Namazu sering memperingatkan orang-orang dari bencana besar yang berbahaya, mencegah terkena kesusahan lebih lanjut.
Hewan dan Kaitannya dengan Gempa
Sejarah mitos semacam itu, menurut sebuah artikel ilmiah yang dimuat di laman Forbes.com, menjelaskan mengapa sebagian hewan, terutama ikan, sampai sekarang masih dianggap sebagai pertanda bencana di Jepang.
Oarfish raksasa, makhluk laut dalam yang hidup di kedalaman 650 hingga 3.300 kaki (setara 198 hingga 1005 meter) di bawah permukaan laut, adalah ikan dengan tulang belakang terpanjang di dunia.
Di Jepang, makhluk tersebut diyakini dikirim oleh raja naga laut untuk memperingatkan orang-orang di sepanjang pantai tentang gempa atau tsunami yang akan datang.
Bahkan nama tradisional Jepang spesies itu, ryugu no tukai - yang diterjemahkan sebagai "utusan dari istana raja naga" - mengisyaratkan kaitannya dengan bencana alam di masa lalu.
Menurut pengetahuan, muncul teori-teori ilmiah bahwa ikan di laut dalam mungkin sangat rentan terhadap pergerakan garis patahan seismik, dan menunjukkan aktivitas tak biasa sebelum gempa.
Simak video pilihan berikut:
Beberapa Dugaan yang Dikaji Secara Ilmiah
Setidaknya belasan ekor oarfish telah hanyut ke garis pantai Jepang, setahun sebelum gempa dan tsunami Fukushima pada 2011 lalu.
Hal tersebut kembali memicu dugaan tentang hubungan antara penampakan ikan raksasa itu dengan gempa bumi.
Pada Juli 2015 seekor oarfish hidup ditangkap di dekat Pulau Santa Catalina di lepas pantai California selatan. Itu adalah oarfish ketiga yang terlihat dalam 19 bulan di perairan sekitar pulau, atau terdampar di pantai.
Sebelumnya pada 2014, satu spesimen tersapu ke pantai di sepanjang garis pesisir Santa Monica, dan pada 2013 hanya dalam waktu seminggu, dua spesimen terkait ditemukan mati di pantai Pulau Santa Catalina.
Beberapa ilmuwan mencoba mencari hubungan antara penampakan oarfish dan aktivitas gempa di sepanjang patahan San Andreas, tetapi tidak ada yang ditemukan.
Para ahli biologi di Universyty of California in Los Angeles (UCLA) telah mengajukan berbagai penjelasan mengapa oarfish secara berkala ditemukan di permukaan laut, atau ditemukan mati di sepanjang pantai.
Mereka bukan perenang hebat, dan arus musiman bisa mendorong ikan yang sekilas bertubuh seperti ular --namun pipih-- ke permukaan, di mana mereka akhirnya mati karena kelelahan.
Penjelasan yang lebih "bombastis" (namun tidak terbukti) melibatkan gas atau senyawa kimia yang dilepaskan oleh celah bawah air, meracuni hewan di laut.
Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara perilaku hewan dan aktivitas seismik yang ditemukan di lautan, bahkan hingga kasus terakhir yang terjadi di Toyama, tidak menunjukkan aktivitas sesimik berarti selama hampir sepekan setelahnya.
Advertisement
Penjelasan Ilmuwan
Hiroyuki Motomura, seorang profesor ichthyology --cabang ilmu zoologi yang mempelajari tentang ikan-- di Universitas Kagoshima, memiliki penjelasan yang lebih biasa untuk penemuan ikan oar baru-baru ini di Prefektur Toyama.
"Saya memiliki sekitar 20 spesimen ikan ini dalam koleksi saya sehingga bukan spesies yang sangat langka, tetapi saya percaya ikan ini cenderung naik ke permukaan ketika kondisi fisik mereka buruk, naik pada arus air, itulah sebabnya mereka begitu sering mati ketika mereka ditemukan," katanya.
"Tautan ke laporan aktivitas seismik telah terjadi bertahun-tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah tentang hubungan itu sehingga saya tidak berpikir orang perlu khawatir."
Namun demikian, reputasi oarfish sebagai indikator malapetaka segera meningkat setelah setidaknya 10 oarfish terhanyut di sepanjang garis pantai utara Jepang pada 2010.
Sedangkan pada Maret 2011, gempa bermagnitudo 9 melanda timur laut Jepang, memicu tsunami besar yang menewaskan hampir 19.000 orang dan menghancurkan pembangkit nuklir Fukushima.
Dengan peringatan gempa dan tsunami semakin dekat, orang-orang di jagat maya menjadi gelisah tentang pertanda bencana alam itu.