Berlin - Bidang penelitian tata surya di Institut Max Planck telah lama mempelajari matahari. Para peneliti ingin mengetahui asal mula kemunculan erupsi dari pusat Tata Surya ini. Selain itu juga siklus puncak aktivitas, di mana ejeksi korona terjadi lebih sering dan lebih dahsyat setiap sepuluh atau 12 tahun.Â
Pakar astronomi, Prof. Sami Solanki, mengungkapkan, "Kami menduga, fenomena itu diakibatkan oleh semacam dinamo yang berada di bagian dalam matahari. Tapi cara berfungsinya, kami belum tahu," katanya seperti dikutip dari DW Indonesia, Kamis (7/2/2019).
Advertisement
Baca Juga
Obyek yang diteliti berlokasi sejauh 150 juta kilometer dari Bumi dan bersuhu panas luar biasa di dalam intinya, yakni 15 juta derajat Celsius. Bila digambarkan, ini bisa meleburkan atom hidrogen menjadi atom helium. Fusi inti ini adalah sumber radiasi, kehangatan dan cahaya matahari sejak 4,7 miliar tahun.Â
Medan magnet amorph
Matahari, massa gas raksasa yang berotasi itu, menimbulkan bidang magnet yang tak beraturan. Dari setiap garis medan magnet, terbentuk ejeksi korona berupa gas panas yang mencuat hingga sejarak 80.000 km ke luar permukaan matahari.
Pada lingkaran ini terdapat plasma atau gas bersuhu tinggi.
"Medan magnet matahari berubah-ubah setiap saat dan berputar. Garis-garis medan magnet juga bisa saling silang. Suatu saat, itu bisa menyebabkan matahari menjadi tidak stabil. Akibatnya, bisa dibayangkan, seperti jika karet gelang tertarik dan akhirnya terlempar", papar Sami Solanki dengan membuat perumpamaan sederhana.
Erupsi matahari yang dahsyat seperti ini kerap terjadi. Jutaan ton gas dari matahari dan plasma sepanas jutaan derajat, terlontar ke angkasa luar.
Sebuah badai plasma elektrik mencapai planet Bumi dalam waktu 12 jam. Medan magnet Bumi melindungi manusia dari bombardemen (pengeboman) partikel kosmik.
Tapi di bagian kutub, di mana perisai pelindung Bumi paling lemah, molekul oksigen dan nitrogen tampak menyala di atmosfer, membentuk pendar cahaya kutub. Fenomena yang memukau dan tidak berdampak merugikan.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Efek Bahaya Badai Matahari
Meski demikian, badai matahari juga bisa berdampak buruk. Di orbit Bumi, badai kosmik ini bisa menghancurkan satelit dan membahayakan astronaut yang sedang berada di antariksa. Badai matahari yang kuat bahkan bisa melumpuhkan pasokan listrik di seantero Bumi.Â
Prof. Sami Solanki menjelaskan lebih jauh, "Hidup kita sangat bergantung pada elektronik, pada listrik. Ini berperan dalam banyak hal, dan badai matahari bisa menyebabkan terhapusnya data, melumpuhkan komputer dan sebagainya. Bisa dibayangkan, misalnya kita sedang di dalam pesawat, dan komputer di pesawat tiba-tiba tidak berfungsi. Saya tidak mau ada di pesawat kalau itu terjadi."
Untuk memperbaiki sistem peringatan dini, pada tahun 2020 Badan Antariksa Eropa (ESA) akan mengirimkan wahana ruang angkasa nir awak ke matahari.
Pesawat ini akan mengorbit matahari dan akan mengukur medan magnet yang terletak jauh di bawah permukaan matahari, dengan dilindungi perisai anti panas setebal 8 cm. Sedangkan alat pengukurnya dibuat di Göttingen, Jerman.
"Kami berharap, di masa depan, akan mampu memperkirakan seperti halnya ramalan cuaca, kapan akan terjadi erupsi gungun berapi dan sebagainya," papar pakar astronomi dari Institut Max-Planck itu.
Advertisement