Liputan6.com, Jakarta - Moammar Khadafi adalah mantan Presiden Libya yang sering dilihat sebagai figur diktator. Ia pernah memimpin negara di wilayah Maghrib Afrika Utara selama 41 tahun. Maka tidak mengejutkan jika ia disebut sebagai penguasa negara dengan sistem non-kerajaan terlama sejak abad 20.
Pemimpin yang dijuluki 'The Brother Leader' dan 'King of Kings' ini, sempat berkuliah di universitas dan akademi militer sebelum berkuasa.
Advertisement
Baca Juga
Saat menempati posisi tinggi kemiliteran, Khadafi bertekad menggulingkan sistem monarki Libya yang saat itu dipimpin oleh Raja Idris.
Saat usahanya berhasil, Khadafi muncul sebagai sosok yang mengimplementasikan banyak 'hal besar' di awal kepemimpinannya. Ia memadukan ideologi Islam Ortodox, Sosialisme Revolusioner, dan Nasionalisme Arab.
Sayang, seiring berjalannya pemerintahan, ia justru terlihat mempraktikkan kediktatoran anti-Barat. Termasuk mengusir orang Italia pada 1970.
Di balik kediktatoranya, Khadafi disinyalir memiliki kebijakan yang sangat pro-rakyat. Beberapa sumber mengabarkan bahwa listrik dan beberapa fasilitas vital diberikan secara cuma-cuma.
Berikut ini kabar kebijakan Moammar Khadafi dalam pemerintahannya (1961-2011), seperti dilansir dari beberapa sumber.
Â
Simak pula video pilihan berikut:
1. Pendidikan Gratis
Menurut laporan Global Research (Centre for Research on Globalization disingkat CRG), pendidikan di Libya sempat digratiskan.
Organisasi nirlaba di Kanada yang mengklaim menerbitkan penelitian independen tersebut mengatakan bahwa pemerintah Khadafi memberikan beasiswa bagi warga negara yang menginginkan fasilitas pendidikan.
Bahkan, beasiswa juga diberikan bagi yang ingin belajar di luar negeri.
Meskipun demikian, tidak disebutkan terkait persyaratan dan proses seleksi yang diberikan oleh pemerintah Libya saat itu.
Advertisement
2. Listrik Gratis?
Sejumlah pihak mengklaim bahwa Khadafi sempat menggratiskan listrik bagi warga negaranya. Meskipun demikian, kebijakan tersebut dipertanyakan mengingat masa kekuasaan sang presiden yang tidak sebentar.
41 tahun tanpa tagihan listrik, adalah sebuah pertanyaan besar.
Menurut laporan lembaga Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund Report No. 13/151, Libya: Selected Issues, pemerintah Libya memang memberikan subsidi besar-besaran dalam listrik hingga tahun 2010.
Data IMF menunjukkan bahwa di daerah pemukiman, tarif listrik per-kWh sekitar 1-2 sen dollar AS (sekira Rp 1.400-2.800). Sedangkan untuk daerah komersil, harga listrik per-kWH dibanderol dengan 5 sen dollar AS (sekira Rp 7.000).
Tarif listrik di Libya pada pemerintahan Khadafi sering digaungkan sebagai prestasi besar. Padahal, besaran tarif tersebut hampir sama dengan Indonesia. Pada 2018, Perusahaan Listrik Negara (PLN) memberlakukan harga Rp 1.467,28 untuk setiap kWH-nya, bagi pengguna dengan daya 1.300 - 6.600 VA.
3. Bahan Bakar Murah
Libya di bawah Khadafi disebut-sebut memiliki harga BBM yang sangat murah. Suatu situs mengatakan bahwa bensin dijual seharga 0,14 US$ saat itu (sekira Rp 1.962).
Situs tersebut tidak sepenuhnya salah. Data dari IMF menunjukkan bahwa menjelang pemerintahan Khadafi berakhir, bensin masih dijual dengan tarif US$ 0,16 (sekira Rp 2.242).
Laporan IMF pada 2012, setahun setelah Khadafi dieksekusi memperlihatkan bahwa subsidi harga bahan bakar dan listrik mencapai 11 persen dari total GDP.
Advertisement
4. Proyek Irigasi Terbesar
Menurut laporan Centre for Research on Globalization, pemerintah Khadafi sempat mendanai megaproyek irigasi. Infrastruktur tersebut dibangun untuk menjamin ketersediaan air bagi semua warga Libya di seluruh negeri.
Megaproyek irigasi tersebut disebut oleh Khadafi sebagai "keajaiban dunia kedelapan."
5. Memperkenalkan Dinar Emas sebagai Mata Uang Tunggal Afrika
Masih menurut sumber yang sama, Khadafi pernah memperkenalkan mata uang tunggal Afrika. Ia ingin mengimplementasikan rencana itu di region yang diberi nama "United States of Africa".
Khadafi yang anti-Barat disinyalir ingin menjadikan perekonomian dunia "kacau" dengan rencana tersebut.
Advertisement