Liputan6.com, Pyongyang - Jumlah pemilih dalam pemilihan calon tunggal pemimpin Korea Utara mencapai 99,99 persen tahun ini, media pemerintah mengatakan pada Selasa 12 Maret 2019 --naik dari 99,97 persen ketika pemilu itu diselenggarakan terakhir kali.
Dengan angka partisipasi yang tidak akan pernah dicapai oleh negara-negara demokrasi, jutaan rakyat Korea Utara pergi ke pemilihan nasional setiap lima tahun untuk memilih legislatif yang dikenal sebagai Majelis Rakyat (SPA), demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (12/3/2019).
Advertisement
Baca Juga
Di bawah kepemimpinan Partai Pekerja yang dipimpin Kim Jong-un, hasil pemilu selalu tidak pernah diragukan oleh rakyat. Meski, skeptisisme terhadap unsur demokratis dari pemilu itu tetap ada.
Jumlah pemilih tahun ini turun sedikit dari 100 persen karena mereka yang berada "di luar negeri atau bekerja di lautan" tidak dapat mengambil bagian, kantor berita resmi KCNAÂ melaporkan.
"Persatuan pikiran tunggal" adalah salah satu slogan Pyongyang yang paling bertahan lama dan seperti pada tahun 2014, suara dalam pemilihan akhir pekan adalah 100 persen mendukung calon yang disebutkan.
"Semua pemilih berpartisipasi sebagai pemilih dalam pemilihan untuk memperkuat kekuatan rakyat kami sekeras batu," kata KCNA, mengutip sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Komite Pemilihan Pusat Korea Utara.
"Seratus persen dari mereka memberikan suara mereka untuk calon deputi ke Majelis Rakyat Korea Utara yang terdaftar di daerah pemilihan yang relevan," tambahnya.
Daftar terperinci dari 687 kandidat tidak segera tersedia, tetapi Televisi Pusat Korea Utara (KCNA) pada Selasa telah membacakan nama-nama anggota terpilih.
Â
Simak video pilihan berikut:
Nama Kim Jong-un Tidak Ada di Surat Suara, kenapa?
Secara mengejutkan nama Kim Jong-un tidak ada di antara yang dipanggil, kata seorang pejabat kementerian unifikasi Korea Selatan yang bertanggung jawab atas hubungan antar-Korea kepada AFP.
Pada tahun 2014, Kim Jong-un menerima partisipasi 100 persen di konstituensi Gunung Paektu, dengan 100 persen mendukung, menurut KCNA.
Tidak tercantumnya nama Kim Jong-un di surat suara pemilu "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "membingungkan", kata Lim Eul-chul, profesor studi Korea Utara di Universitas Kyungnam.
"Meskipun sulit untuk mengatakan secara meyakinkan, Kim tampak ingin membuat negara itu terlihat seperti negara normal jika dia tidak membawa gelar tambahan wakil ke legislatif ketika dia sudah memegang peringkat tertinggi negara," lanjutnya seperti dikutip dari Channel News Asia.
Kim Jong-un secara resmi adalah ketua Partai Buruh dan ketua Komisi Urusan Negara, badan pemerintahan tertinggi. Sementara almarhum kakeknya Kim Il-sung tetap menjadi Presiden Abadi negara itu, meski telah meninggal pada 1994.
Adik dan asisten dekat Kim Jong-un saat ini, Kim Yo-jong berada di antara anggota Majelis Rakyat yang baru terpilih, lapor kantor berita Korea Selatan Yonhap, mengutip media pemerintah Pyongyang.
Para kritikus mengatakan, pemilu di Korea Utara, dengan tidak adanya kompetisi, sebagian besar merupakan ritual politik untuk memungkinkan pihak berwenang mengklaim mandat dari rakyat, sambil memperkuat kesetiaan kepada pemerintah.
Setelah memberikan suara pada hari pemungutan suara, warga Pyongyang, Ri Inyong (61) mengatakan kepada AFP, pemilihan itu adalah "kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia persatuan pikiran tunggal di sekitar kamerad pemimpin tertinggi Kim Jong-un".
Warga Korea Utara biasa selalu menyatakan dukungan tanpa pamrih kepada pihak berwenang ketika berbicara kepada media asing.
"Di negara lain, mereka memilih kandidat dari partai yang berbeda dengan pandangan politik berbeda," kata Ri. "Dalam sistem sosialis kita, orang-orang memilih kandidat."
Advertisement