Sukses

Desak Kaisar Minta Maaf, Korsel Dikecam Menlu Jepang

Menteri Luar Negeri Jepang mengecam juru bicara parlemen Korea Selatan.

Liputan6.com, Tokyo - Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono, mengingatkan petinggi parlemen Korea Selatan untuk tidak membuat pernyataan yang memecah belah, pada Minggu 10 Februari 2019.

Hal itu menanggapi sikap anggota MPR Korsel yang meminta Kaisar Jepang memohon maaf terkait kasus perbudakan seksual pada masa perang, dikutip dari The Straits Times, Senin (11/2/2019).

Moon Hee-sang, juru bicara Majelis Nasional Korea Utara menyatakan dalam sebuah berita di Bloomberg News pekan lalu. Dalam kesempatan itu, meminta Kaisar Akihito (85), berjabat tangan dengan korban Comfort Women --istilah untuk kasus perbudakan seksual yang dilakukan Jepang dalam Perang Dunia II--, serta meminta maaf atas nama "keturunan dari pelaku kejahatan".

"Bukankah dia putra pelaku kejahatan perang? Jadi jika dia memegang tangan orang tua (korban) dan mengatakan benar-benar meminta maaf, maka satu kata itu akan menyelesaikan masalah," tutur Moon.

Kono meminta Moon untuk berhati-hati dengan ucapannya. Karena menurutnya, kasus itu telah diselesaikan secara penuh dengan adanya kesepakatan 2015 lalu.

Dalam kesepakatan itu, Kono mengklaim bahwa Perdana Menteri Shinzo Abe meminta maaf dengan tulus dan memberikan kompensasi.

"Saya ingin dia (Moon) untuk membuat pernyataan berdasarkan persepsi yang benar di masa yang akan datang," ujar Kono.

Menanggapi hal itu, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Kang Kyung-wha, menyatakan bahwa Moon turut merasakan penderitaan korban. Ia sekaligus menekankan bahwa Korsel masih memiliki komitmen untuk membangun hubungan yang baik dengan Jepang di masa yang akan datang.

Saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Moon Jae-in, Korsel ingin menegosiasikan kembali kesepakatan Comfort Women yang telah disetujui oleh pendahulunya. Di mana ia berkomitmen untuk memperbaiki sejarah bagi 23 korban.

Simak pula video berikut:

2 dari 2 halaman

Jepang Bersikukuh Masalah Sudah Tuntas

Seluruh perdana menteri Jepang yang pernah menjabat di masa lalu menyatakan telah meminta maaf kepada Korea Selatan. Tokyo percaya masalah ini sudah rampung pada tahun 1965, sebagai bagian dari perjanjian untuk menormalkan hubungan antara kedua negara.

Kesepakatan penting lainnya yang dicapai pada 2015 adalah permintaan maaf dan janji US$ 8 juta (setara Rp 111 milair) untuk membangun sebuah yayasan yang menopang "wanita penghibur" yang masih hidup.

"Saya pikir, kami melakukan tugas kami untuk generasi saat ini, dengan mencapai resolusi final dan tidak dapat dipulihkan sebelum peringatan berakhirnya Perang Dunia II yang ke-70," Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menuturkan.

Tetapi kesepakatan tersebut terbukti tidak final atau tidak dapat diubah karena banyak mantan "wanita penghibur" menolaknya. Kata mereka, mereka bahkan belum diajak berunding.

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, mendukung sikap mereka ketika ia mengambil alih kekuasaan dua tahun kemudian, mengundang seluruh korban yang selamat ke Blue House pada tahun lalu untuk meminta maaf atas nama pemerintah.

"Saya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada semua nenek karena melakukan perjanjian yang tidak pantas dengan Jepang," aku Moon.

Moon sempat mengunjungi Kim di rumah sakit pada 2018, ketika Kim dirawat karena kanker stadium akhir, sebelum Kim mangkat. Moon juga memberikan penghormatan terakhir untuk jenazah Kim sebelum dikremasi.

Saat ini, hanya ada 23 "wanita penghibur" yang diketahui masih hidup. Lee Yong-su (90) adalah salah satunya, yang merupakan teman Kim Bok-dong. Dia terlihat menghadiri pemakaman Kim pada Jumat kemarin untuk mengucapkan salam perpisahan terakhir.