Liputan6.com, Islamabad - Akibat ditolaknya progam Keluarga Berencana (KB) oleh pemuka agama, perempuan di Pakistan terpaksa melakukan hal-hal berbahaya untuk menghentikan kehamilan yang mengancam nyawa mereka.
Beberapa jalan yang sering ditempuh, yakni menelan misoprostol, obat bisul yang dapat mencegah adanya embrio, atau aborsi secara rahasia.
Zameena (nama samaran) adalah representasi perempuan Pakistan dari perekonomian menengah ke bawah yang terpaksa melakukan aborsi diam-diam. Ia tak ingin mempertaruhkan nyawa dengan mengandung anak ke-enam dalam usia tua, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Senin (18/2/2019).
Advertisement
Â
Baca Juga
"Tiga tahun lalu, ketika putri saya lahir, dokter mengatakan bahwa saya harus berhenti melahirkan bayi karena akan berdampak buruk bagi kesehatan saya," kata Zameena.
Sayangnya, saran dokter diacuhkan oleh suami yang menginginkan banyak anak.
"Setiap kali saya mengatakan itu kepada suami, dia justru menyuruh saya untuk percaya kepada Tuhan. Dia pria yang religius sehingga ingin memiliki banyak anak," ia melanjutkan.
Beberapa kali Zameena telah meminta suaminya untuk mengikuti KB, tapi selalu ditolak karena beralasan ibunya saja mampu memiliki anak yang banyak.
"Ketika saya mengeluh kepada suami terkait tidak ingin melahirkan anak lagi, dia menjawab: 'Ibuku saja tidak mati, jadi kamu harus tetap hidup,'."
Perlu diketahui, setengah dari kehamilan di Pakistan, yakni sekitar 4,2 juta setiap tahunnya tidaklah direncanakan, sebagaimana data dari Guttmacher Institute.
Hal itu berkaitan dengan kontroversialnya penggunaan alat kontrasepsi meskipun sebetulnya memiliki harga terjangkau, yakni pil KB berharga 20 rupee (Rp 3.950).
Meskipun harga pil KB murah, kontrol populasi seperti KB adalah masalah khusus di Pakistan. Hal itu karena ajaran agama dan norma pro-natalitas dipegang dengan kuat oleh masyarakat Pakistan.
Aborsi dapat dilakukan jika membahayakan kesehatan, itupun jarang ditempuh karena dokter meminta pasien memahami ajaran agama.
Lebih lanjut, pemuka agama dan kaum nasionalis memang menginginkan jumlah warga negara yang besar, untuk menyaingi populasi India.
Simak pula video pilihan berikut:
Â
LSM Nekat Membantu
Meskipun program KB tidak diperbolehkan oleh pemuka agama di Pakistan, sejumlah LSM nekat membantu kaum perempuan.
Aware Girls dan Konselor Ayeesha adalah dua LSM yang tak ingin melihat lebih banyak perempuan Pakistan meninggal karena aborsi berbahaya. Mereka membantu bagaimana cara mengonsumsi obat dengan aman dan mencari perawatan darurat, termasuk membantu Zameena.
"Sebagian besar dari kita mengetahui perempuan setelah mereka meninggal karena aborsi," kata Gulalai Ismail, salah satu pendiri Aware Girls.
Sementara itu, Konselor Ayeesha mengatakan bahwa terdapat misi kemanusiaan dalam pekerjaannya.
“Pekerjaan saya adalah menyelamatkan hidup perempuan," kata konselor Ayeesha.
Setiap bulannya, Ayeesha mengaku telah membantu 350 kasus perempuan Pakistan yang ingin menyelamatkan hidupnya.
Kasus bahwa perempuan tua di Pakistan harus berjuang untuk menolak kehamilan dibenarkan oleh Badan Amal Marie Stopes. Penyedia fasilitas perawatan pasca-aborsi itu mengatakan bahwa, rata-rata kliennya merupakan perempuan paruh baya hingga tua yang miskin dan telah memiliki sejumlah anak karena menikah sejak usia 18 tahun.
Kasus ini pernah menyeruak ke permukaan dan mendapatkan tanggapan dari pemerintah. Beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Imran Khan mengatakan hendak mendukung kampanye pro-kontrasepsi untuk mengatasi permasalahan ini.
"Para mullah (ulama) memiliki peran kunci untuk dimainkan," kata Imran, di mana ia berinisiatif untuk melakukan kampanye keluarga berencana di sejumlah tempat, termasuk masjid.
Sayangnya, Dewan Islam Pakistan mengatakan bahwa program keluarga berencana tetap menentang agama.
"Kampanye pengendalian kelahiran di tingkat pemerintah harus segera dihentikan dan program pengendalian kelahiran harus dihapus dari perencanaan ekonomi," kata dewan.
Advertisement