Liputan6.com, Jakarta - Seorang ilmuwan dalam spesialisasi masalah tidur, Chris French, mengatakan bahwa ada keterkaitan unik antara ilmu yang dipelajarinya dengan berbagai laporan pengalaman gaib.
Dari sekian banyak laporan yang ia teliti, termasuk tentang kesaksian bertemu hantu dan alien, sebagian besar cenderung dimulai saat berbaring di tempat tidur.
Kemudian sesuatu yang tidak biasa akan terjadi, mungkin hantu akan muncul, lingkungan sekitar bisa terlihat aneh, atau bisa juga merasakan suatu hal ganjil yang sulit dijelaskan.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Conversation pada Minggu (10/2/2019), orang-orang yang mengalami pengalaman buruk ini sama-sama mengeluhkan tentang "kondisi terpaku di kasur", diserat ke kamar, dan sulit bergerak.
Tidak mengherankan bahwa orang yang mengalami hal-hal seperti itu mungkin menafsirkannya sebagai pengalaman gaib. Namun, fenomena tertentu, seperti "kelumpuhan tidur", memberikan alternatif atas penjelasan bertemu dengan hantu.
Berikut adalah beberapa penjelasannya.
Kelumpuhan Tidur
Ketika tidur, kita berputar melalui berbagai tahapan. Kita memulai malam dengan tidur non-rapid eye movement (NREM), lalu berputar kembali hingga benar-benar tertidur dengan gerakan mata cepat (REM).
Selama tidur REM, kita cenderung memiliki mimpi yang jelas. Pada tahap ini kita juga lumpuh secara fisik, mungkin sebagai mekanisme keamanan alamiah tubuh jika tiba-tiba mensikronisasikan alam bawah sadar dengan gerakan.
Tetapi selama kelumpuhan tidur, ciri-ciri tidur REM berlanjut ke kehidupan nyata. Mereka yang mengalaminya akan merasa bangun, namun mungkin mengalami halusinasi seperti mimpi dan perjuangan untuk bergerak.
Pengalaman ini cukup umum, terjadi pada sekitar 8 persen orang, meskipun perkiraan bervariasi tergantung pada siapa yang kita tanyakan.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Sindrom Kepala Meledak
Selain kelumpuhan tidur, bagaimana peneliti dapat membantu menjelaskan pengalaman gaib?
Beberapa orang terkadang menggambarkan telah mengalami ledakan besar di malam hari, tapi tidak bisa menjelaskannya. Mereka mengklaim melihat rak jatuh, benda bergerak sendiri, dan ada serangan tiba-tiba yang tak kasat mata. Semua terasa mengejutkan.
Sekali lagi, hal tersebut bisa berkaitan dengan tidur, di mana kali ini dijelaskan oleh exploding head syndrome atau sindrom kepala pecah. Ini adalah sebuah istilah yang diciptakan relatif baru-baru ini oleh ahli saraf JMS Pearce.
Ketika kita tertidur, pembentukan retikuler batang otak (bagian dari otak yang terlibat dalam kesadaran) biasanya mulai menghambat kemampuan seseorang untuk bergerak, melihat dan mendengar sesuatu.
Ketika kita mengalami "ledakan" dalam tidur, ini mungkin karena keterlambatan dalam proses di atas. Alih-alih pembentukan retikuler yang mematikan neuron pendengaran, fenomena tersebut mungkin "pecah" bersamaan dalam satu waktu.
Â
Advertisement
Akibat Faktor Lingkungan
Penjelasan lain mengacu pada faktor lingkungan, seperti medan elektromagnetik dan infrasonik. Ahli saraf Kanada Michael Persinger menunjukkan bahwa penerapan berbagai medan elektromagnetik pada lobus temporal otak dapat menghasilkan pengalaman seperti hantu (persepsi kehadiran, perasaan akan makhluk gaib, sensasi disentuh, dan lain-lain).
Persepsi seperti hantu juga dapat muncul dari reaksi terhadap zat beracun. Albert Donnay, seorang ahli toksologi, memiliki hipotesis bahwa kontak yang terlalu lama dengan berbagai zat (karbon monoksida, formaldehida, pestisida) dapat menghasilkan halusinasi yang konsisten dengan menghantui.
Demikian pula, Shane Rogers, profesor pada disiplin ilmu Teknik Sipil & Lingkungan, melaporkan bahwa halusinasi fungus yang disebabkan oleh jamur beracun dapat merangsang persepsi yang berkaitan dengan menghantui.
Profesor Olaf Blanke, seorang ahli neurologi asal Inggris, baru-baru ini menunjukkan bahwa ilusi seperti hantu dapat muncul dari disorientasi persepsi. Khususnya, sinyal motor sensorik yang saling bertentangan.
Dalam penelitiannya terhadap kepekaan tunanetra, dia membiarkan respodennya melakukan gerakan tangan di depan tubuh mereka. Robot meniru momen secara real time dengan menyentuh punggung peserta secara harmonis.
Gerakan robot yang disinkronkan memungkinkan responden untuk beradaptasi dengan perbedaan spasial. Namun, penundaan sementara antara gerakan peserta dan sentuhan robot menghasilkan disorientasi, disertai dengan perasaan kehadiran hal gaib yang kuat.