Liputan6.com, Damaskus - Kamp pengungsi al-Hawl di Suriah terlihat penuh dengan pengungsi. Di tempat yang berjarak dua jam dari daerah Baghuz itu, berhasil ditemui dua wanita asal Barat yang melarikan diri untuk bergabung 'kekhalifahan' ISIS. Mereka adalah Hoda Muthana (24) dan Shamima Begum (19).
Berbeda dari Begum yang mengaku tidak menyesal bergabung ISIS, Hoda Muthana bercerita bahwa ia telah dicuci otak secara daring. Ia menyebut apa yang telah dilakukannya sebagai 'kesalahan besar' yang selama ini dipersepsikan sebagai 'jihad' akibat pemahaman agama yang kurang.
"Saya pikir melakukan itu dengan benar karena Allah," katanya berusaha menjelaskan, dikutip dari Al Jazeera, Senin (18/2/2019).
Advertisement
Baca Juga
Muthana ingat benar empat tahun lalu telah menipu orangtuanya agar mengizinkan pergi ke Atlanta dengan alasan 'kunjungan sekolah'. Ia kemudian menggunakan uang kuliah untuk membeli tiket pesawat, dan akhirnya terbang ke Suriah setelah berhasil melewati Turki.
Raqqa, ibu kota de facto ISIS, menjadi saksi cintanya dengan Suhan Rahman --militan asal Australia. Beberapa saat kemudian Rahman terbunuh di Kobani, dan Muthana memutuskan menikah dengan orang lain.
Raqqa juga menjadi saksi di mana ia mengambil foto paspor-paspor Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Australia yang dikumpulkan dari para simpatisan ISIS.
Kala itu ia mengunggah gambarnya ke Twitter dengan menyematkan keterangan "Segera dibakar, tidak butuh (paspor-paspor) ini lagi."
Muthana mengaku memang sempat aktif menyuarakan propaganda di Twitter tentang ISIS, namun pada 2016 akunnya telah diambil alih oleh orang lain.
Saksikan pula video pilihan berikut:
Seperti di Film, Muthana Makan Rumput.
Punya keinginan besar untuk segera kembali ke kampung halamannya di AS, Muthana menyesali dirinya yang dulu.
"Kurasa, (dulu) aku sangat arogan," katanya."Sekarang aku khawatir dengan masa depan anakku. Dulu aku pernah dicuci otak, dan teman-temanku yang lain masih berada di bawah pengaruh itu," lanjutnya, saat itu ia tengah menggendong anaknya yang berusia 18 bulan.
Muthana menggambarkan kehidupannya di Suriah sangat mengenaskan, bahkan sempat memakan rumput. Ia trauma dengan semua itu.
"Seperti di film. Saya benar-benar trauma dengan pengalaman saya. Kami kelaparan dan kami makan rumput," katanya mengiba.
Muthana menyesal, ia mengiba kepada otoritas AS untuk diperbolehkan kembali ke kampung halamannya.
Hingga saat ini belum diketahui tanggapan AS terhadap permintaan Muthana, terlebih negeri itu tengah dipimpin oleh Donald Trump.
Tidak hanya membenci terorisme, presiden nyentrik itu tengah sesumbar mengaku berhasil mengalahkan ISIS. Nasib Muthana saat ini berada di tangan pejabat di Washington DC.
Advertisement