Liputan6.com, Hong Kong - Meski tahun ini adalah tahun babi, bagi kepercayaan etnis Tionghoa, namun Hong Kong kewalahan menangani populasi babi hutan.
Pihak berwenang di pusat keuangan berpenduduk padat, sedang mencari cara untuk meminimalisir perjumpaan antara manusia dan babi hutan, yang dianggap membahayakan karena semakin meningkat di tengah populasi kota.Â
Dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (7/2/2019), babi hutan sekarang sering dijumpai di jalan-jalan, di taman-taman dan kawasan perumahan bahkan di pusat-pusat perbelanjaan, dan timbul kekhawatiran hewan itu tidak akan takut lagi bertemu dengan manusia.
Advertisement
Meskipun pemerintah berusaha mengambil tindakan seperti sterilisasi hewan dan pendidikan bagi manusia yang memberi makan hewan itu, namun yang lainnya mengatakan, solusinya adalah upaya penuh untuk memusnahkan babi-babi tersebut secara besar-besaran.
Baca Juga
Perdebatan timbul terkait cara untuk menangani babi hutan di kota berpenduduk 7 juta jiwa tersebut, yang kini dipenuhi dekorasi bertema babi guna menyambut libur Tahun Baru Imlek. Babi adalah salah satu dari 12 hewan yang menjadi bagian siklus 12-tahunan shio China.
Tidak jauh dari blok apartemen yang padat dan bermandikan sorotan lampu-lampu neon, Hong Kong memiliki banyak lahan yang belum dikembangkan, lahan ini menjadi sarang dari berbagai hewan, termasuk babi hutan.
Di beberapa kawasan, di mana area perumahan terletak berdekatan dengan taman atau kawasan hutan, seperti Aberdeen di bagian selatan pulau Hong Kong, adalah lokasi populer di mana populasi babi hutan berkembang biak untuk mencari makan di sejumlah tong-tong sampah.
Departemen Pertanian, Perikanan, dan Konservasi mengatakan, pihaknya tidak tahu secara pasti untuk memberantas populasi babi hutan yang ada di Hong Kong.
Namun lembaga pemerintah tersebut mengakui semakin banyak keluhan yang mereka terima dari masyarakat tentang hewan tersebut di tahun-tahun belakangan --jumlah keluhan meningkat dari 294 di tahun 2013, menjadi 738 di tahun 2017.
Kondisi ini mendorong diadakannya kajian terhadap kebijakan mulai tahun lalu, termasuk di antaranya dihentikannya perburuan oleh relawan terhadap babi hutan yang dianggap sebagai ancaman terhadap hak milik masyarakat atau keselamatan umum.
Sebaliknya, pemerintah memperpanjang kebijakan untuk melakukan sterilisasi terhadap hewan-hewan tersebut dan memberi umpan yang mengandung zat kontrasepsi, selain juga menganjurkan masyarakat agar tidak memberi makan hewan-hewan tersebut.
Badan pemerintah itu juga menangkap dan berupaya untuk memindahkan babi-babi hutan tersebut ke kawasan yang jauh dari pemukiman sebagai tindakan alternatif dari pemusnahan hewan tersebut.
Namun, sebuah organisasi lokal, "Wild Boar 70", berusaha melobi agar upaya memusnahkan babi-babi hutan tersebut diperpanjang.
Negara-negara lain dengan populasi babi hutan yang tinggi memiliki kebijakan untuk mengendalikan populasi mereka dengan melakukan perburuan dalam jumlah besar setiap tahunnya, menurut juru bicara organisasi tersebut, Wesley Ho.
"Tujuan kami adalah berharap adanya peningkatan kepedulian masyarakat tentang masalah yang dihadapi Hong Kong saat ini terkait kelebihan populasi babi hutan, dan tentang jenis hewan apa pastinya babi hutan ini," ujar Ho.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Permasalahan Sama di Negara Lain
Negara-negara seperti Prancis dan Amerika Serikat yang harus menanggung kerusakan skala besar di bidang pertanian yang ditimbulkan oleh babi-babi hutan, beralih kepada perburuan babi hutan sebagai solusinya.
Denmark bulan ini mulai mendirikan pagar sepanjang 70 kilometer di perbatasannya dengan Jerman untuk mencegah masuknya babi-babi hutan demi mencegah penyebaran demam babi Afrika, yang dapat menghancurkan industri daging babi yang penting di negara itu.
Karena sektor pertanian hanya sedikit berperan dalam mendukung ekonomi setempat, kekhawatiran semacam itu tidak terlalu menjadi persoalan di Hong Kong.
Namun, Roni Wong, dari Kelompok Pemerhati Babi Hutan Hong Kong, mengatakan akibat berkembangnya pembangunan yang merambah kawasan-kawasan hijau di Hong Kong menyebabkan peningkatan konfrontasi antara manusia dan hewan-hewan itu.
"Habitat mereka berangsur-angsur berubah menjadi kawasan perkotaan," ujar Wong. "Jadi peluang mereka untuk mencari makan dan habitatnya tengah mengalami kehancuran."
Saat ini, para pengguna media sosial di Hongkong sudah sangat terbiasa menyaksikan video-video tentang babi hutan yang diambil oleh para pengemudi dan para pejalan kaki. Kadang-kadang dalam video itu tampak segerombolan babi hutan terburu-buru menyebrangi jalan di depan kendaraan dengan cara yang tampak membahayakan bagi hewan itu maupun bagi para pengemudi.
Di lain waktu, mereka tampil sebagai hewan yang menggemaskan dan tidak bersikap mengancam, kadang kala mendongakkan moncongnya ke arah kamera seolah-olah mengucapkan salam.
Pemerintah Hong Kong mengatakan pihaknya berharap dapat menyelesaikan kajian kebijakan terkait pengelolaan populasi babi hutan dalam tahun ini.
Advertisement