Liputan6.com, Bangkok - Menjelang pemilihan umum di Thailand, para pendatang baru pentas politik semakin gencar berkampanye. Thanathorn Juangroongruangkit (40) adalah salah satunya.
Thanathorn adalah pengusaha onderdil kendaraan bermotor sekaligus bintang media sosial yang menjadi primadona kaum muda. Ia merupakan pemimpin Future Forward Party, sebuah partai yang menjanjikan berakhirnya "kediktatoran" militer Thailand.
Baca Juga
Ia mempromosikan Future Forward Party sebagai wajah alternatif dari politik "terpolarisasi" negara itu, yang selama ini hanya mengadu antara partai pro-militer dengan klan Thaksin.
Advertisement
"Saya mendesak 'Futuristas' (sebutan bagi para pendukung partai) untuk melawan masa depan di mana pemimpin junta kembali menjadi perdana menteri," kata Thanathorn pada Sabtu 23 Februari 2019.
Pemuda Thailand telah lama terpikat oleh kampanye politik Future Forward Party karena dianggap sangat progresif.
Ratusan anak muda, sebagian besar merupakan pelajar, sering kali meminta berswafoto dengan sang politisi baru. Bahkan, Thanathorn beberapa kali mengunggah antusiasme kaum muda tersebut dalam akun Instagram pribadinya.
Kaum muda yang berhasil berfoto dengan Thanathorn juga beberapa kali mengunggah gambar ke media sosial. Beberapa waktu lalu, ratusan foto dengan tagar #SaveThanathorn menjadi viral, menyusul kasus "hukum" yang menjerat sang miliarder.
Para anak muda secara sengaja menggunakan tagar itu untuk menunjukkan empati terhadap kasus yang menjerat dan memperlihatkan bahwa sang politisi muda tidak sendiri.
Simak pula video pilihan berikut:
Terancam Dituntut
Sikap Thanathorn yang sangat berani khususnya dalam mengkritik militer, telah menarik perhatian polisi untuk menuntutnya. Ia terancam dipidanakan dengan menggunakan Undang-Undang Kejahatan Komputer (Computer Crimes Act) akibat mengkritik militer melalui Facebook.
Saat ini polisi mengatakan tengah mempersiapkan penuntutan terhadap Thanathorn dan dua rekan partainya yang dianggap menyebarkan "informasi palsu".
Jika terbukti bersalah, ia harus menghadapi hukuman lima tahun penjara.
Future Forward Party membantah tuduhan tersebut. Mereka mengatakan bahwa substansi yang dirilis memang merupakan informasi yang telah diketahui publik.
Selain kasus itu, Thanathorn juga harus menghadapi petisi yang meminta Komisi Pemilihan untuk mendiskualifikasi dirinya.
Pemimpin Future Forward Party justru melihat tekanan-tekanan yang datang sebagai bukti bahwa partainya telah dilirik banyak orang. Ia memprediksi bahwa tekanan datang dari oknum yang takut karena keberadaannya mengancam eksistensi militer dalam politik.
"Itu ketakutan. Tidak ada yang mengira kita akan sejauh ini. Ini adalah perjuangan terakhir kediktatoran untuk hidup," katanya.
"Computer Crimes Act digunakan dengan tujuan untuk membungkam kami, mengancam kami, untuk membuat ketakutan di negara ini," pungkas Thanathorn.
Advertisement