Liputan6.com, Warsawa - Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Mike Pence mendesak Uni Eropa untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran, di mana hal itu disampakannya dalam sebuah konferensi di Warsawa, Polandia, yang membahas tentang Timur Tengah dan ancaman Teheran.
Dalam kesempatan tersebut, Pence menyesalkan sikap Uni Eropa yang masih berada dalam kesepakatan, meskipun AS telah keluar tahun lalu.
Ia juga menuduh negara-negara Uni Eropa telah menghambat pemberian sanksi AS kepada Iran, salah satunya dengan membentuk skema yang memfasilitasi perdagangan dengan Teheran.
Advertisement
Baca Juga
"Sedihnya, beberapa mitra utama kita di Eropa belum begitu kooperatif. Bahkan, mereka telah memimpin upaya untuk menciptakan mekanisme untuk menghambat sanksi," kata Pence sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Jumat (15/2/2019).
Dalam pidatonya, Pence mengatakan bahwa hubungan yang "tetap baik" antara Uni Eropa dengan Iran dapat berimplikasi pada menjauhnya hubungan AS dengan mereka.
"Ini adalah langkah keliru yang hanya akan memperkuat Iran, melemahkan Uni Eropa dan menciptakan jarak lebih jauh antara Eropa dan Amerika Serikat," lanjutnya.
Pernyataan Pence seolah merujuk pada tindakan Jerman dan Prancis beberapa waktu lalu, yang meluncurkan kebijakan keuangan khusus untuk menghindarkan perusahaan mereka di Teheran dari sanksi AS.
Duta Besar Iran untuk Indonesia, Valiollah Mohammadi juga menyebut mekanisme finansial yang disebut Instrument in Support of Trade Exchanges (INSTEX).
"Uni Eropa secara resmi (telah) mengumumkan peluncuran INSTEX, yaitu mekanisme pembayaran langsung antara Eropa dan Iran untuk membantu pelaku usaha Eropa mengelakkan sanksi Amerika Serikat terhadap Iran, serta terus melanjutkan JCPOA (Joint Comprehensive Action Plan)," kata Mohammadi dalam peringatan 40 tahun revolusi Islam Iran di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Mohammadi menyayangkan sikap AS keluar dari kesepakatan nuklir (JCPOA) yang diklaim bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231. Di sisi lain ia sangat mengapresiasi tindakan Uni Eropa yang dinilai lebih bijaksana.
Simak video pilihan berikur:
Konferensi Warsawa
Dalam konferensi yang diadakan di Warsawa, Polandia, dibahas banyak hal terkait konflik Timur Tengah. Di antaranya adalah usaha mengakhiri perang di Suriah dan Yaman, rencana perdamaian Israel-Palestina.
Selain mendesak Uni Eropa, AS melalui Jared Kushner, menantu dan penasihat Presiden AS Donald Trump, juga mengatakan bahwa proposal perdamaian AS di Timur Tengah akan disampaikan setelah Israel selesai pemilu pada April mendatang.
Sebelumnya, Konferensi Warsawa akan khusus membahas ancaman Iran, namun tuan rumah menolak dengan alasan JCPOA masih terjalin antara Uni Eropa dengan Teheran. Dalam konferensi setingkat menteri luar negeri itu, sejumlah negara menolak mengirimkan diplomat senior. Sedangkan Rusia, China, dan beberapa negara lain menolak untuk berangkat.
AS terlihat sebagai pihak utama yang paling berkepentingan dalam konferensi itu, mengingat ia selalu mengidentikkan Iran sebagai ancaman besar. Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri AS Pompeo mengatakan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah tidak dapat dicapai tanpa menghadapi Iran.
Iran selalu diafiliasikan sebagai negara produsen senjata nuklir dan rudal balistik yang mengancam dunia.
Di sisi lain, Iran mengatakan program keamanannya bersifat defensif dan hanya pencegah.
"Salah satu tantangan krusial yang dihadapi Iran dua dekade terakhir adalah aktivitas nuklir yang digunakan untuk tujuan damai. Meski terdapat usaha luar biasa pihak lain yang melihat kegiatan ini sebagai ancaman ... Iran bertahan terhadap sanksi dan mengedepankan kebijakan yang penuh dengan kebijaksanaan dan interaksi antara pemerintah dan mastarakat," kata Valiollah dalam sebuah pidato.
Advertisement