Liputan6.com, Khartoum - Deklarasi keadaan darurat nasional oleh Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir tidak menyurutkan langkah para demonstran. Massa aksi tetap turun ke jalan menyuruh al-Bashir mundur setelah tiga dekade berkuasa.
Sebelumnya pada Jumat 22 Februari 2019 lalu, al-Bashir mendeklarasikan keadaan darurat nasional, dengan menutup pemerintahan selama satu tahun. Ia juga memecat para pejabat negara federal dan 18 gubernur, kemudian menggantikan dengan militer.
Advertisement
Baca Juga
Pada Senin 25 Februari, al-Bashir telah melarang protes dan pertemuan publik, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Reuters dikutip dari BBC News, Selasa (26/2/2019).
Alih-alih menyusut, protes justru semakin meningkat dengan ribuan demonstran beraksi di Ibu Kota Khartoum dan Omdurman -kota terbesar kedua di Sudan.
Protes besar tersebut dikomandoi oleh Partai Umma National -oposisi pemerintahan- serta Asosiasi Profesional Sudan. Keduanya bersikukuh menginginkan al-Bashir mundur dari jabatan kepresidenan.
Menanggapi demonstrasi, pasukan keamanan menembakkan serangan peringatan. Setidaknya tiga orang dilaporkan terluka akibat luka tembak sejak Minggu.
Saat ini, aparat keamanan memberlakukan sidak untuk mencari sejumlah peserta demonstrasi. Setidaknya, hal itu dilakukan di Distrik Khartoum Sudan.
Â
Simak pula video pilihan berikut:
Status Darurat Nasional Mengancam Demonstran
Aksi protes oleh warga negara Sudan akan semakin berbahaya jika dilakukan dalam keadaan darurat nasional. Hal tersebut dikarenakan dalam status tersebut personil keamanan memiliki hak yang lebih luas untuk "mengamankan" negara.
"Sesuai dengan konstitusi Sudan, keadaan darurat memberikan polisi, pasukan keamanan dan militer hak untuk menangkap tanpa surat perintah, untuk menyerang rumah-rumah serta siapa pun yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan pembangunan ekonomi dan stabilitas," tutur Hiba Morgan, reporter Al Jazeera.
Lebih lanjut, al-Bashir telah menyebut para oposisi memiliki kepentingan politik yang disusupi oleh agenda asing, sehingga membahayakan nasional. Dengan pernyataan itu ditambah dengan status keadaan darurat nasional, akan lebih banyak pasukan keamanan digunakan untuk melawan pengunjuk rasa.
Protes yang menargetkan pemerintahan Sudan sendiri telah berlangsung sejak 19 Desember 2018. Baru-baru ini, unjuk rasa berubah meminta presiden berusia 75 tahun yang telah menjabat selama tiga dekade, turun dari tampuk kekuasaan.
Lebih dari 1.000 orang dilaporkan telah ditahan oleh Badan Intelijen dan Keamanan Nasional (NISS) sejak protes dimulai. Jumlah tersebut termasuk para pemimpin oposisi, aktivis dan jurnalis.
Sebuah organisasi hak asasi manusia kemudian melaporkan terdapat sekitar 60 orang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.
Meskipun mendapatkan banyak tekanan, para demonstran bersumpah akan terus melancarkan protes hingga al-Bashir meninggalkan jabatannya.
Advertisement