Liputan6.com, Dandi - Hari ini, tepat 89 tahun lalu, Mahatma Gandhi berangkat dari ashramnya--julukan bagi sejenis padepokan agama--di Sabermanti dekat Ahmedabad, dengan ditemani oleh beberapa puluh pengikut dalam perjalanan sekitar 240 mil (sekitar 386 kilometer) ke Kota Dandi di pesisir Laut Arab.
Di sana, Gandhi dan para pendukungnya menentang kebijakan kolonial Inggris tentang produksi garam dari air laut pesisir India, demikian Today in History dikutip dari History.com pada Senin (11/3/2019).
Sepanjang jalan, Gandhi berbicara kepada hampir setiap penduduk yang ditemuinya, dan semakin hari semakin banyak orang tertarik bergabung dalam aksi berjuluk "Pawai Garam" itu.
Advertisement
Baca Juga
Saat tiba di Dandi pada 5 April di tahun yang sama, Mahatma Gandhi telah menghimpun puluhan ribu massa. Dia berbicara dan memimpin doa hingga malam, lalu berlanjut pada keesokan paginya dengan berjalan ke laut untuk memanen garam.
Sebagai informasi, kolonial Inggris kala itu melarang penduduk lokal India untuk berladang garam karena nilainya yang tinggi.
Tidak peduli akan larangan itu, Gandhi terus berjalan ke arah ladang garam dan mulai memanen. Para polisi berusaha mencegahnya dengan membenamkan kristalisasi air laut ke dalam lumpur.
Namun demikian, Gandhi mengulurkan tangan dan mengambil sebongkah kecil garam alami dari lumpur. Saat itu juga, hukum kolonial Inggris telah ditentang oleh orang lokal.
Di Dandi, ribuan lainnya mengikuti jejaknya, dan di kota-kota pesisir Bombay (sekarang disebut Mumbai) dan Karachi, nasionalis India memimpin kerumunan warga membuat garam.
Segera setelahnya, aksi serupa menyebar dengan cepat di India, yang melibatkan jutaan orang. Sebagai akibatnya, otoritas kolonial Inggris menangkap lebih dari 60.000 orang, termasuk Mahatma Gandhi.
Meski begitu, gerakan satyagraha tetap berlanjut. Pada 21 Mei, penyair Sarojini Naidu memimpin 2.500 demonstran di Ladang Garam Dharasana, sekitar 150 mil (241 kilometer) di utara Mumbai.
Beberapa ratus polisi India yang dipimpin Inggris menemui mereka dan dengan kejam memukul demonstran yang tengah menjalankan aksi damai.
Insiden itu, yang direkam oleh jurnalis Amerika Webb Miller, memicu kemarahan internasional terhadap kebijakan Inggris di India
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Berawal dari UU Garam yang Diskriminatif
Undang-Undang Garam, yang diberlakukan oleh Inggris sejak 1882, melarang orang India mengumpulkan atau menjual garam, yang merupakan bahan pokok dalam tradisi kuliner mereka.
Akibatnya, warga India terpaksa membeli mineral vital itu dari penguasa kolonial Inggris, yang tidak hanya melakukan monopoli atas pembuatan dan penjualan garam, tetapi juga membebankan pajak garam yang besar.
Sementara itu, setelah tinggal selama dua dekade di Afrika Selatan, tempat Mahatma Gandhi memperjuangkan hak-hak sipil orang India yang tinggal di sana, dia kembali ke negara asalnya pada 1915, Candhi segera mulai berjuang untuk memerdekakan India dari Britania Raya.
Menentang UU Garam, menurut Gandhi, akan menjadi cara yang sederhana dan cerdik bagi banyak orang India untuk melanggar hukum Inggris tanpa kekerasan.
Gandhi menyatakan penolakan terhadap kebijakan garam Inggris sebagai tema pemersatu untuk kampanye baru "satyagraha," atau pembangkangan sipil massal.
Adapun Pawai Garam yang berlangsung dari Maret hingga April 1930 adalah tindakan pembangkangan sipil pertama yang dipimpin oleh Mahatma Gandhi untuk memprotes pemerintahan Inggris di India.
Sementara itu, di tanggal yang sama pada 1947, Presiden Amerika Serikat (AS) memperkenalkan doktrin-Truman untuk memerangi komunisme. Lalu pada 1967, Suharto resmi menerima tampuk pemerintahan Republik Indonesia dari Sukarno.
Advertisement