Sukses

Kemunculan Oarfish di Peru Bikin Resah Penduduk, Pertanda Gempa?

Sebuah resor wisata di Peru dalam kondisi siaga gempa setelah seekor oarfish ditangkap oleh seorang nelayan di pantai.

Liputan6.com, Mancora - Sebuah resor wisata di Peru cemas akan adanya kemungkinan gempa setelah seekor oarfish --yang menurut legenda merupakan peringatan bencana alam-- ditangkap oleh seorang nelayan di pantai.

Oarfish, dijuluki 'ikan tremor' karena kaitannya dengan gempa bumi, ditangkap di kota Mancora, sebuah resor populer untuk peselancar di Peru utara, demikian seperti dikutip dari The Daily Mail, Kamis (14/2/2019).

Itu terjadi setelah beberapa ikan serupa ditemukan di Jepang, di mana mereka terlihat menjelang gempa bumi dan tsunami Fukushima 2011 yang menewaskan 20.000 orang dan menyebabkan kecelakaan nuklir.

Oarfish, yang juga diyakini bertanggung jawab atas laporan penampakan ular laut oleh para pelaut kuno, seringkali tumbuh hingga lima meter.

Satu spesies, oarfish raksasa (Regalecus glesne), adalah ikan bertulang terpanjang di dunia, tumbuh hingga sepanjang 11 meter.

Oarfish menghabiskan sebagian besar waktunya di kedalaman lautan, pada kedalaman setidaknya satu kilometer), dan jarang menjelajah di dekat permukaan.

Untuk alasan ini, mereka jarang terlihat meskipun kenyataannya mereka ditemukan di semua samudera beriklim sedang.

Beberapa peneliti memperkirakan pindahnya ikan oar ke perairan yang lebih dangkal, terkait perubahan elektromagnetik yang terjadi ketika ada aktivitas tektonik terkait dengan lempeng dan sesar Bumi.

Seorang warga Peru mencoba membenarkan legenda di sepanjang garis itu, dengan mengatakan: "Ini bukan mitos."

"Itu karena ikan-ikan tersebut hidup di perairan yang sangat dalam dan naik ke permukaan karena arus yang mendahului bencana alam."

Tetapi kebanyakan ahli mengatakan tidak ada korelasi antara mengemukanya oarfish dengan gempa bumi, dan menunjukkan bahwa ikan itu juga telah terlihat di tahun-tahun ketika tidak ada gempa.

Mitos Berawal dari Jepang

Kepercayaan yang menyebut oarfish sebagai pertanda gempa bumi berasal dari Jepang di mana mereka terkait dengan mitos Namazu, seekor ikan lele raksasa yang hidup di bawah pulau-pulau Negeri Sakura dan diduga menyebabkan gempa bumi, dampak dari aksi si ikan meronta-ronta ekornya.

Legenda mengatakan bahwa oarfish, yang dikenal sebagai 'pembawa pesan dari istana dewa laut' dalam bahasa Jepang, akan bangkit dan membawa diri mereka sendiri ke permukaan sebelum gempa bumi.

Munculnya oarfish sebelum bencana Fukushima 2011, yang menyebabkan kehancuran nuklir, telah memberikan bobot tambahan pada legenda tersebut.

Lusinan oarfish juga ditemukan menjelang gempa berkekuatan 8,8 yang menghantam Chili pada 2010.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Beberapa Dugaan yang Telah Dikaji Secara Ilmiah

Beberapa ilmuwan mencoba mencari hubungan antara penampakan oarfish dan aktivitas gempa di sepanjang patahan San Andreas, tetapi tidak ada yang ditemukan.

Para ahli biologi di Universyty of California in Los Angeles (UCLA) telah mengajukan berbagai penjelasan mengapa oarfish secara berkala ditemukan di permukaan laut, atau ditemukan mati di sepanjang pantai.

Mereka bukan perenang hebat, dan arus musiman bisa mendorong ikan yang sekilas bertubuh seperti ular --namun pipih-- ke permukaan, di mana mereka akhirnya mati karena kelelahan.

Penjelasan yang lebih "bombastis" (namun tidak terbukti) melibatkan gas atau senyawa kimia yang dilepaskan oleh celah bawah air, meracuni hewan di laut.

Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara perilaku hewan dan aktivitas seismik yang ditemukan di lautan, bahkan hingga kasus terakhir yang terjadi di Toyama, tidak menunjukkan aktivitas sesimik berarti selama hampir sepekan setelahnya.

Hiroyuki Motomura, seorang profesor ichthyology --cabang ilmu zoologi yang mempelajari tentang ikan-- di Universitas Kagoshima, memiliki penjelasan yang lebih biasa untuk penemuan ikan oar baru-baru ini di Prefektur Toyama.

"Saya memiliki sekitar 20 spesimen ikan ini dalam koleksi saya sehingga bukan spesies yang sangat langka, tetapi saya percaya ikan ini cenderung naik ke permukaan ketika kondisi fisik mereka buruk, naik pada arus air, itulah sebabnya mereka begitu sering mati ketika mereka ditemukan," katanya.

"Tautan ke laporan aktivitas seismik telah terjadi bertahun-tahun, tetapi tidak ada bukti ilmiah tentang hubungan itu sehingga saya tidak berpikir orang perlu khawatir."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.