Sukses

Eks Atlet Renang Inggris: Transgender Tak Boleh Ikut Berkompetisi dengan Perempuan

Mantan perenang Inggris, Sharron Davies berkomentar agar "atlet perempuan-transgender tak boleh bertanding dalam kompetisi olahraga nomor perempuan".

Liputan6.com, London - Mantan perenang Inggris, Sharron Davies berkomentar agar "atlet perempuan-transgender tak boleh bertanding dalam kompetisi olahraga nomor perempuan", dengan merujuk soal 'adanya persaingan yang tidak adil' akibat 'keuntungan fisik dari para atlet perempuan-transgender'.

Perempuan-transgender (trans-woman) adalah mereka yang terlahir laki-laki namun kemudian berpindah gender atau seks menjadi perempuan.

Komentar Davies mengikuti jejak juara 18 kali tenis Grand Slam nomor tunggal putri, Martina Navratilova yang sebelumnya berkomentar "adalah curang" untuk memungkinkan perempuan transgender bersaing dalam olahraga perempuan karena "mereka memiliki keuntungan fisik yang tidak adil."

Kelompok aktivis hak asasi manusia dan LGBT telah merespons komentar Navratilova, menyebutnya sebagai 'trans-phobia atau fobia terhadap orang-orang transgender'.

Sementara itu, Davies (56) yang berbicara kepada BBC, dilansir pada Minggu (3/3/2019), mengklaim, komentarnya datang usai ia mengaku telah "berbicara dengan banyak atlet perempuan lainnya yang 'merasakan hal yang sama'."

"Ini bukan soal fobia, saya sebelumnya benar-benar ingin mengatakan bahwa kami tidak memiliki masalah dengan orang transgender," katanya.

"Setiap atlet perempuan nomor tunggal yang saya ajak bicara --dan saya telah berbicara dengan banyak teman saya dalam olahraga internasional-- memahami dan merasakan hal yang sama seperti saya."

"Sayangnya, banyak orang yang berada dalam perlombaan sekarang berada dalam kesulitan karena mereka menahan menyuarakan pendapatnya. Mungkin ini adalah andil bagi orang-orang yang berkompetisi di masa lalu --seperti saya-- yang telah memahami kesulitan yang ada dan kami sedang dihadapkan pada persoalan saat ini untuk mencoba membuat diskusi, dan mencoba menjelaskan bagaimana kita merasa perlu ada lapangan bermain yang adil dan setara."

Davies --dua kali peraih medali emas dari Commonwealth Games-- mengatakan, "badan pengelola olahraga dunia perlu membahas dan menawarkana solusi atas 'masalah ini'," lanjutnya.

"Kita perlu menemukan sesuatu yang efektif dan disetujui oleh semua orang, daripada memiliki segala macam aturan yang beragam," tambahnya.

"Kita perlu membuat seperangkat aturan yang jelas, ringkas, dan adil."

Komentar Davies datang sehari setelah dia memposting pendapatnya di Twitter. Peraih medali perak Olimpiade 1980 itu mengatakan: "Saya percaya ada perbedaan mendasar antara jenis kelamin biner Anda sejak lahir dan jenis kelamin yang Anda identifikasi."

"Untuk melindungi olahraga perempuan, mereka yang memiliki keunggulan jenis kelamin laki-laki seharusnya tidak dapat bersaing dalam olahraga perempuan."

Pada Desember 2018, atlet sepeda transgender Rachel McKinnon mengatakan kepada BBC Sport bahwa dia memperkirakan dia telah menerima lebih dari 100.000 pesan kebencian di Twitter sejak dia memenangkan gelar Kejuaraan Dunia Track UCI Masters Track pada Oktober 2018.

Rekannya sesama atlet sepeda, Jen Wagner-Assali, yang berada di urutan ketiga, menyebutnya "tidak adil" dan meminta badan pengatur olahraga sepeda internasional untuk mengubah aturannya.

Sementara pada Sabtu 2 Maret 2019, McKinnon mengatakan Davies adalah "seorang fobia transgender" dan "penyuara ujaran kebencian".

"Tidak ada perdebatan mengenai apakah atlet perempuan-transgender memiliki keuntungan yang tidak adil: jelas tidak," lanjut McKinnon di Twitter .

Athlete Ally --organisasi yang berbasis di AS yang mengkampanyekan para atlet LGBT-- "memutus hubungan" dengan Martina Navratilova setelah ia menyuarakan komentarnya tentang atlet transgender yang "melestarikan mitos berbahaya".

Padahal, Navratilova telah lama berkampanye untuk hak-hak LGBT dan pernah menderita pelecehan ketika dia mengidentifikasi diri sebagai lesbian pada 1980-an.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Bagaimana Aturan Komite Olimpiade Internasional?

Di bawah panduan yang diperkenalkan pada tahun 2016, Komite Olimpiade Internasional (IOC) memungkinkan atlet yang beralih dari perempuan ke laki-laki (trans) untuk berpartisipasi tanpa batasan.

Pesaing laki-laki dan perempuan, bagaimanapun, diharuskan mempertahankan kadar testosteron mereka --hormon yang meningkatkan massa otot-- di bawah level tertentu selama setidaknya 12 bulan sebelum kompetisi.