Liputan6.com, Brisbane - Pemerintah Australia, bersama dengan para ilmuwan, mengabarkan tentang punahnya jenis mamalia, yang diketahui sebagai kasus pertama akibat perubahan iklim.
Bramble Cay --nama mamalia tersebut-- adalah sejenis tikus kecil berwarna cokelat, yang merupakan endemik sebuah pulau di sisi utara Great Barrief Reef, kawasan ekosistem lindung terbesar di Australia.Â
Dikutip dari CNN pada Kamis (21/2/2019), mamalia tersebut hidup di area seluas lima hektar, yang berlokasi di tengah Selat Torres, antara negara bagian Queensland dan Papua Nugini.
Advertisement
Baca Juga
Mamalisa tersebut tidak lagi terlihat selama hampir 10 tahun dan sempat lebih dulu dinyatakan punah setelah upaya "konservasi menyeluruh" gagal, tulis sebuah laporan yang diterbitkan oleh University of Queensland, pada 2016 lalu.
Temuan itu baru dikonfirmasi oleh pemerintah Australia pada Senin 18 Februari.
Penyebab kepunahannya adalah "karena genangan laut" akibat naiknya permukaan air laut selama satu dekade terakhir, yang telah menyebabkan "hilangnya habitat secara dramatis," menurut laporan 2016 itu.
"Ini bukan keputusan yang mudah," ujar Geoff Richardson, asisten sekretaris untuk komisi lingkungan dan energi, di hadapan anggota Senat Australia.
"Ketika sesuatu terdaftar sebagai punah, pada dasarnya tamparan kepada kami untuk meninjau ulang kebijakan perlindungan alam liar," lanjutnya.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Populasi Menurun Sejak 1992
Ratusan ekor hewan pengerat itu diyakini menempati habitat terakhirnya sejak 1970-an. Namun, populasi mereka dengan cepat menurun setelahnya.
Pada 1992, populasi mamalia tersebut turun sangat tajam, sehingga pemerintah negara bagian Queensland mengklasifikasikan sebagai spesies yang terancam punah.
Kritik terhadap upaya konservasi Australia mengatakan kabar kepunahan itu menyoroti kurangnya sumber daya untuk melestarikan satwa liar.
"Kepunahan mamalia Bramble Cay adalah tragedi mutlak," kata senator Partai Hijau Janet Rice, yang memimpin penyelidikan senat atas krisis kepunahan di Australia.
"Ketergantungan (partai) Buruh dan Liberal terhadap batu bara adalah tanda kematian bagi banyak hewan terancam lainnya," kata Rice, merujuk pada kebijakan pro pertambangan yang didukung partai-partai politik utama.
Jika suhu terus meningkat, hampir 8 persen dari semua spesies di seluruh dunia berisiko punah, lapor sebuah studi oleh University of Connecticut, pada 2015.
Studi tersebut juga menemukan fakta bahwa Australia, Selandia Baru, dan Amerika Selatan dianggap berisiko tinggi mengalami kepunahan hewan akibat perubahan iklim.Â
Advertisement