Liputan6.com, Jakarta - Pada 6 Maret 1521, hampir 500 tahun lalu, armada tiga kapal Spanyol yang dipimpin Ferdinand Magellan, berlabuh di Teluk Umatac, Guam.
Awalnya ada lima kapal dalam armada yang dipimpin penjelajah asal Portugis itu, yakni Trinidad, Victoria, Santiago, San Antonio dan Concepcion.
Advertisement
Baca Juga
Bahtera-bahtera itu angkat sauh dari Spanyol pada 20 September 1519, membawa 270 kelasi, dengan tujuan mencari rute barat, menuju kepulauan rempah-rempah di lokasi yang kini bernama Indonesia.
Armada berlayar ke Afrika Barat, lalu Brasil, di mana ia mencari sebuah selat yang akan membawanya ke Pasifik. Sebelum upaya itu berhasil, pemberontakan yang dipimpin nakhoda asal Spanyol pecah.
Perlawanan berhasil diredam. Seperti dikutip dari History.com, Ketika akhirnya ia menemukan jalan yang dicari, hanya tersisa tiga kapal dalam armadanya.
Dibutuhkan 38 hari untuk menavigasi selat berbahaya itu -- yang memisahkan Tierra del Fuego dan daratan utama benua, sebelum akhirnya tiba di perairan yang tenang. Magellan pun menangis haru karenanya.
Samudera itu dinamakan "Pasifik," dari kata Latin pacificus, yang berarti tenang. Butuh 99 hari untuk mengarunginya. Persediaan makanan di kapal habis sama sekali. Para awak terpaksa mengunyah bagian kulit dari perlengkapan mereka agar tetap hidup.
Sesampainya di Guam, para awak yang lelah dan lapar bergegas ke darat untuk memulihkan persediaan.
Namun, penduduk asli Chamorro, yang tak mengenal konsep kepemilikan ala Spanyol mulai mengambil apapun yang bisa mereka ambil dari kapal.
Orang-orang Spanyol pun melabeli Guam sebagai Islas de Los Ladrones atau The Island of Thieves -- pulau para pencuri. Para pelaut yang lemah mengalami kesulitan menangkis penduduk asli yang tinggi dan kuat.
Hingga akhirnya, meriam yang ditembakkan dari Trinidad, menakuti para penduduk asli -- membuat mereka mundur dari kapal dan kabur ke hutan.
Magellan akhirnya bisa mendapatkan perbekalan, dengan menawarkan besi -- komoditas yang sangat dihargai oleh orang-orang Neolitik -- dengan buah-buahan segar, sayuran, dan air.
Sepuluh hari kemudian, Magellan dan para awaknya berlabuh di Cebu, yang berjarak sekitar 400 mil dari kepulauan kaya rempah-rempah yang jadi tujuan mereka.
Magellan bertemu dengan kepala Cebu, yang setelah pindah agama menjadi Kristen membujuk orang Eropa untuk membantunya menaklukkan suku saingan di pulau tetangga Mactan.
Dalam pertempuran pada 27 April 1521, Magellan terkenal panah beracun dan tewas.
Setelah kematian Magellan, para penyintas, dengan dua kapal, berlayar ke Maluku dan mengisi lambung bahtera itu dengan rempah-rempah.
Satu kapal berusaha kembali melintasi Pasifik, namun tak berhasil. Bahtera lainnya, Vittoria, terus ke barat di bawah komando navigator Basque Juan Sebastian de Elcano.
Kapal tersbeut berlayar melintasi Samudra Hindia, mengitari Tanjung Harapan, dan tiba di pelabuhan Sanlucar de Barrameda di Spanyol pada 6 September 1522, menjadi kapal pertama yang mengelilingi dunia.
Nenek Moyang Guam dari Indonesia?
Kini Guam berpredikat sebagai unincorporated and organized territory Amerika Serikat. Warganya diberi kewarganegaraan AS, tapi tidak mempunyai hak politik untuk ikut dalam pemilihan umum nasional.
Penduduk asli Guam adalah suku Chamorro, yang tak memiliki keterkaitan budaya dengan warga di daratan Amerika yang lain.
Suku Chamorro di Guam berkembang sebagai masyarakat nelayan, petani, dan pemburu.
Mereka adalah pelaut ulung dan pengrajin terampil yang memproduksi tenunan dan gerabah rumit, membangun rumah, dan kano berbentuk unik.
Masyarakat Chamorro memiliki sistem adat matriarkal yang kuat, yang melalui kekuatan dan kewibawaan para perempuan dan kegagalan penjajah Spanyol untuk mengenali fakta tersebut. Hal itu membuat budaya suku tersebut, termasuk bahasa, musik, tari, dan tradisi bertahan hingga saat ini.
Seperti dikutip dari guam-online.com, penduduk asli Guam diyakini sebagai keturunan dari Indo-Malaya yang berasal dari Asia Tenggara yang datang pada tahun 2.000 Sebelum Masehi.
Secara linguistik dan budaya, Guam juga punya kemiripan dengan Malaysia, Indonesia, dan Filipina--yang menjadi petunjuk asal usul suku Chamorro.
Buku berjudul Ancient Chamorro Society karya Lawrence J. Cunningham bahkan membandingkan bahasa suku tersebut dengan kata-kata dalam budaya lain, termasuk Indonesia.
"Berdasarkan perbandingan tersebut, bahasa Chamorro lebih memiliki kemiripan dengan bahasa Indonesia," demikian cuplikan dari buku tersebut.
Kata-kata yang sama termasuk mata, susu, lima -- sementara pada istilah lain ditemukan kemiripan.
Meski demikian, masih dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk menentukan dari mana nenek moyang masyarakat asli Guam berasal.
Sementara itu, dari sisi sejarah, Guam mengalami sejumlah pendudukan, dari Spanyol, sempat jatuh ke tangan Amerika Serikat pada tahun 1898, selama Perang Spanyol-Amerika.
Kemudian, pada Perang Dunia II, di awal Desember 1941, angkatan bersenjata Jepang menyerbu Guam. Selama hampir tiga tahun, pulau itu berada dalam kekuasaan Negeri Matahari Terbit hingga akhirnya direbut kembali oleh AS pada 1944.
Saat ini Guam menjadi lokasi pangkalan militer Amerika Serikat di Pasifik, salah satu alasan yang menjadikannya target rudal Korea Utara.
Advertisement