Liputan6.com, Mexico City - Jesus Eugenio Ramos Rodriguez sedang sarapan pagi pada Sabtu, 9 Februari 2019 pagi ketika dia menjadi jurnalis kedua yang terbunuh di Meksiko tahun ini.
CNNÂ yang dikutip Senin (11/2/2019) melaporkan bahwa pihak berwenang Meksiko mengkonfirmasi kematian Rodriguez pada hari Sabtu. Mereka mengatakan dia berada di sebuah restoran pagi itu di Kota Tabasco ketika dia dibunuh dengan cara ditembak.
Baca Juga
Rodriguez merupakan pembawa acara radio yang mengudara dua kali sehari. Menurut pemerintah memimpin Notimex (kantor berita resmi Meksiko), ia adalah jurnalis kedua yang terbunuh di Meksiko pada 2019.
Advertisement
Sejauh ini motif penembakan belum diketahui.
Pihak berwenang Tabasco sedang menyelidiki penembakan itu. Pemerintah Meksiko telah berjanji untuk memperkuat langkah-langkah keamanannya bagi para jurnalis dan pekerja hak asasi manusia.
Koordinator Bidang Komunikasi Meksiko untuk kantor Presiden, Jesus Ramirez, mentwit tentang pentingnya melindungi jurnalis.
"Kebebasan berekspresi adalah hak dan elemen fundamental untuk demokrasi, keadilan, dan kebebasan," kata Ramirez di Twitter.
Dengan sembilan wartawan terbunuh pada 2018, Meksiko menjadi negara paling mematikan keempat di dunia untuk wartawan, menurut laporan oleh Reporters Without Borders yang dikenal secara internasional sebagai Reporters Sans Frontières (RSF).
Amerika Serikat, tahun lalu, berada di urutan kelima. Wartawan yang meliput korupsi politik dan kejahatan terorganisasi sering menjadi target kekerasan di Meksiko, menurut RSF.
Â
Â
Saksikan juga video berikut ini:
Penembakan Jurnalis Lain
Sebelumnya, serangan penembakan yang menyasar jurnalis juga melanda kota di Amerika Serikat (AS). Kali ini, seorang pria bersenjata dilaporkan melepaskan tembakan brutal ke kantor surat kabar lokal di negara bagian Maryland, menewaskan lima orang dan melukai tiga lainnya.
Staf di gedung Capital Gazette di Annapolis--lokasi penembakan--mengatakan pelaku menembak melalui pintu kaca ke ruang kerja unit berita (newsroom).
"Tidak ada yang lebih menakutkan daripada mendengar beberapa orang tertembak saat Anda berada di bawah meja Anda, dan kemudian mendengar pria bersenjata itu kembali," twit reporter Phil Davis, sebagaimana dikutip dari BBC pada Jumat, 29 Juni 2018.
Polisi mengatakan seorang tersangka sedang ditahan dan diinterogasi. Dia dilaporkan menolak bersikap kooperatif dengan petugas dan bahkan "merusak" ujung jarinya untuk menghindari identifikasi.Â
Tersangka, seorang pria kulit putih berusia 20-an, menyerah kepada petugas tanpa perlawanan.
Dia ditemukan membawa granat palsu dan bom asap di dalam ranselnya. Polisi mengatakan tersangka penembakan menggunakan "senjata laras panjang", tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Wakil kepala polisi distrik Anne Arundel, William Krampf, mengatakan sebuah benda "diyakini sebagai alat peledak" telah ditemukan di lokasi kejadian dalam kondisi hancur.
Dia menambahkan bahwa lebih dari 170 orang telah dievakuasi dari gedung, yang juga menjadi lokasi kegiatan bisnis lainnya.
Davis, wartawan yang men-twit setelah insiden itu, menggambarkan penembakan di kantor surat kabar di Annapolis, sebelah timur Washington DC, "seperti zona perang".
Dia mengatakan bahwa orang-orang masih bersembunyi di bawah meja mereka ketika pria bersenjata itu berhenti menembak. "Saya tidak tahu mengapa. Saya tidak tahu mengapa dia berhenti," katanya kepada Baltimore Sun.
Reporter lain, Danielle Ohl, mengatakan ruang kerja berita itu cukup kecil, dengan "sekitar 20 jurnalis" dan beberapa staf periklanan. "Kami dekat. Kami adalah keluarga. Saya hancur," katanya.
Jimmy DeButts, editor di Capital Gazette, yang menjalankan beberapa surat kabar, men-twit bahwa dia "sedih" setelah insiden itu.
Eksekutif County Steve Schuh mengatakan kepada CNN bahwa tersangka bersembunyi di bawah meja di gedung ketika polisi tiba "dalam 60 detik", usai menerima kabar tentang insiden penembakan tersebut. Dia mengatakan bahwa tidak ada baku tembak.
Dia menambahkan, "Penegak hukum memang memiliki nama (tersangka), tetapi kami tidak dapat memastikannya saat ini."
Â
Â
Â
Advertisement