Liputan6.com, Ankara - Pemerintah Turki mengutuk perlakuan China terhadap etnis muslim Uighur sebagai "hal yang memalukan bagi kemanusiaan".
Kecaman tersebut menambah sikap kontra baru-baru ini dari kelompok hak asasi manusia atas penahanan massal terhadap minoritas di China barat daya tersebut, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Minggu (10/2/2019).
"Kebijakan asimilasi sistematis otoritas China terhadap warga etnis Uighur adalah hal yang memalukan bagi kemanusiaan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy dalam sebuah pernyataan.
Advertisement
Baca Juga
Aksoy juga mengatakan bahwa Turki turut berbelasungkawa terhadap kabar kepergian tragis dari sosok penyair dan musisi Uighur Abdurehim Heyit, pada hari Sabtu.
"Kami sangat berduka atas kepergian penyair yang dihormati, Abdurehim Heyit, yang divonis penjara delapan tahun karena karyanya, meninggal di tahun kedua penahanannya," kata Aksoy.
"Insiden tragis ini semakin memperkuat reaksi publik Turki terhadap pelanggaran HAM berat di wilayah Xinjiang," lanjutnya, mengatakan bahwa Turki juga siap melakukan dialog terkait isu ini.Â
Provinsi Xinjiang di barat laut China, merupakan tempat sebagian besar warga Uighur tinggal.
Wilayah tersebut telah diawasi ketat oleh polisi China dalam beberapa tahun terakhir, menyusul ketegangan antar etnis yang meningkat di sana.
Hampir satu juta orang Uighur dan minoritas penutur bahasa non-Mandarin lainnya di China telah ditahan di kamp-kamp pendidikan ulang, lapor panel ahli PBB.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Tidak Percaya Penyataan China
Sementara itu, pemerintah China mengatakan bahwa "pusat pendidikan kejuruan" bertujuan membantu menghindari terorisme, dan memungkinkan warga Uighur untuk diberi keterampilan yang bermanfaat bagi hidupnya.
Tetapi, para kritikus mengatakan China berusaha untuk mengasimilasi populasi minoritas Xinjiang, serta menekan praktik agama dan budaya yang bertentangan dengan ideologi komunis dan budaya Han yang dominan.
"Bukan lagi rahasia bahwa lebih dari satu juta orang Uighur --yang terkena penangkapan sewenang-wenang-- menjadi sasaran penyiksaan dan pencucian otak politik di pusat-pusat konsentrasi dan penjara," kata Aksoy dalam pernyataan kementerian luar negeri Turki.
"Masyarakat Uighur yang tidak ditahan di kamp juga di bawah tekanan besar," tambahnya.
Turki meminta komunitas internasional dan sekretaris jenderal PBB, António Guterres, "untuk mengambil langkah-langkah efektif dalam mengakhiri tragedi kemanusiaan di wilayah Xinjiang".
Menurut Turki, sebagian besar negara-negara muslim belum vokal tentang masalah ini, tidak mengkritik pemerintah China karena merupakan mitra dagang penting.
Advertisement