Liputan6.com, Jenewa - Abdul Aziz Muhamat, seorang pengungsi asal Sudan dianugerahi Penghargaan Martin Ennals dalam nominasi Pembela Hak Asasi Manusia di Jenewa Swiss.
Pria berusia 25 tahun itu terharu dan sangat bersyukur atas penghargaan yang diterima.
"Tidak mudah untuk hidup di tempat di mana semua jari menunjuk pada Anda sebagai penjahat dan semua orang di sekitar Anda megatakan bahwa Anda telah melakukan kesalahan, (misalnya) mengapa Anda datang ke negara ini, dan seolah Anda memang layak berada di pusat penahanan," katanya dalam sebuah pidato penerimaan penghargaan, dikutip dari ABC Indonesia pada Jumat (15/2/2019).
Advertisement
"Saya mengambil jalan ini untuk berdiri dan memperjuangkan hak semua orang di Pulau Manus."
Baca Juga
Abdul Aziz Muhamat melarikan diri dari perang di Sudan ketika masih remaja dan mencoba mencapai daratan Australia dengan kapal, sebelum akhirnya dikirim ke sebuah pusat detensi di Pulau Manus pada tahun 2013.
Sejak tiba di pulau itu, ia telah terang-terangan berbicara kepada publik tentang kondisi yang disebut sebagai "kejam dan tidak manusiawi" saat dalam pusat detensi.
Meskipun demikian ia juga menceritakan kondisi lebih mengerikan jika kembali ke negara yang belum stabil.
"Di negara saya, orang akan disiksa secara fisik, dan Anda tahu bahwa diri Anda akan mati," katanya di depan banyak hadirin.
Mendedikasikan Penghargaan untuk Pencari Suaka di Dunia
Penghargaan Martin Ennals untuk Pembela Hak Asasi Manusia dinilai oleh 10 organisasi hak asasi manusia terkemuka yang bertujuan untuk menghormati "individu yang memiliki komitmen luar biasa terhadap upaya promosi dan perlindungan hak asasi manusia, terlepas dari risiko yang dihadapinya".
Panel juri mengatakan penghargaan itu mengakui Muhamat adalah salah satu pengungsi di pulau Manus yang secara teratur berbicara kepada media, termasuk mengirim 4.000 pesan suara ke podcast pemenang penghargaan, The Messenger.
"Pemuda ini baru berusia 20 tahun ketika dia pertama kali tiba di pulau Manus," kata Dick Oosting, ketua Yayasan Martin Ennals.
"Sejak itu, dia tidak pernah berhenti menyuarakan pendapatnya bagi mereka yang telah kehilangan hak-hak dasar mereka bersamanya.
"Dia menunjukkan keuletan dan keberanian yang luar biasa, selalu menentang dengan damai bahkan setelah seorang petugas polisi menembak kakinya."
Dia juga dipuji karena bekerja dengan organisasi hak asasi manusia dan pengungsi internasional.
Â
Simak pula video berikut:
Â
Tinggal Sementara di Luar Negeri
Berdasarkan informasi yang diperoleh ABC, Abdul Aziz Muhamat bepergian ke Jenewa dengan dokumen perjalanan PBB dan Pemerintah Swiss memberinya visa untuk kunjungannya tersebut.
Dokumen perjalanan pengungsi berfungsi seperti paspor tetapi lebih terbatas.
Ketika menerima penghargaan itu, dia mengatakan dirinya akan kembali ke Pulau Manus.
"Saya hanya akan berada di sini selama dua minggu dan saya masih akan kembali ke Manus," katanya.
"Orang-orang menunggu saya untuk membagikan penghargaan ini dengan mereka dan memberi tahu mereka bahwa komunitas internasional mengakui keberadaan kita, atau ketahanan, perjuangan kita."
Pada 2016, Mahkamah Agung Papua Nugini memutuskan penahanan Australia atas pencari suaka di Pulau Manus adalah ilegal dan pusat tersebut ditutup pada tahun berikutnya.
Abdul Aziz Muhamat dan sebagian besar lelaki yang tinggal di Pulau Manus sekarang tinggal di tiga fasilitas akomodasi di kota utama, Lorengau.
Sementara mereka dapat bergerak di sekitar pulau di siang hari, akomodasi masih dijaga dan jam malam diberlakukan.
Beberapa pengungsi sedang dipertimbangkan untuk pemukiman kembali di Amerika Serikat dan yang lainnya telah diberitahu bahwa mereka harus tinggal di Papua Nugini.
Advertisement