Sukses

Pengedar Narkoba Menyerahkan Diri Massal ke Polisi Bangladesh, Kenapa?

Sebanyak lebih dari 100 orang pengedar narkoba di Bangladesh menyerahkan diri secara bersamaan, ada apa?

Liputan6.com, Dhaka - Lebih dari 100 pengedar narkoba di Bangladesh menyerahkan diri kepada pihak berwenang setempat, Sabtu 16 Februari 2019.

Dalam upacara yang telah dijadwalkan sebelumnya di sebuah kota pantai, seratusan pengedar narkoba mencari pengampunan dan berjanji untuk kembali ke kehidupan normal, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Minggu (17/2/2019).

Peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya itu didorong oleh perang serupa di Filipina, di mana tindakan tegas pemerintahan Rodrigo Duterte menyebabkan hampir 300 orang tewas, dan 25.000 lainnya ditangkap sejak Mei tahun lalu.

Tahun lalu, Bangladesh meluncurkan perang terhadap narkoba, menyusul proliferasi zat ilegal di negara Asia Selatan yang berpenduduk 165 juta orang itu, di mana sebagian besar berupa pil metamfetamin murah.

Masyarakat Bangladesh menyebut pil metamfetamin murah itu sebagai yaba, yang diambil dari bahasa Thailand, dan berarti "obat gila".

Mereka yang menyerah di hadapan Menteri Dalam Negeri setempat, Asaduzzaman Khan, di kota Teknaf di wilayah pesisir Cox Bazaar, adalah termasuk pedagang obat bius, pelaku perdagangan manusia, dan beberapa anggota mafia.

Mereka menyerahkan total 350.000 pil "yaba" berwarna merah muda beraroma vanila, serta puluhan senjata api ilegal.

"Saya mengarahkan hidup saya ke jalan yang salah. Saya menyesali aktivitas saya di masa lalu," kata Sirajul Islam, salah satu dari penyelundup narkoba yang menyerahkan diri.

Islam adalah penduduk Teknaf, sebuah kota pesisir tenggara Bangladesh yang berbatasan dengan Myanmar, di mana dikenal sebagai pusat penyelundupan dan perdagangan "yaba".

 

Simak video pilihan berikut: 

2 dari 2 halaman

Penetapan Yaba Sebagai Zat Terlarang Kelas A

Data dari Departemen Kontrol Narkotika setempat mengatakan sekitar tujuh juta orang menggunakan narkoba, dengan "yaba" sebagai zat yang paling populer.

Sebagai gambara, pada tahun lalu, otoritas hukum Bangladesh mencatat rekor penyitaan 53 juta pil yaba.

Pada Mei tahun lalu, Bangladesh memulai perang melawan narkoba dengan meniru gaya Filipina, setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina mendeklarasikan kebijakan tanpa toleransi terhadap obat-obatan terlarang.

Lalu, pada Oktober, otoritas Bangladesh menetapkan "yaba" sebagai zat terlarang kelas A, dan parlemen negara itu mengesahkan undang-undang yang memungkinkan hukuman mati bagi mereka yang berurusan dengan narkoba.

"Penyerahan formal ini adalah bagian dari perang berkelanjutan pemerintah terhadap narkoba," kata Menteri Dalam Negeri Khan pada program tersebut. "Mereka yang menyerah akan diberi kesempatan kedua untuk hidup normal."

"Mereka yang belum menyerah akan menghadapi konsekuensi yang mengerikan," katanya memperingatkan.

Inspektur Jenderal Polisi Bangladesh Javed Patwary mengatakan pemerintah akan "dengan tulus berusaha memastikan kehidupan yang lebih baik bagi mereka yang menyerahkan diri, dan jika perlu, mereka akan turut direhabilitasi".

"Polisi juga akan mengadvokasi hukuman yang lebih rendah untuk mereka," kata Patwary.