Sukses

Nicolas Maduro: Gedung Putih Akan Bersimbah Darah Jika Trump Serang Venezuela

Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengancam akan membuat Gedung Putih bersimbah darah jika Donald Trump nekat menyerang.

Liputan6.com, Caracas - Menanggapi tekanan yang semakin keras dari Amerika Serikat, Presiden Venezuela mengancam akan membuat "Gedung Putih bersimbah darah" jika pemerintahan Donald Trump bersikeras menggulingkannya, dengan cara yang disebutnya sebagai "taktik imperialis kotor".

"Cukup, hentikan, Trump! Anda melakukan kesalahan besar yang akan membuat tangan Anda berlumuran darah, meninggalkan kursi kepresidenan dengan penuh darah," ancam Maduro selama wawancara agresif dengan wartawan Spanyol Jordi Évole.

"Mengapa Anda ingin terjadi pengulangan (krisis) Vietnam?" lanjutnya menyasar Trump, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Senin (4/2/2019).

Maduro juga menolak seruan Eropa untuk menggelar pemilu ulang, dengan mengatakan: "Kami tidak menerima ultimatum dari siapa pun. Saya menolak untuk menyerukan pemilihan sekarang, karena akan ada pemilu pada 2024. Kami tidak peduli apa kata Eropa."

Dia menambahkan: "Anda tidak dapat mendasarkan politik internasional pada ultimatum. Itulah produk-produk imperialisme, zaman kolonial."

Di lain pihak, puluhan ribu demonstran Venezuela menyerbu ibu kota Caracas, pada hari Sabtu, untuk menuntut Maduro mundur dari kursi kepresidenan, karena telah membuat ekonomi negara kaya minyak di Amerika Latin itu terjun bebas, dan memicu krisis kemanusiaan luas.

Gisela Torres, seorang demonstran berusia 40 tahun, mengatakan Maduro tidak melakukan apa-apa selain "merusak dan menghancurkan" Venezuela. Dia berpesan: "Jadilah bijaksana dan pahami bahwa Anda (Maduro) harus pergi."

Namun dalam wawancara di televisi, Maduro --yang berkuasa setelah kematian pendahulu sekaligus mentor politiknya, Hugo Chavez, pada 2013-- mengisyaratkan ia tidak punya rencana untuk pergi ke mana pun.

"Jika imperialisme Amerika Utara menyerang kita, maka kita harus mempertahankan diri ... Kita tidak akan menyerahkan Venezuela," kata Maduro.

Jutaan Orang Keluar dari Venezuela Akibat Krisis

PBB memperkirakan bahwa lebih dari 3 juta orang Venezuela telah melarikan diri ke luar negeri dalam beberapa tahun terakhir, untuk menghindari hiperinflasi, kekurangan makanan, obat-obatan dan perawatan kesehatan, serta ketidakamanan kronis.

Angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 juta orang tahun ini

Tetapi Maduro membantah bahwa negaranya menderita darurat kemanusiaan dan mengklaim tidak lebih dari 800.000 orang telah melarikan diri.

"Venezuela tidak memiliki krisis kemanusiaan," katanya.

"Venezuela memiliki krisis politik. Venezuela mengalami krisis ekonomi ... Banyak orang telah tertipu, dan pergi meninggalkan negara ini. Kami akan segera kembali meraih kejayaan," pungkas Maduro.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Maduro Siap Bertarung dengan Musuh Kuat

Sementara itu, ditanya apa tantangan pemerintahannya terhadap serangan pemimpin oposisi, Juan Guaido, dan sekutu internasionalnya termasuk AS, Maduro menyebut akan "maju ke dalam pertarungan yang keras dengan musuh kuat".

"Mereka menggunakan palu godam alih-alih sarung tinju," kata Maduro tentang AS, yang menurutnya, berusaha menggulingkannya untuk merebut minyak Venezuela.

"Tapi itu seperti David melawan Goliath," Maduro melanjutkan.

"Kami juga memiliki senjata rahasia, dan kami memiliki jurus jitu. Ayunan tinju David ada di tangan kita," lanjutnya yakin.

Maduro juga mengirim pesan kepada lawannya, Juan Guaido, yang mengklaim sebagai "presiden interim" Venezuela pada 23 Januari, di mana berisiko memicu pertarungan peuncak antara kedua belah pihak.

"Pikirkan baik-baik tentang apa yang Anda lakukan," katanya, mendesak Guaido "untuk meninggalkan strategi kudeta yang busuk".

Ditanya apakah dia takut bahwa Venezuela dapat terjerumus ke dalam perang oleh krisis, Maduro mengatakan: "Semuanya tergantung pada tingkat kegilaan dan agresi imperialisme utara dan sekutu baratnya. Itu bukan urusan kita ... Kita sedang bersiap untuk membela hak kita untuk perdamaian."

Berbicara kepada CBS pada hari Minggu, Trump mengatakan dia telah menolak pembicaraan dengan Maduro "karena begitu banyak hal mengerikan telah terjadi di Venezuela".

Ditanya apakah tindakan militer itu mungkin, dia menjawab: "Ya saya tidak ingin mengatakan itu. Tapi tentu saja itu adalah sesuatu yang ada, dan itu adalah pilihan."

Dengan meningkatnya krisis, Maduro telah melakukan kunjungan hampir setiap hari ke unit-unit militer dalam upaya nyata untuk memproyeksikan kekuatan.