Sukses

Misterius, Bangkai Seekor Paus Bungkuk Ditemukan di Tengah Hutan Brasil

Paus bungkuk yang ditemukan di Pulau Marajo, Brasil, seharusnya berada di Antarktika saat ini.

Liputan6.com, Rio de Janeiro - Seekor paus bungkuk (Megaptera novaeangliae) ditemukan mati di rawa terpencil di Sungai Amazon, Brasil. Hewan laut itu diduga terdampar ke daratan.

Mamalia laut tersebut seharusnya telah bermigrasi ribuan mil ke Antarktika pada saat ini, tetapi anggota kelompok konservasi Bicho D’Água mengatakan, mereka menemukan paus malang ini di Pulau Marajo, timur laut Brasil.

Mereka mendapati bangkai paus pada Jumat pekan kemarin, tidak jauh dari pantai setelah mereka mengikuti burung pemakan bangkai yang berputar-putar di atas mereka.

Si Bungkuk tak bernyawa, yang panjangnya sekitar delapan meter, ditemukan di tengah vegetasi lebat dan semak belukar.

Seekor paus bungkuk ditemukan mati di tengah-tengah vegetasi Pantai Araruna di Pulau Marajo, wilayah hutan hujan Amazon, Brasil pada 22 Januari 2019. Para ilmuwan dikagetkan dengan penemuan bangkai paus tersebut. (HO/Acervo Instituto Bicho D'Agua/AFP)

"Kami mengira hewan ini tersapu arus dan air pasang membawanya ke tengah hutan bakau," jelas Renata Emin, Presiden Bicho D'gua, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (28/2/2019).

"Pertanyaannya adalah, apa yang dilakukan seekor paus bungkuk pada bulan Februari di pantai utara Brasil? Ini merupakan fenomena tak lazim," imbuhnya.

Kemudian, sekelompok ahli biologi memeriksa bangkai tersebut pada akhir pekan untuk mencari tahu penyebab kematian paus itu. Tim peneliti mengharapkan adanya laporan postmortem dalam kurun waktu 10 hari.

"Kami mengumpulkan informasi, mengidentifikasi tanda-tanda pada tubuh paus, untuk menentukan apakah mamalia itu terperangkap dalam jaring atau tertabrak perahu," ujar Emin.

Para ahli konservasi dari Institut Bicho d'Gua berpendapat, paus kemungkinan terpisah dari induknya sebelum terdampar lantaran gelombang pasang tinggi saat badai.

Peneliti lain berspekulasi bahwa Si Bungkuk mungkin berenang ke pantai untuk mencari makanan dan mati lemas setelah mengonsumsi banyak plastik.

Bangkai paus bungkuk di tengah-tengah vegetasi Pantai Araruna di Pulau Marajo, wilayah hutan hujan Amazon, Brasil pada 22 Januari 2019. Paus itu diyakini mati di laut dan kemungkinan besar tersapu gelombang pasang. (HO/Acervo Instituto Bicho D'Agua/AFP)

Peter Evans, Direktur Sea Watch Foundation, yang memantau paus dan lumba-lumba di pantai Inggris, mengatakan kejadian seperti ini tak pernah terjadi. Menurutnya, paus bungkuk sering ditemukan di perairan pantai dan diketahui bermigrasi jauh.

Paus bungkuk Amerika Selatan berkembang biak di sekitar khatulistiwa dan kemudian bermigrasi ke Antarktika untuk mencari makan.

"Anak paus ini mungkin terpisah dari induknya, mungkin induknya telah mati, di musim panas bagian Bumi selatan, dan kemudian berkeliaran mencari makanan sendiri. Anggapan bahwa ia mati karena menelan plastik, harus berdasarkan bukti terlebih dahulu. Kalau spekulasi terbesar saya, ia mati kelaparan. Jika para peneliti melakukan pemeriksaan postmortem, maka kita akan memiliki hasil yang lebih jelas," tutup Evans.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

140 Ekor Paus Pilot Terdampar di Pantai Selandia Baru, Terancam Euthanasia?

Tiga bulan lalu, insiden hampis serupa juga pernah terjadi di Negeri Kiwi. Lebih dari 140 ekor paus pilot (Globicephala) dilaporkan terdampar di pantai Selandia Baru yang terpencil, di mana merupakan kejadian terakhir dalam serangkaian kasus serupa di negara tersebut.

Pada Sabtu malam, Departemen Konservasi (DoC) diberitahu tentang sekumpulan paus pilot yang terdampar di Mason Bay di Pulau Stewart.

Seorang pejalan kaki yang berkemah di lokasi terpencil itu mengatakan kepada pihak berwenang tentang tragedi tersebut, yang menggambarkan, jumlah amat banyak seperti 'tumpukan kacang polong'.

Manajer operasional DoC, Ren Leppens mengatakan bahwa setidaknya separuh dari paus itu mati pada saat staf tiba di tempat kejadian, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Senin, 26 November 2018.

"Sayangnya, kemungkinan berhasil mendorong kembali paus yang tersisa ke laut, sangat rendah. Lokasi terpencil, kurangnya personel di dekatnya dan kondisi paus yang semakin memburuk, menjadikan tindakan yang paling manusiawi adalah euthanasia," kata Leppens.

"Namun, itu selalu merupakan keputusan yang memilukan," lanjutnya pilu.

Salah satu sub suku Maori, suku Ngasi Tahu, kini bekerjasama dengan DoC untuk memberkati paus yang mati dan membuat rencana untuk mengadakan penguburan massal.

Terdamparnya hewan laut adalah hal yang umum di Selandia Baru, mengingat negara tersebut merupakan salah satu titik pertemuan terpadat para biota lautan.

Menurut DoC, terjadi rata-rata 85 kasus hewan laut terdampar, dan biasanya adalah biota tunggal.